IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Le
COLLECTED BY
Organization:
Internet Archive
These crawls are part of an effort to archive pages as they are created and archive the pages that they refer to. That way, as the pages that are referenced are changed or taken from the web, a link to the version that was live when the page was written will be preserved.
Then the Internet Archive hopes that references to these archived pages will be put in place of a link that would be otherwise be broken, or a companion link to allow people to see what was originally intended by a page's authors.
The goal is to
fix all broken links on the web
.
Crawls of supported "No More 404" sites.
This is a collection of web page captures from links added to, or changed on, Wikipedia pages. The idea is to bring a reliability to Wikipedia outlinks so that if the pages referenced by Wikipedia articles are changed, or go away, a reader can permanently find what was originally referred to.
This is part of the Internet Archive's attempt to
rid the web of broken links
.
The Wayback Machine - https://web.archive.org/web/20141213022932/http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/01/26/0032.html
IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Le
From:
apakabar@clark.net
Date:
Sun Jan 26 1997 - 13:56:00 EST
From: John MacDougall <
apakabar@clark.net
>
Received: (from apakabar@localhost) by clark.net (8.8.4/8.7.1) id RAA17684 for
reg.indonesia@conf.igc.apc.org
; Sun, 26 Jan 1997 17:55:42 -0500 (EST)
Subject: IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Legislatif
Forwarded message:
From
owner-indonesia-p@igc.org
Sun Jan 26 17:46:47 1997
X-Authentication-Warning: igc7.igc.org: Processed from queue /var/spool/mqueue-maj
Content-Type: text/plain; charset="us-ascii"
Date: Mon, 27 Jan 1997 09:13:36 +1100 (EST)
From:
indonesia-p@igc.apc.org
Message-Id: <
199701262213.JAA07577@oznet02.ozemail.com.au
>
Mime-Version: 1.0
Subject: IN: KMP - Mencermati DCS Anggota Legislatif
To:
apakabar@clark.net
X-Mailer: Windows Eudora Version 1.4.4
X-Sender:
apakabar@ozemail.com.au
(Unverified)
Sender:
owner-indonesia-p@igc.apc.org
Precedence: bulk
INDONESIA-P
Kompas Online
Senin, 27 Januari 1997
_________________________________________________________________
Mencermati DCS Anggota Legislatif
Oleh H. Andi Amrullah
DAFTAR Calon Sementara (DCS) Anggota legislatif Pusat dan Daerah baru
saja diumumkan. Dari DCS itu masyarakat langsung dapat mengetahui
siapa-siapa yang bakal menjadi calon wakil mereka di lembaga-lembaga
perwakilan. Pelbagai tanggapan masyarakat diharapkan akan muncul
sehubungan dengan mencuatnya nama-nama yang selama ini sempat
menimbulkan teka-teki bagi masyarakat; teka-teki yang berasal dari
cara penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota legislatif.
Seperti diketahui, OPP (Organisasi Peserta Pemilu) berdasarkan
tahapan-tahapan Pemilu, beberapa waktu yang lalu telah
menginventarisasikan sejumlah nama yang pantas di tampilkan sebagai
wakil rakyat berdasarkan kriteria PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas
dan Tidak-tercela).
Banyak nama yang sudah dikenal oleh masyarakat sebelumnya karena
aktivitasnya dalam organisasi, peran aktifnya dalam masyarakat dan
sebagainya. Banyak pula nama-nama yang hanya dikenal oleh elit
kekuasaan, tetapi masih asing bagi masyarakat banyak.
PDLT
Kriteria PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak-tercela)
sesungguhnya merupakan versi OPP yang bersangkutan. Banyak anggota
masyarakat yang justru berbeda pendapat dengan pimpinan OPP dalam
menetapkan kriteria ini. Tapi masyarakatpun pada dasarnya tidak
terlalu mempersoalkan kriteria tersebut.
