Tabrakan kereta api Bintaro 1987
|
---|
Proses evakuasi sesaat setelah kejadian, sebagaimana diliput oleh
Kompas
. Evakuasi Tragedi Bintaro melibatkan bermacam-macam elemen mulai dari ABRI, pemadam kebakaran, relawan, dan masyarakat umum.
|
|
|
Tanggal
| 19 Oktober 1987
; 36 tahun lalu
(
1987-10-19
)
|
---|
Waktu
| 06.45 WIB (permulaan)
|
---|
Letak
| Bintaro
,
Jakarta
|
---|
Negara
| Indonesia
|
---|
Jalur
| Merak?Tanahabang
segmen Rangkasbitung?Tanahabang
|
---|
Operator
| Perusahaan Jawatan Kereta Api
|
---|
Jenis kecelakaan
| Tabrakan langsung
|
---|
Penyebab
| Kelalaian PPKA Stasiun Sudimara dalam memberikan tanda aman bagi KA 225
|
---|
|
Kereta api
| 2 (KA 225 vs. KA 220)
|
---|
Kru
| KA 225:
- Slamet Suradio
, masinis
- Soleh, asisten masinis
- Adung Syafei, kondektur
KA 220:
- Amung Sunarya, masinis
- Mujiono, asisten masinis
Stasiun Sudimara:
Stasiun Kebayoran:
|
---|
Meninggal dunia
| 139 dengan rincian
- 113 teridentifikasi
- 26 tak diketahui identitasnya
|
---|
Luka-luka
| 254 dengan rincian
- 170 dirawat di rumah sakit
- 84 luka ringan
|
---|
Kerusakan
| Rusak pada:
- lokomotif
BB303
16 dan
BB306
16
- satu kereta penumpang berbagasi kelas 3 (KB3)
- tiga kereta penumpang kelas 3 (K3)
|
---|
Tabrakan kereta api Bintaro 1987
atau yang dikenal dengan nama "
Tragedi Bintaro I"
adalah peristiwa kecelakaan tragis yang melibatkan dua buah
kereta api
di daerah Pondok Betung,
Bintaro
,
Jakarta Selatan
, pada tanggal 19 Oktober 1987 yang merupakan musibah terburuk dalam sejarah perkeretaapian di
Indonesia
. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia.
[1]
[2]
Dalam kecelakaan ini, rangkaian kereta api Patas Merak jurusan Tanah Abang?Merak yang berangkat dari
Stasiun Kebayoran
(KA 220) bertabrakan dengan kereta api Lokal Rangkas jurusan Rangkasbitung?Jakarta Kota (KA 225) yang berangkat dari
Stasiun Sudimara
. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling buruk dalam sejarah transportasi di
Indonesia
dengan mencatatkan 139 tewas dan 254 orang lainnya luka berat. Proses evakuasi penumpang kereta api menjadi tantangan mengingat kerasnya tabrakan
head-to-head
.
[3]
[4]
[5]
Penyelidikan setelah kejadian menunjukkan adanya kelalaian petugas
Stasiun Sudimara
yang memberikan
sinyal
aman bagi kereta api dari arah Rangkasbitung, padahal tidak ada pernyataan aman dari
Stasiun Kebayoran
. Hal ini dilakukan karena tidak ada jalur yang kosong di Stasiun Sudimara.
Berdasarkan keterangan resmi dari
Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA), lokasi kecelakaan berada pada km 17+252 lintas Angke?Tanahabang?Rangkasbitung?Merak.
[5]
Lokasi tersebut berada pada tikungan S yang pada masa itu masih didominasi perkebunan dan semak belukar yang luas, sebelum adanya
Jalan Tol Jakarta?Serpong
di barat yang dibangun antara tahun 1999?2005. Lokasi ini juga terletak sekitar 1,5 km di sebelah barat daya
TPU Tanah Kusir
.
KA 225 ditarik lokomotif
BB306
16 dengan
Slamet Suradio
sebagai masinis, Soleh sebagai asisten masinis, dan Adung Syafei sebagai kondektur. Sementara itu, KA 220 ditarik lokomotif
BB303
16 dan dimasinisi oleh Amung Sunarya, dengan asistennya, Mujiono.
