Kategori
layar

#throwbackplbk – TVRI, Tantangan dan Menanti Aksi Direksi Baru


Mungkin kapan-kapan saya bikin tulisan “ide” yang saya bayangkan soal TVRI kali, ya.


Hari ini, Senin 27 November 2017, keenam calon terpilih dimaksud telah menandatangani surat pernyataan kesediaan diangkat sebagai Anggota Dewan Direksi definitif, disertai pakta integritas. Nama-nama serta posisi yang bersangkutan adalah:

Helmy Yahya, MPA, Ak., CPMA, CA, sebagai Direktur Utama;

Apni Jaya Putra, S.Sos, sebagai Direktur Program dan Berita;

Isnan Rahmanto, Ak., MPA, sebagai Direktur Keuangan;

Supriyono, S.Kom, MM, sebagai Direktur Teknik;

Tumpak Pasaribu, SE, Ak., M.Ak, CA, sebagai Direktur Umum;

Dra. Rini Padmirehatta, MM, sebagai Direktur Pengembangan dan Usaha.

Begitulah bunyi pengumuman yang dibuat oleh Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang dipublikasi lewat media sosial dan website TVRI , terkait dengan pemilihan direksi TVRI yang baru menjabat untuk tahun jabatan 2017-2022. Ucapan selamat langsung berdatangan dari sejumlah kolega Helmy Yahya, seperti yang saya pantau dari media sosial saat itu.

Harapannya, bung Helmy, begitu bisa ia disapa, yang mempunyai pengalaman historis dengan TVRI di masa lalu, karena pernah menjadi tim produksi sejumlah kuis ternama di TVRI era 70-80an bersama “ratu kuis Indonesia”, Ani Sumadi, serta dengan pengalamannya mengelola sebuah rumah produksi miliknya sendiri, Triwarsana, yang sudah biasa bekerjasama dengan sejumlah stasiun TV swasta, akan memberikan penyegaran buat TVRI.

Helmy, dalam sejumlah penuturannya di media massa maupun di akun media sosialnya, berjanji akan membawa TVRI tetap dalam khitahnya sebagai LPP, namun memiliki pendekatan konten yang lebih kekinian dan dekat dengan anak millenial alias anak muda jaman now. Bersama Apni Jaya Putra, yang bisa disapa juga bung Apni, yang berpengalaman di divisi pemberitaan sejumlah stasiun TV swasta seperti RCTI dan Kompas TV, mereka nampak mulai bekerja serius untuk perlahan mengubah branding TVRI yang masih dianggap jadul.

Hastag #KamiKembali dan #WeFightBack dicanangkan oleh TVRI, sebagai upaya mereka menghadirkan TVRI sebagai salah satu stasiun TV yang layak dipilih dan siap mengikuti perubahan yang ada di industri pertelevisian, namun memiliki kekhasannya dalam pendekatan konten yang lebih Indonesia dan lebih mendidik. Hastag inilah yang kemudian muncul juga dalam program spesial jelang tahun baru 2018 yang dibuat TVRI, dimana dalam program spesial ini, sudah nampak mulai menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dalam pengemasan konten maupun desain panggung yang nampak sudah tak lagi “pakem” ala TVRI. Uniknya, dalam program spesial ini, mereka memperkenalkan live streaming 360 derajat di Youtube, sebuah hal yang termasuk cukup langka di pertelevisian Indonesia.

Hastag ini ikut melengkapi hastag yang sudah diadakan sebelumnya, seperti #AyoNontonTVRI yang sudah menjadi brand activation yang dilakukan TVRI di era direksi sebelumnya, yaitu era Iskandar Achmad sebagai direktur utama TVRI. Pada saat itu, brand activation #AyoNontonTVRI dilakukan secara online maupun off air.

tvri_27166706

Upaya pendobrakan lainnya yang dilakukan TVRI adalah dengan menjadikan program Semangat Pagi Indonesia dan Dunia dalam Berita sebagai lead program berita TVRI. Dengan penggunaan studio 4 TVRI yang desainnya juga keluar “pakem” ala TVRI, mereka nampak berusaha sekali disini. Dunia dalam Berita, yang sebelumnya sempat tayang di pukul 23:00 WIB, ditarik mundur kembali di pukul 21:00 WIB, seperti keinginan bung Helmy untuk mengumpulkan nostalgia kembali akan kehadiran program berita legendaris TVRI ini di masa lalu ? tentu saja dengan tampilan yang baru.