Masalahnya paling-paling adalah apakah sang calon anggota legislatif
itu mampu menyerap dan memperjuangkan aspirasi mereka atau tidak. Bagi
calon anggota legislatif yang sudah dikenal dan dinilai mampu
bertindak sebagai "wakil rakyat" tentunya tidak akan mengalami banyak
kesulitan dalam menjalankan tugasnya kelak. Sebaliknya bagi yang belum
dikenal oleh masyarakat tentu penampilannya akan selalu diikuti dengan
sorotan.
Anggota DPR(D) adalah politikus yang dalam berpolitik praktis harus
mampu menyeimbangkan perannya sebagai wakil rakyat di satu pihak dan
sebagai mitra Pemerintah eksekutif di lain pihak. Kesulitan yang akan
dihadapi oleh para caleg setelah menduduki kursi "empuk" di DPR,
khususnya di DPRD adalah manakala terjadi benturan kepentingan antara
Pemerintah dengan rakyat.
Pemerintah eksekutif dalam menjalankan tugasnya bertitik tolak kepada
keterbatasan anggaran yang ada dalam APBN/APBD, sementara kepentingan
rakyat begitu banyak dan komplek yang tidak mungkin dapat
diperjuangkan keseluruhannya oleh para anggota DPR(D) tersebut.
Disinilah diperlukan adanya kearifan, ketepatan, kesigapan dan
kecepatan anggota legislatif dalam mengantisipasi semua hal yang
mungkin terjadi.
Sebagai pengamat politik, kita tentunya dapat memahami kondisi yang
ada. Meskipun demikian kita juga berharap peran anggota legislatif itu
cukup transparan agar jangan sampai mereka dinilai masyarakat hanya
pandai mengiyakan kemauan pemerintah eksekutif saja.
Tata tertib di DPR(D) membatasi aktivitas mereka untuk bersuara atau
menyuarakan aspirasi rakyat. Aktivitas mereka hanya dapat diketahui
atau dimonitor lewat rapat-rapat komisi, rapat fraksi, dengar pendapat
dengan Pemerintah dan peninjauan lapangan. Pendapat yang dilontarkan
mereka dalam media massa harus dengan sepengetahuan fraksi
masing-masing. Jika tidak, mereka akan dicap oleh fraksinya sebagai
indisipliner atau tidak loyal. Inilah belenggu yang membatasi
aktivitas mereka untuk berbicara bebas dan vokal sebagai wakil rakyat.
Fraksi sebagai perpanjangan tangan organisasi sosial politiknya juga
terkait dengan suatu komitment yang tidak bisa dilanggar. Dari sinilah
asal usul munculnya kriteria PDLT tersebut.
Prestasi anggota Dewan dinilai bukan saja di dalam Dewan itu sendiri
tetapi juga dalam kegiatan kesehariannya sebagai fungsionaris
orsospol. Anggota Dewan haruslah orang yang mampu beradu argumentasi
dengan pihak pemerintah eksekutif dan tidak semata-mata mengaminkan
apa yang menjadi kemauan mitranya. Mereka harus berani memperjuangkan
sesuatu yang rasional sepanjang aspirasi itu ditunjang oleh dana yang
tersedia. Dedikasi anggota Dewan berkaitan dengan tugas yang
diembannya serta tanggung jawabnya. Loyalitas mereka dinilai dari
ketaatan dan kepatuhan menjalankan instruksi organisatoris. Sedangkan
kriteria tidak tercela lebih banyak mengacu kepada sikap dan sifat
serta perbuatannya sehari-hari sebagai wakil rakyat.
Yang dicalonkan sebagai wakil rakyat di Pusat mempunyai beban yang
lebih berat, karena kedudukan DPR sama tinggi dengan Pemerintah.
Bahkan anggota DPR-RI dituntut memiliki kemampuan yang seimbang dengan
Pemerintah. Mereka harus lebih berani memberikan koreksi atas
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Berbeda dengan anggota DPRD.
Mereka adalah mitra eksekutif yang tugas pokoknya adalah mengamankan
kebijaksanaan pemerintah eksekutif tersebut.
Tugas anggota DPR pun lebih berat daripada tugas anggota DPRD. Seperti
kita ketahui anggota DPR adalah pembuat Undang-undang yang akan
mengikat seluruh rakyat, sementara anggota DPRD adalah pembuat
Peraturan Daerah yang hanya mengikat Daerah yang bersangkutan.