[6]
Berdasarkan gapeka yang berlaku saat itu, KA 225 dijadwalkan tiba di
Stasiun Sudimara
pada pukul 06.40 untuk bersilang dengan KA 220 pada pukul 06.49. Pada kenyataannya, KA 225 terlambat 5 menit. Pada saat itu emplasemen Stasiun Sudimara yang memiliki tiga jalur telah ditafsirkan "penuh" dan "tidak dapat menerima persilangan KA" karena:
- jalur 1 dalam kondisi buruk dan hanya dipakai untuk langsiran dan sepur simpan;
- jalur 2 berisi KA barang 1035;
- jalur 3 berisi KA 225 yang berhenti.
[5]
Karena Stasiun Sudimara sudah tidak dapat menerima persilangan antarkereta api, maka KA 225 harus meninggalkan Stasiun Sudimara untuk berhenti lagi di stasiun berikutnya,
Kebayoran
, dalam kondisi jalur masih
tunggal
dan tidak memiliki perhentian di antara keduanya. Sesuai dengan peraturan dinas, petugas
Pengatur Perjalanan Kereta Api
(PPKA) Sudimara wajib:
- menelepon PPKA Kebayoran untuk meminta izin memindahkan tempat persilangan; dan
- mengirimkan Surat Pemindahan Tempat Persilangan (PTP) yang harus diserahkan langsung ke masinis dan kondektur KA 225.
[5]
Namun sayangnya, Surat PTP itu diserahkan tanpa memberikan izin terlebih dahulu kepada PPKA Kebayoran. Bahkan PTP itu dikirimkan tidak sesuai prosedur karena diserahkan melalui seorang petugas pelayanan kereta api (PLKA) baru kemudian diserahkan kepada masinis dan kondektur KA 225. Barulah setelah itu, PPKA Sudimara menelepon ke PPKA Kebayoran (Mad Ali) untuk meminta izin pindah tempat persilangan. Mad Ali menjawab, "
Gampang
, nanti diatur." Pagi itu, terjadi
pergiliran
PPKA dari
shift
malam ke
shift
pagi. Saat serah terima
shift
tersebut, Mad Ali yang merupakan PPKA
shift
malam memberi tahu PPKA
shift
pagi (Umriyadi) bahwa KA 251, 225, dan 1035 belum tiba di Stasiun Kebayoran. KA 251 sedang melaju ke arah Kebayoran untuk bersilang dengan KA 220.
[5]
Begitu KA 251 berhenti di Kebayoran, Umriyadi meminta izin memberangkatkan KA 220. Namun, Djamhari menjawab, "Tunggu aman saya, saya lagi sibuk!" Seharusnya sesuai prosedur yang ada, Djamhari harus menyatakan
menolak
memberikan izin keberangkatan bagi KA 220 dan mengabarkan bahwa ada kereta api yang harus berangkat dari Sudimara ke Kebayoran sesuai jadwal.
[5]
Dalam situasi Djamhari bingung, KA 225 mulai dipadati penumpang, serta banyak yang naik di lokomotif.
[7]
Begitu komunikasi antar-PPKA ditutup, Umriyadi justru memberangkatkan KA 220 dengan asumsi bahwa persilangan KA 225 tetap dilakukan di Sudimara. Agar meyakinkan, Umriyadi menelepon ke Djamhari bahwa KA 220 sudah berangkat dari Stasiun Kebayoran. Padahal PTP sudah telanjur diberikan kepada masinis dan kondektur KA 225. Dengan kebingungan tersebut, Djamhari mengakali masalah ini dengan melangsir KA 225 dari jalur 3 ke jalur 1 Stasiun Sudimara. Akhirnya Djamhari memerintahkan seorang petugas harian stasiun untuk melangsir. Perihal langsiran tersebut harus ditulis oleh PPKA dalam laporan harian masinis serta menjelaskannya secara lisan.
[5]
Petugas yang disuruh Djamhari itu pun dengan tangkas mengambil bendera merah dan selompret. Saat akan dilangsir, masinis tidak dapat melihat semboyan yang diberikan, karena pandangan terhalang penumpang. Sebelum petugas itu mencapai kereta kira-kira 7 m, tiba-tiba kereta mulai bergerak tanpa perintah selompret, dan petugas stasiun berusaha menghentikan KA 225 dengan selompret tetapi usahanya sia-sia. Kondektur pun mencoba masuk ke dalam kereta tersebut tetapi tidak memerintahkan untuk menghentikan kereta.
