한국   대만   중국   일본 
Teka teki menyambut April - Ekonomi dan Bisnis - majalah.tempo.co | Situs Berita Online Indonesia - majalah.tempo.co
The Wayback Machine - https://web.archive.org/web/20201215073608/https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/48895/teka-teki-menyambut-april

Ekonomi dan Bisnis 2/6

Sebelumnya Selanjutnya
text

Teka teki menyambut April

Tanggapan dari para produsen, perusahaan film iklan dan biro iklan tentang dihapusnya iklan di tvri. perusahaan iklan terpukul. kemungkinan produksi akan turun dan harga akan naik.(eb)

i
MULAI April mendatang TVRI akan bersih dari iklan. Itu rencana pemerintah. Meskipun dia akan kehilangan sekitar Rp 20 milyar dari hasil iklan per tahun. Para penonton boleh berharap mendapat tontonan yang bagus menggantikan acara yang memakan waktu 1 jam itu. Sedangkan perusahaan-perusahaan iklan jadi kaget kebingungan mendengarkan keputusan yang didengungkan Presiden Soeharto 5 Januari yang lalu. "Kamilah yang paling terpukul, karena 90% kegiatan kami ini bergantung pada TVRI," kata Gatot Teguh Ariffianto, 29 tahun, Direktur Pelaksana perusahaan iklan film PT Tuti Jaya Pictures. Dengan wajah lesu putra bintang film Tuti S. itu menceritakan 6 buah film yang sudah direncanakan mulai shooting pertengahan Januari, terpaksa dihentikan. Tuti Jaya Pictures boleh dikatakan terbilang perusahaan paling banyak menghasilkan film-film iklan untuk TVRI. Sejak berdiri tahun 1975 perusahaan milik bintang film yang suatu ketika dijuluki "bom seks" itu, menghasilkan sekitar 200 film iklan. Tahun 1978 dia membuat 35 film dengan harga ratal ata Rp 7 juta. Meliputi film pendek, gembar-gembor mengenai Ajinomoto, pil Ciba dan tekstil Caterina. Jika larangan siaran iklan tersebut tetap dilaksanakan, apa boleh buat Gatot akan mengalihkannya ke bioskop. Meskipun media ini tidak seefektif teleisi. Jawaban serupa juga datang dari Eddy Hendro, yang memimpin bagian pemasaran PT Gramedia Film, anak perusahaan penerbitan Gramedia. "Tetapi saya masih mengharapkan ada pengecualian iklan yang boleh disiarkan," katanya. Jangan Sekali Pukul Tapi siapa yang bisa menjamin bakal ada pengecualian. Sebab Presiden Soeharto, seperti yang diungkapkan Sekjen Departemen Penerangan Soetikno Lukitodisastro, sudah sejak sekitar 6-7 tahun yang lalu mempertimbangkan untuk meniadakan iklan di TVRI karena pengaruh buruk terhadap masyarakat (lihat Media, TEMPO 17 Januari 1981). Hanya PT Kartika Film yang tetap kalem menghadapi ancaman itu. Perusahaan yang dibawahi kelompok teater Sanggar Prathivi itu tidak terlalu kecewa. "Tergantung langganan. Tak ada TVRI memang repot. Tapi kami masih bisa menggeser iklan ke bioskop, jika mereka setuju," ujar Thomas, Kepala bagian teknik PT Kartika Film. Ia sendiri punya ide untuk menyelenggarakan pemutaran film gratis ke daerah dengan unit mobil keliling. "Meliputi film cerita yang diselingi iklan," sambung Thomas. Belum terdengar bagaimana pendapat para produsen yang jadi langganan Kartika Film. Tapi paling tidak rekan seprofesi Thomas, Geaffary, Wakil Manajer PT Multi Vision, kurang serasi dengan rencana tersebut. "Jika produk yang diiklankan jenis barang yang termasuk kebutuhan kalangan menengah dan atas, pasti kurang efektif. Nonton filmnya saja gratis, bagaimana mungkin bisa membeli produk yang diiklankan," sanggahnya sengit. Bagi perusahaan yang membuat film iklan, nampaknya tak ada pilihan lain kecuali layar bioskop yang sejak bulan Januari ini tiba-tiba telah menaikkan iklan dari Rp 125 ribu menjadi Rp 175 ribu/minggu. "Apa boleh buat, satu-satunya pilihan pengganti hanya bioskop. Kalau klien setuju kami laksanakan. Kalau tidak ya stop," ucap Nuradi, Dir-Ut PT Intervista, biro iklan besar yang berdiri sejak 1963. Nuradi mengingatkan pemerintah untuk waspada terhadap ekses penghapusan iklan dari layar televisi. Antara lain dia menyebutkan kemungkinan naiknya harga barang-barang konsumsi tertentu. Sebagai akibat dari turunnya produksi. Anak Agung Gde Agung, Managing Director PT S.C. Johnson & Son Indonesia membenarkan pendapat itu. "Dengan lenyapnya sarana informasi melalui TVRI biaya yang harus dikeluarkan produsen untuk menggalang informasi akan jauh lebih besar," katanya. Ia memperhitungkan kenaikan itu dengan biaya iklan TVRI yang jatuhnya hanya Rp 0,04 per 1.000 orang. Sementara lewat Kompas mencapai Rp 4, dan Femina, Rp 0,80. Tapi apakah hilangnya iklan sesuatu produk lewat televisi serta merta akan menurunkan produksi? Yang jelas iklan TVRI memang besar pengaruhnya. "Penjualan produk-produk Unilever meingkat 20% berkat kampanye lewat iklan televisi," ulas Yamani Hasan, Ketua Dewan Direksi PT Unilever. Iklan-iklannya cukup gencar muncul di tv untuk menjual Rinso, Lux, Blue Band dan Pepsodent. Ongkos untuk promosi lewat tv ini meliputi 10 - 15% dari biaya produksi. Ramainya pemasangan iklan di TVRI tak lain karena kebijaksanaan ekonomi pemerintah juga yang mengundang penanaman modal. Beberapa kalangan pengusaha menganggap keputusan pemerintah itu agak janggal. "Mengundang penanam modal tapi membatasi promosi, mana mungkin," kata seorang. Karena itu banyak yang berharap penghapusan iklan itu tidak sekali pukul untuk selamanya. "Pemerintah harus memikirkan promosi untuk produk-produk baru." Kata-kata itu datang dari Emir H. Muchtar pimpinan perusahaan biro iklan PT Indo Ad yang meliput bisnis iklan sekitar Rp 4 milyar tahun 1980. Dari jumlah itu 35% masuk ke TVRI.

Selalu ada yang tersembunyi di balik peristiwa. Investigasi Tempo menembus batas untuk mengungkapkannya buat Anda.
Silakan register untuk mendapatkan akses 4 artikel gratis, atau langsung berlangganan dan nikmati sajian informasi berkualitas khusus untuk Anda.

2020-12-15 14:36:13


Ekonomi dan Bisnis 2/6

Sebelumnya Selanjutnya

Hubungi Kami :

Alamat : Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No.8, Jakarta Selatan, 12210

Informasi Langganan :

Email : cs@tempo.co.id

Telepon : 021 50805999 || Senin - Jumat : Pkl 09.00 - 18.00 WIB

Telp/SMS/WA : 0882-1030-2525 | 0882-1023-2343 | 0887-1146-002 || Senin - Minggu : Pkl 08.00 - 22.00 WIB

Informasi Lainnya :

Telp/SMS/WA : 0882-1030-2828 || Senin - Minggu : Pkl 08.00 - 22.00 WIB