Rancangan UU dan Raperda umumnya datang dari Pemerintah. DPR(D) hanya
berkwajiban membahas Rancangan tersebut sebelum disyahkan dan
diundangkan menjadi UU dan Perda. Anggota legislatif lebih banyak
menerima Rancangan UU/Raperda daripada mengajukan RUU/Raperda tersebut
karena disadari bahwa hanya Pemerintah yang memiliki kemampuan teknis
dalam melaksanakan UU dan atau Perda itu. Hak prakarsa Dewan belum
sepenuhnya bisa digunakan.
Kemampuan teknis seperti ini tidak banyak dimiliki oleh anggota Dewan.
Itulah sebabnya kita lihat kedudukan Pemerintah (eksekutif) sepertinya
lebih kuat daripada anggota Dewan itu sendiri. Tapi ini tidak berarti
anggota Dewan harus berdiam diri saja. Mereka mempunyai hak untuk
menolak RUU/Raperda serta banyak cara lagi yang bisa digunakan untuk
meyakinkan rakyat yang diwakilinya bahwa mereka telah berbuat sesuatu
secara maksimal dalam rangka memperjuangkan aspirasi rakyat.
Wakil rakyat
Praktek ketatanegaraan kita menunjukkan bahwa sesungguhnya wakil
rakyat itu adalah Orsospol yang memilih dan menetapkan calonnya yang
akan duduk atau didudukkan di lembaga-lembaga perwakilan.
Masyarakat cukup mempercayakan saja kepada Orsospol itu untuk
menyaring siapa-siapa yang bisa diharapkan mampu berbuat sesuatu yang
terbaik untuk rakyat. Karena itu tanggapan masyarakat terhadap
calon-calon anggota legislatif yang ada dalam DCS harus betul-betul
diperhatikan oleh Orsospol peserta Pemilu itu. Jangan sampai tanggapan
masyarakat hanya dijadikan basa basi belaka.
Dalam DCS juga terlihat adanya caleg yang dinilai masyarakat belum
memiliki kemampuan minimal sebagai wakil rakyat. Mereka bukan hanya
tidak atau belum dikenal oleh rakyat tetapi juga dipandang belum
memiliki bobot yang memadai untuk bisa disebut "wakil rakyat".
Dalam pengamatan kita, memang banyak anggota Dewan dalam rapat-rapat
di Dewan itu sendiri yang lebih banyak diamnya daripada ikut berbicara
atau menanggapi RUU atau Raperda karena keterbatasan pengetahuan
mengenai masalah yang di bahas. Itulah kendala obyektif atau kelemahan
mendasar yang dihadapi oleh DPR(D) kita selama ini.
Dalam DCS untuk DPR RI juga terlihat ada caleg yang belum pernah
ditempa dengan suatu pengalaman di DPRD. Mereka tiba-tiba muncul dalam
DCS hanya karena penilaian Orsospol dan atau mitranya seperti yang
dikenal dalam Golkar: kesepakatan 3 jalur (A, B dan G). Memang sangat
ideal seandainya calon itu telah berpengalaman di DPRD sebelum
diorbitkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Sementara itu ada pula masyarakat yang menilai bahwa diluar DCS
sebenarnya banyak kader-kader yang lebih berkemampuan dan berbobot,
tetapi tidak terjaring dan tersaring. Tapi itulah politik dan sistim
politik kita. Kita tidak bisa menyalahkan Orsospol dalam hal ini.
Yang terpenting sekarang, para caleg harus betul-betul mampu mengemban
aspirasi rakyat dan memperjuangkannya. Seandainya gagal juga,
masyarakat akan sangat gembira apabila pada waktu reses mereka mau
kembali ke daerah pemilihan untuk menjelaskan hal-hal yang telah
diperjuangkannya di Pusat atau di daerah Tk I dan II. Ini adalah satu
aspek dari unsur kualitas anggota yang diharapkan lebih baik dari
periode sebelumnya.
(* Prof H Andi Amrullah SH, Guru Besar FH UNLAM Banjarmasin,
Kalimantan Selatan.)