[5]
Petugas stasiun itu pun melapor ke Djamhari bahwa KA 225 sudah berangkat tanpa izin. Dengan cepat Djamhari menggerakkan tuas sinyal masuk pihak Kebayoran tetapi tidak berhasil menghentikan kereta api. Djamhari pun berlari di tengah rel sembari mengibar-ngibarkan bendera merah ke arah KA 225 tetapi gagal menghentikan kereta. Djamhari pun akhirnya kembali ke Stasiun Sudimara dalam keadaan pingsan.
[5]
Tiba-tiba, masinis 225 terkejut melihat KA 220 telah berada di depan mata. Meski sudah menarik tuas rem bahaya, tabrakan tak terhindarkan.
[8]
Tabrakan ini terjadi pada tikungan S, km 17+252. Total kerugian material yang diketahui berdasarkan laporan akhir PJKA tersebut adalah Rp1,9 miliar. Korban tewas 139 orang
[4]
dengan 72 tewas di tempat
[2]
dan sisanya meninggal sekarat. Dari 139 korban tewas, 113 di antaranya sudah teridentifikasi. Total 254 luka-luka dengan rincian 170 orang dirawat di rumah sakit dan 84 orang luka ringan.
[5]
Versi Slamet Suradio (Masinis KA 225)
[
sunting
|
sunting sumber
]
"Yang seharusnya saya di Sudimara bersilangan dengan KA 220 dibatalkan oleh PPKA yang sedang dinas. Jadi kalau ada orang mengatakan 'berangkat sendiri', itu bohong. (...) Ada katanya saya loncat, itu bohong sekali, itu orang fitnah, jelas fitnah!"
Slamet Suradio
, Wawancara dengan
Kisah Tanah Jawa
di YouTube
Berbeda dengan tudingan di pengadilan dan laporan akhir PJKA bahwa Masinis KA 225,
Slamet Suradio
, memberangkatkan sendiri kereta apinya tanpa izin, Slamet Suradio mengatakan dengan tegas bahwa dirinya sama sekali hanya mengikuti instruksi dari PPKA Sudimara menggunakan PTP tersebut. Bahkan Slamet Suradio berkali-kali menegaskan bahwa tudingan tersebut adalah sebuah kebohongan. Ia juga menegaskan bahwa tak ada hal apa pun yang dikhawatirkan karena ia merasa tak melihat semboyan apa pun yang diterimanya.
[8]
Saat terjadi tabrakan, Slamet Suradio juga meluruskan apa yang diberitakan di media, termasuk dalam koran
Pembaruan
yang pertama kali membahas mengenai Tragedi Bintaro 1987 yang menulis "masinis lompat" pada koran tersebut. Ia menanggapi: "Kaki saya
ngesot-ngesot
tidak bisa jalan, akhirnya saya merambat melalui jendela." Saat terjadi tabrakan, Slamet Suradio tergencet oleh badan lokomotif dalam keadaan bersimbah darah dan dijemput oleh seorang wanita dengan mobilnya ke rumah sakit. Dalam keadaan PTP masih memiliki bekas bercak darah, Slamet Suradio berhasil membuktikan kepada hakim bahwa dirinya tergencet dan tidak melompat, dan menuding bahwa orang yang menuliskan berita tersebut adalah "orang fitnah."
[8]
Dua buah lokomotif,
BB303 16
(KA 220) dan
BB306 16
(KA 225) mengalami kerusakan parah. Kerusakan yang cukup hebat terjadi; BB303 16 ditelan kereta penumpang berbagasi KB3-65601.
[9]
K3-65626 (KA 225) juga mengalami kerusakan parah. Dua kereta di belakang kereta pertama, K3-66505 (KA 220), dan K3-65654 (KA 225) mengalami rusak ringan.
[5]
Slamet Suradio
divonis hukuman 5 tahun
penjara
dan harus kehilangan pekerjaannya sebagai masinis.
[10]
Ia ditahan di
Lapas Cipinang
dan bebas setelah hukumannya
diremisi
menjadi 3,5 tahun.
[11]
Setelah bebas dari penjara, Slamet Suradio sempat hanya apel di kantornya karena sudah dibebastugaskan dari pekerjaannya sebagai masinis. Pada tahun 1996, ia
dipecat
secara tidak hormat oleh
Departemen Perhubungan Indonesia
dengan terbitnya Surat Keputusan No. 4/KP.602/Pnb-96. Ia pun tidak mendapatkan uang
pensiun
. Akhirnya ia pun menyambung hidup sebagai pedagang
rokok
.
