한국   대만   중국   일본 
IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Le
The Wayback Machine - https://web.archive.org/web/20141213022932/http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/01/26/0032.html

IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Le

From: apakabar@clark.net
Date: Sun Jan 26 1997 - 13:56:00 EST


From: John MacDougall < apakabar@clark.net >
Received: (from apakabar@localhost) by clark.net (8.8.4/8.7.1) id RAA17684 for reg.indonesia@conf.igc.apc.org ; Sun, 26 Jan 1997 17:55:42 -0500 (EST)
Subject: IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Legislatif

Forwarded message:
From owner-indonesia-p@igc.org Sun Jan 26 17:46:47 1997
X-Authentication-Warning: igc7.igc.org: Processed from queue /var/spool/mqueue-maj
Content-Type: text/plain; charset="us-ascii"
Date: Mon, 27 Jan 1997 09:13:36 +1100 (EST)
From: indonesia-p@igc.apc.org
Message-Id: < 199701262213.JAA07577@oznet02.ozemail.com.au >
Mime-Version: 1.0
Subject: IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Legislatif
To: apakabar@clark.net
X-Mailer: Windows Eudora Version 1.4.4
X-Sender: apakabar@ozemail.com.au (Unverified)
Sender: owner-indonesia-p@igc.apc.org
Precedence: bulk

INDONESIA-P

   Kompas Online
Senin, 27 Januari 1997
                                      
     _________________________________________________________________
                                      
                       Mencermati DCS Anggota Legislatif
                                       
                           Oleh H. Andi Amrullah
                                      
   DAFTAR Calon Sementara (DCS) Anggota legislatif Pusat dan Daerah baru
   saja diumumkan. Dari DCS itu masyarakat langsung dapat mengetahui
   siapa-siapa yang bakal menjadi calon wakil mereka di lembaga-lembaga
   perwakilan. Pelbagai tanggapan masyarakat diharapkan akan muncul
   sehubungan dengan mencuatnya nama-nama yang selama ini sempat
   menimbulkan teka-teki bagi masyarakat; teka-teki yang berasal dari
   cara penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota legislatif.
   
   Seperti diketahui, OPP (Organisasi Peserta Pemilu) berdasarkan
   tahapan-tahapan Pemilu, beberapa waktu yang lalu telah
   menginventarisasikan sejumlah nama yang pantas di tampilkan sebagai
   wakil rakyat berdasarkan kriteria PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas
   dan Tidak-tercela).
   
   Banyak nama yang sudah dikenal oleh masyarakat sebelumnya karena
   aktivitasnya dalam organisasi, peran aktifnya dalam masyarakat dan
   sebagainya. Banyak pula nama-nama yang hanya dikenal oleh elit
   kekuasaan, tetapi masih asing bagi masyarakat banyak.
   
   PDLT
   
   Kriteria PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak-tercela)
   sesungguhnya merupakan versi OPP yang bersangkutan. Banyak anggota
   masyarakat yang justru berbeda pendapat dengan pimpinan OPP dalam
   menetapkan kriteria ini. Tapi masyarakatpun pada dasarnya tidak
   terlalu mempersoalkan kriteria tersebut.
   
   Masalahnya paling-paling adalah apakah sang calon anggota legislatif
   itu mampu menyerap dan memperjuangkan aspirasi mereka atau tidak. Bagi
   calon anggota legislatif yang sudah dikenal dan dinilai mampu
   bertindak sebagai "wakil rakyat" tentunya tidak akan mengalami banyak
   kesulitan dalam menjalankan tugasnya kelak. Sebaliknya bagi yang belum
   dikenal oleh masyarakat tentu penampilannya akan selalu diikuti dengan
   sorotan.
   
   Anggota DPR(D) adalah politikus yang dalam berpolitik praktis harus
   mampu menyeimbangkan perannya sebagai wakil rakyat di satu pihak dan
   sebagai mitra Pemerintah eksekutif di lain pihak. Kesulitan yang akan
   dihadapi oleh para caleg setelah menduduki kursi "empuk" di DPR,
   khususnya di DPRD adalah manakala terjadi benturan kepentingan antara
   Pemerintah dengan rakyat.
   
