Puisi
(
Jawi
:
??????
serapan
Belanda
:
poezie
daripada akar
bahasa Yunani Purba
:
ποι?ω/ποι?
poieo/poio = "saya mencipta"
[1]
) adalah sebuah
seni
penulisan
yang mengarang dengan memilih, menyusun atau mengatur dan menata unsur-unsur
bahasa
ditulis (baik
ayat
dan
perkataan
serta corak atau pola) dalam bentuk indah menyampaikan intipati yang bertujuan mempertajam kesadaran orang akan pengalaman serta membangkitkan tanggapan khusus.
[2]
[3]
Ia boleh berdiri secara sendiri, dan boleh juga disulam dalam seni lain seperti
drama puisi
,
gita puja
atau
lirik
. Dalam bentuk seni ini, seorang pengkarya yang menciptakan gubahan kata sebegini ?yakni, seorang
pemuisi
,
penyajak
atau
penyair
? menggunakan
bahasa
untuk menambah mutu
estetika
pada makna semantik.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter, dan rima adalah yang membezakan puisi dari
prosa
. Namun perbezaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membezakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tetapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala daya kreatif. Selain itu, puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain masuk ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa sahaja diinginkan oleg si pengarang (melingkar, zig zag, dan lain-lain); hal tersebut membolehkan
penulis
untuk menunjukkan pemikirannya sesuka hati. Puisi kadang hanya berisi satu kata/suku
kata
yang terus diulang-ulang - bagi pembaca, hal tersebut mungkin membuat puisi menjadi tidak atau kurang bisa diertikan, namun penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Penulisan puisi itu lazimnya tiada batasan Ada beberapa perbezaan antara
puisi lama
dan
puisi baru
. Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri iaitu 'pemadatan kata'. Kebanyakan penyair aktif sekarang, baik pemula ataupun bukan, lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
Ekspresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
- Kinestetik iaitugerak anggota tubuh.
- Kejelasan artikulasi
Artikulasi iaitu ketepatan dalam melafalkan kata-kata.
- Timbre iaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
- Dinamik artinya keras lembut, tinggi rendahnya suara.
- Intonasi atau lagu suara.
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut:
- Tekanan dinamik iaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
- Tekanan nada tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan sebagainya.
- Tekanan tempo iaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Unsur-unsur puisi meliputi struktur yang kelihatan atau tampak tersurat dalam bacaan serta yang tersirat batin di dalamnya.
Struktur fisik puisi terdiri dari:
- Perwajahan puisi (
tipografi
)
bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
- Diksi
? pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
- Bayangan
? kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman inderawi seperti
penglihatan
,
pendengaran
dan
perasaan
. Ia dapat dibahagi menjadi tiga iaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
- Kata konkret ? kata yang dapat ditangkap dengan indra yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata konkret “salju" melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dan lain-lain. Sedangkan kata konkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain.
- Gaya bahasa
atau
majas
? penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, ertinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Adapun macam-macam majas antara lain
metafora
,
simile
,
personifikasi
,
litotes
,
ironi
,
sinekdoke
,
eufemisme
,
repetisi
,
anafora
,
pleonasme
,
antitesis
,
alusio
,
klimaks
,
antiklimaks
,
satira
,
pars pro toto
,
totem pro parte
, dan
paradoks
.
- Rima
atau
irama
- persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah dan akhir baris puisi. Rima mencakupi:
- Onomatopoeia
(tiruan terhadap bunyi yang tidak dapa dihasilkan secara semula kafi)
- Bentuk intern pola bunyi (
aliterasi
,
asonansi
, persamaan akhir dan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
- Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Struktur batin puisi terdiri dari:
- Tema
/makna (
sense
)
, media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
- Rasa (
feeling
)
? sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
- Nada
(
tone
)
? sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain.
- Amanat/tujuan/maksud (
intention
)
? pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
Menurut zamannya, puisi dibezakan atas puisi lama dan puisi baru.