Banyak upaya-upaya pembaruan ini dibocorkan oleh bung Helmy dan bung Apni di akun sosial medianya. Mulai dari soal talent, kerjasama dengan lembaga pemerintahan/BUMN, rapat divisi produksi dengan mengundang Indra Yudhistira sebagai salah satu pembicara hingga pembaruan-pembaruan lainnya yang dilakukan keduanya.

Namun, apakah langkah keduanya ini akan berbuah manis? Semua tergantung bagaimana direksi TVRI kali ini memandang tantangan-tantangan yang ada.

TVRI, sudah sejak lama mengalami situasi yang tak pernah menguntungkan. Mulai dari soal anggaran yang lebih banyak untuk bayar gaji karyawan ( data 2013, jumlah karyawan TVRI, baik PNS maupun honorer berjumlah 5.527 orang ) – sehingga alokasi anggaran tidak berimbang untuk anggaran pengembangan teknologi serta produksi, pendapatan iklan TVRI yang bisa dikatakan tak sampai 1% (Rp 93 Miliar) dari pendapatan iklan RCTI di tahun 2016 (Rp 14,86 Triliun) yang sebenarnya bisa menjadi salah satu sumber pendanaan TVRI selain anggaran pemerintah, soal budaya korup yang beberapa diantaranya menjerat juga direksi-direksi TVRI terdahulu, opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menempatkan laporan keuangan TVRI beberapa tahun kebelakang dengan status disclaimer, hingga soal-soal seperti ketidakcocokan direksi dengan karyawan TVRI sehingga memunculkan keributan-keributan yang beberapa diantaranya terekam media massa.

Sepanjang era reformasi, tercatat beberapa problem terjadi di tubuh TVRI, semisal pada tahun 2003, TVRI diberitakan bangkrut sampai mengurangi waktu siaran karena adanya resistensi jajaran direksi dan karyawan terhadap beberapa langkah-langkah yang dilakukan oleh direktur utama (termasuk soal memuluskan jalan TVRI jelang menjadi persero alias PT) (hal 307), kemudian pada 2007, direksi TVRI disorot karena adanya problem-problem seperti pengembangan konten yang mandek hingga ketidakcocokan karyawan dengan salah satu direksi . Atau, ancaman bangkrut yang akan dialami TVRI pada 2014 lalu setelah Komisi I DPR yang membidangi urusan penyiaran membintangi anggaran operasional dan hanya approve anggaran gaji karyawan .

Bukan hanya problem yang terjadi di dalam TVRI. Problem terkait konten TVRI juga tercatat, seperti ketika TVRI memperbolehkan siaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beredar ataupun siaran Konvensi Partai Demokrat yang tayang tanpa edit sama sekali .

Semua problem-problem yang dialami TVRI tersebut bahkan sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Bahkan, ketika TVRI baru hadir, TVRI tak memiliki blue print pengembangan program. Ketika era 70-80an TVRI masuk ke era kejayaannya dengan pendapatan iklan yang memadai di jamannya, hingga kemudian dilarang untuk menerima iklan karena beberapa faktor, termasuk faktor politis , TVRI kemudian berubah menjadi stasiun televisi propaganda pemerintah dan tak berkembang, disaat stasiun TV swasta mampu mengimprovisasi diri dan berkembang lebih jauh.

Tantangan demi tantangan itulah, yang menjadi pekerjaan rumah direksi TVRI.

Namun, tantangan-tantangan tadi juga menjadi makin besar, karena yang juga harus diubah adalah soal budaya kerja dan profesionalisme insan TVRI yang nampak masih terjebak situasi-situasi di masa lampau. Jadi, tak hanya soal look TVRI dan on air-online-off air activation yang nampak menjadi fokus utama direksi TVRI dibawah bung Helmy.

Sesungguhnya, saya menaruh optimisme yang cukup besar untuk TVRI hari ini. Optimisme yang rasa-rasanya bukan optimisme kacangan, apalagi mengingat fungsi TVRI sebagai media pemersatu dan memiliki posisi yang netral sebagai stasiun TV ditengah banyaknya stasiun TV swasta yang ada hari ini.

Mungkin kapan-kapan saya bikin tulisan “ide” yang saya bayangkan soal TVRI kali, ya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout  /  Ubah  )

Foto Google

You are commenting using your Google account. Logout  /  Ubah  )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout  /  Ubah  )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout  /  Ubah  )

Connecting to %s