   Pemerintah eksekutif dalam menjalankan tugasnya bertitik tolak kepada
   keterbatasan anggaran yang ada dalam APBN/APBD, sementara kepentingan
   rakyat begitu banyak dan komplek yang tidak mungkin dapat
   diperjuangkan keseluruhannya oleh para anggota DPR(D) tersebut.
   
   Disinilah diperlukan adanya kearifan, ketepatan, kesigapan dan
   kecepatan anggota legislatif dalam mengantisipasi semua hal yang
   mungkin terjadi.
   
   Sebagai pengamat politik, kita tentunya dapat memahami kondisi yang
   ada. Meskipun demikian kita juga berharap peran anggota legislatif itu
   cukup transparan agar jangan sampai mereka dinilai masyarakat hanya
   pandai mengiyakan kemauan pemerintah eksekutif saja.
   
   Tata tertib di DPR(D) membatasi aktivitas mereka untuk bersuara atau
   menyuarakan aspirasi rakyat. Aktivitas mereka hanya dapat diketahui
   atau dimonitor lewat rapat-rapat komisi, rapat fraksi, dengar pendapat
   dengan Pemerintah dan peninjauan lapangan. Pendapat yang dilontarkan
   mereka dalam media massa harus dengan sepengetahuan fraksi
   masing-masing. Jika tidak, mereka akan dicap oleh fraksinya sebagai
   indisipliner atau tidak loyal. Inilah belenggu yang membatasi
   aktivitas mereka untuk berbicara bebas dan vokal sebagai wakil rakyat.
   
   Fraksi sebagai perpanjangan tangan organisasi sosial politiknya juga
   terkait dengan suatu komitment yang tidak bisa dilanggar. Dari sinilah
   asal usul munculnya kriteria PDLT tersebut.
   
   Prestasi anggota Dewan dinilai bukan saja di dalam Dewan itu sendiri
   tetapi juga dalam kegiatan kesehariannya sebagai fungsionaris
   orsospol. Anggota Dewan haruslah orang yang mampu beradu argumentasi
   dengan pihak pemerintah eksekutif dan tidak semata-mata mengaminkan
   apa yang menjadi kemauan mitranya. Mereka harus berani memperjuangkan
   sesuatu yang rasional sepanjang aspirasi itu ditunjang oleh dana yang
   tersedia. Dedikasi anggota Dewan berkaitan dengan tugas yang
   diembannya serta tanggung jawabnya. Loyalitas mereka dinilai dari
   ketaatan dan kepatuhan menjalankan instruksi organisatoris. Sedangkan
   kriteria tidak tercela lebih banyak mengacu kepada sikap dan sifat
   serta perbuatannya sehari-hari sebagai wakil rakyat.
   
   Yang dicalonkan sebagai wakil rakyat di Pusat mempunyai beban yang
   lebih berat, karena kedudukan DPR sama tinggi dengan Pemerintah.
   Bahkan anggota DPR-RI dituntut memiliki kemampuan yang seimbang dengan
   Pemerintah. Mereka harus lebih berani memberikan koreksi atas
   penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Berbeda dengan anggota DPRD.
   Mereka adalah mitra eksekutif yang tugas pokoknya adalah mengamankan
   kebijaksanaan pemerintah eksekutif tersebut.
   
   Tugas anggota DPR pun lebih berat daripada tugas anggota DPRD. Seperti
   kita ketahui anggota DPR adalah pembuat Undang-undang yang akan
   mengikat seluruh rakyat, sementara anggota DPRD adalah pembuat
   Peraturan Daerah yang hanya mengikat Daerah yang bersangkutan.
   