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain:
- Jumlah kata dalam 1 baris
- Jumlah baris dalam 1 bait
- Persajakan (rima)
- Banyak suku kata tiap baris
- Irama
Ciri puisi lama:
- Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contoh:
- Assalamu’alaikum putri satulung besar
- Yang beralun berilir simayang
- Mari kecil, kemari
- Aku menyanggul rambutmu
- Aku membawa sadap gading
- Akan membasuh mukamu
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka. Contoh pantun nasihat:
- Kalau ada jarum patah
- Jangan dimasukkan ke dalam peti
- Kalau ada kataku yang salah
- Jangan dimasukkan ke dalam hati
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek. Contoh:
- Dahulu parang sekarang besi (a)
- Dahulu sayang sekarang benci (a)
Seloka adalah pantun berkait. Contoh:
- Lurus jalan ke Payakumbuh,
- Kayu jati bertimbal jalan.
- Di mana hati tak kan rusuh,
- Ibu mati bapak berjalan.
Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat. Contoh:
- Kurang pikir kurang siasat (a)
- Tentu dirimu akan tersesat (a)
- Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)
- Bagai rumah tiada bertiang (b)
- Jika suami tiada berhati lurus (c)
- Istri pun kelak menjadi kurus (c)
Syair adalah puisi yang bersumber dari
Arab
dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita. Contoh:
- Pada zaman dahulu kala (a)
- Tersebutlah sebuah cerita (a)
- Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
- Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris. Contoh:
- Kalau anak pergi ke pekan
- Yu beli belanak pun beli sampiran
- Ikan panjang beli dahulu
- Kalau anak pergi berjalan
- Ibu cari sanak pun cari isi
- Induk semang cari dahulu
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
- Bentuknya rapi, simetris;
- Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
- Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
- Sebagian besar puisi empat seuntai;
- Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
- Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar): 4-5 suku kata.
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Gita puja adalah puisi yang dikarang untuk pengangungan sesuatu kuasa - ia lazimnya dipakai untuk menyembah
Tuhan
namun ia juga bisa dikarang untuk tokoh lain yang dianggap gah dan layak diberikan penghormatan tinggi sebolehnya seperti
tanah air
,
alma mater
atau
pahlawan
. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau
almamater
(Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan. Contoh:
- Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
- Mengagungkan namaMu dengan cara sendiri
- Menggeliat derita pada lekuk dan liku
- bawah sayatan khianat dan dusta.
- Dengan hikmat selalu kupandang patungMu
- menitikkan darah dari tangan dan kaki
- dari mahkota duri dan membulan paku
- Yang dikarati oleh dosa manusia.
- Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
- dunia kehilangan sumber kasih
- Besarlah mereka yang dalam nestapa
- mengenalMu tersalib di dalam hati.
- (Saini S.K)
Ode adalah sajak lirik untuk menyatakan pujian terhadap seseorang, benda, peristiwa yang dimuliakan, dan sebagainya
[4]
. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum. Contoh:
- Generasi Sekarang
- Di atas puncak gunung fantasi
- Berdiri aku, dan dari sana
- Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
- Generasi sekarang di panjang masa
- Menciptakan kemegahan baru
- Pantun keindahan Indonesia
- Yang jadi kenang-kenangan
- Pada zaman dalam dunia
- (Asmara Hadi)
Epigram (pinjaman
Yunani
:
?π?γραμμα
,
rumi:
epigramma
adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup berkandungkan nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman atau ikhtibar serta diteladani. Contoh:
- Hari ini tak ada tempat berdiri
- Sikap lamban berarti mati
- Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
- Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
- (Iqbal)
Romansa (pinjaman
Perancis
:
romance
)) adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih yang sering menerapkan keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang. Contoh:
- Senja di Pelabuhan Kecil
- Ini kali tidak ada yang mencari cinta
- di antara gudang, rumah tua, pada cerita
- tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
- menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
- Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
- menyinggung muram, desir hari lari berenang
- menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
- dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
- Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
- menyisir semenanjung, masih pengap harap
- sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
- dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
- (
Chairil Anwar
)