[12]
Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei, kondektur KA 225. Syafei harus mendekam di penjara selama 2,5 tahun.
[5]
Sedangkan PPKA Djamhari dan Umriyadi dihukum 10 bulan penjara.
[10]
- ^
"Kecelakaan KA Paling Tragis, Lebih Seratus Orang Tewas". Harian
Kompas
. 20 Oktober 1987.
- ^
a
b
"Tabrakan KA Mengerikan, 72 Orang Tewas Seketika".
Suara Pembaruan
. 20 Oktober 1987.
- ^
Haryanti, Rosiana. Wedhaswary, Inggried Dwi, ed.
"Senin Kelam 19 Oktober 1987, Terjadinya Tragedi Bintaro..."
Kompas.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-06-30
. Diakses tanggal
2020-07-08
.
- ^
a
b
"Lebih dari Seratus Orang Mati, Dosa Siapa?"
.
Tempo.co
. 2013-12-16.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-06-04
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
PJKA (1987/1988). Laporan PJKA tentang Musibah Bintaro 19 Oktober 1987 (Laporan).
- ^
Saputra, Rendra (11 Desember 2013).
"Tragedi Bintaro"
.
Sindonews.com
(dalam bahasa Indonesia).
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-01-13
. Diakses tanggal
9 Februari
2015
.
- ^
Prodjo, Wahyu Adityo (2020-10-19). Asril, Sabrina, ed.
"Tragedi Bintaro 19 Oktober, 33 Tahun Lalu Tanah Jakarta Berwarna Merah"
.
Kompas.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2022-05-19
. Diakses tanggal
2022-06-13
.
- ^
a
b
c
"Rentetan Nasib Malang Masinis Kereta dalam Tragedi Bintaro, Dipenjara Gara-gara 'Fitnah', Tak Dapat Pensiun, Hingga Ditinggal Istri yang 'Direbut' Masinis Lain - Semua Halaman - Intisari"
.
intisari.grid.id
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-06-04
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
Haryanti, Rosiana. Wedhaswary, Inggried Dwi, ed.
"Senin Kelam 19 Oktober 1987, Terjadinya Tragedi Bintaro..."
Kompas.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-06-30
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
a
b
"Kasus Bintaro, Masinis Slamet Dihukum Lima Tahun".
Kompas
. 22 Agustus 1988.
- ^
"Suradio dan Kisah Setelah Tragedi Bintaro 1987"
.
Tribunjogja.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2023-12-24
. Diakses tanggal
2023-12-24
.
- ^
Edi, Purnomo (2017-10-19). Pratomo, Angga Yudha, ed.
"Bekas darah di Surat Perintah"
.
Merdeka.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2022-10-19
. Diakses tanggal
2022-10-19
.
- ^
"Mengenang Tragedi Bintaro, Ini Lirik Lagu 1910 Iwan Fals - Teras.ID"
.
www.teras.id
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-07-01
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
Sudrajat.
"Bencana Galunggung, Tampomas dan Bintaro dalam Lagu Ebiet G Ade"
.
detikcom
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-06-04
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
Herfianto (2020-05-12). Saputra, Aditia, ed.
"Dirilis Ulang, Ebiet G Ade Ajak Dua Putranya Populerkan Kembali Lagu Masih Ada Waktu"
.
Liputan6.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-06-04
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
Times, I. D. N.
"29 Tahun Berlalu, ini 10 Foto Terkini Ferry Octora 'Tragedi Bintaro
'
"
.
LINE TODAY
. Diakses tanggal
2020-06-04
.
- ^
Liputan6.com (2013-08-27). Saputra, Aditia, ed.
"Adjie Pangestu-Bella Shofie Bintangi Dendam Arwah Rel Bintaro"
.
Liputan6.com
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2022-10-19
. Diakses tanggal
2022-10-19
.
- Tim Redaksi Koran
Tempo
(2019).
Tragedi Kereta Api Bintaro
. Jakarta: Tempo Publishing.
ISBN
9786232629042
.
Koordinat
:
6°15′31″S
106°45′43″E
/
6.258623°S 106.761809°E
/
-6.258623; 106.761809
|
---|
Bencana alam
| |
---|
Kecelakaan
| Kereta api
| |
---|
Pesawat terbang
| |
---|
Kapal
| |
---|
|
---|
Kerusuhan
| |
---|
Lain-lain
| |
---|
|