   Rancangan UU dan Raperda umumnya datang dari Pemerintah. DPR(D) hanya
   berkwajiban membahas Rancangan tersebut sebelum disyahkan dan
   diundangkan menjadi UU dan Perda. Anggota legislatif lebih banyak
   menerima Rancangan UU/Raperda daripada mengajukan RUU/Raperda tersebut
   karena disadari bahwa hanya Pemerintah yang memiliki kemampuan teknis
   dalam melaksanakan UU dan atau Perda itu. Hak prakarsa Dewan belum
   sepenuhnya bisa digunakan.
   
   Kemampuan teknis seperti ini tidak banyak dimiliki oleh anggota Dewan.
   Itulah sebabnya kita lihat kedudukan Pemerintah (eksekutif) sepertinya
   lebih kuat daripada anggota Dewan itu sendiri. Tapi ini tidak berarti
   anggota Dewan harus berdiam diri saja. Mereka mempunyai hak untuk
   menolak RUU/Raperda serta banyak cara lagi yang bisa digunakan untuk
   meyakinkan rakyat yang diwakilinya bahwa mereka telah berbuat sesuatu
   secara maksimal dalam rangka memperjuangkan aspirasi rakyat.
   
   Wakil rakyat
   
   Praktek ketatanegaraan kita menunjukkan bahwa sesungguhnya wakil
   rakyat itu adalah Orsospol yang memilih dan menetapkan calonnya yang
   akan duduk atau didudukkan di lembaga-lembaga perwakilan.
   
   Masyarakat cukup mempercayakan saja kepada Orsospol itu untuk
   menyaring siapa-siapa yang bisa diharapkan mampu berbuat sesuatu yang
   terbaik untuk rakyat. Karena itu tanggapan masyarakat terhadap
   calon-calon anggota legislatif yang ada dalam DCS harus betul-betul
   diperhatikan oleh Orsospol peserta Pemilu itu. Jangan sampai tanggapan
   masyarakat hanya dijadikan basa basi belaka.
   
   Dalam DCS juga terlihat adanya caleg yang dinilai masyarakat belum
   memiliki kemampuan minimal sebagai wakil rakyat. Mereka bukan hanya
   tidak atau belum dikenal oleh rakyat tetapi juga dipandang belum
   memiliki bobot yang memadai untuk bisa disebut "wakil rakyat".
   
   Dalam pengamatan kita, memang banyak anggota Dewan dalam rapat-rapat
   di Dewan itu sendiri yang lebih banyak diamnya daripada ikut berbicara
   atau menanggapi RUU atau Raperda karena keterbatasan pengetahuan
   mengenai masalah yang di bahas. Itulah kendala obyektif atau kelemahan
   mendasar yang dihadapi oleh DPR(D) kita selama ini.
   
   Dalam DCS untuk DPR RI juga terlihat ada caleg yang belum pernah
   ditempa dengan suatu pengalaman di DPRD. Mereka tiba-tiba muncul dalam
   DCS hanya karena penilaian Orsospol dan atau mitranya seperti yang
   dikenal dalam Golkar: kesepakatan 3 jalur (A, B dan G). Memang sangat
   ideal seandainya calon itu telah berpengalaman di DPRD sebelum
   diorbitkan ke tingkat yang lebih tinggi.
   
   Sementara itu ada pula masyarakat yang menilai bahwa diluar DCS
   sebenarnya banyak kader-kader yang lebih berkemampuan dan berbobot,
   tetapi tidak terjaring dan tersaring. Tapi itulah politik dan sistim
   politik kita. Kita tidak bisa menyalahkan Orsospol dalam hal ini.
   
   Yang terpenting sekarang, para caleg harus betul-betul mampu mengemban
   aspirasi rakyat dan memperjuangkannya. Seandainya gagal juga,
   masyarakat akan sangat gembira apabila pada waktu reses mereka mau
   kembali ke daerah pemilihan untuk menjelaskan hal-hal yang telah
   diperjuangkannya di Pusat atau di daerah Tk I dan II. Ini adalah satu
   aspek dari unsur kualitas anggota yang diharapkan lebih baik dari
   periode sebelumnya.
   
   (* Prof H Andi Amrullah SH, Guru Besar FH UNLAM Banjarmasin,
   Kalimantan Selatan.)