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari
bahasa Latin
Satura
yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim, dsb.). Contoh:
- Aku bertanya
- tetapi pertanyaan-pertanyaanku
- membentur jidat penyair-penyair salon,
- yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
- sementara ketidakadilan terjadi
- di sampingnya,
- dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
- termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
- (
WS Rendra
)
Distikon
, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai). Contoh:
- Berkali kita gagal
- Ulangi lagi dan cari akal
- Berkali-kali kita jatuh
- Kembali berdiri jangan mengeluh
- (
Or. Mandank
)
Terzina
, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai). Contoh:
- Dalam ribaan bahagia datang
- Tersenyum bagai kencana
- Mengharum bagai cendana
- Dalam bah’gia cinta tiba melayang
- Bersinar bagai matahari
- Mewarna bagaikan sari
- (
Sanusi Pane
)
Kuatren
, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai). Contoh:
- Mendatang-datang jua
- Kenangan masa lampau
- Menghilang muncul jua
- Yang dulu sinau silau
- Membayang rupa jua
- Adi kanda lama lalu
- Membuat hati jua
- Layu lipu rindu-sendu
- (
A.M. Daeng Myala
)
Kuint
, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
- Hanya Kepada Tuan
- Satu-satu perasaan
- Hanya dapat saya katakan
- Kepada tuan
- Yang pernah merasakan
- Satu-satu kegelisahan
- Yang saya serahkan
- Hanya dapat saya kisahkan
- Kepada tuan
- Yang pernah diresah gelisahkan
- Satu-satu kenyataan
- Yang bisa dirasakan
- Hanya dapat saya nyatakan
- Kepada tuan
- Yang enggan menerima kenyataan
- (Or. Mandank)
Sekstet
, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai). Contoh:
- Merindu Bagia
- Jika hari’lah tengah malam
- Angin berhenti dari bernapas
- Sukma jiwaku rasa tenggelam
- Dalam laut tidak terwatas
- Menangis hati diiris sedih
- (Ipih)
Septima
, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai). Contoh:
- Indonesia Tumpah Darahku
- Duduk di pantai tanah yang permai
- Tempat gelombang pecah berderai
- Berbuih putih di pasir terderai
- Tampaklah pulau di lautan hijau
- Gunung gemunung bagus rupanya
- Ditimpah air mulia tampaknya
- Tumpah darahku Indonesia namanya
- (
jawir
)
Oktaf
/
Stanza
, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai). Contoh:
- Awan
- Awan datang melayang perlahan
- Serasa bermimpi, serasa berangan
- Bertambah lama, lupa di diri
- Bertambah halus akhirnya seri
- Dan bentuk menjadi hilang
- Dalam langit biru gemilang
- Demikian jiwaku lenyap sekarang
- Dalam kehidupan teguh tenang
- (
Sanusi Pane
)
Soneta
, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata
sonneto
(
Bahasa Italia
) perubahan dari kata
sono
yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri
Belanda
diperkenalkan oleh
Muhammad Yamin
dan
Roestam Effendi
, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris). Contoh:
- Gembala
- Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
- Melihat anak berelagu dendang ( b )
- Seorang saja di tengah padang ( b )
- Tiada berbaju buka kepala ( a )
- Beginilah nasib anak gembala ( a )
- Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
- Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
- Pulang ke rumah di senja kala ( a )
- Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
- Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
- Melagukan alam nan molek permai ( a )
- Wahai gembala di segara hijau ( c )
- Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
- Maulah aku menurutkan dikau ( c )
- (
Muhammad Yamin
)
Kata
kontemporer
secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan pula sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata yang makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Puisi mantra
adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra.
Sutardji Calzoum Bachri
adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
- Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
- Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
- Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
- Shang Hai
- ping di atas pong
- pong di atas ping
- ping ping bilang pong
- pong pong bilang ping
- mau pong? bilang ping
- mau mau bilang pong
- mau ping? bilang pong
- mau mau bilang ping
- ya pong ya ping
- ya ping ya pong
- tak ya pong tak ya ping
- ya tak ping ya tak pong
- sembilu jarakMu merancap nyaring
- (
Sutardji Calzoum Bachri
dalam
O Amuk Kapak
,
1981
)
Puisi mbeling
adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah
Aktuil
yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya iaitu
Remy Silado
, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Puisi mbeling adalah bagian dari gerakan mbeling yang dicetuskan oleh Remy silado, suatu gerakan yang ditujukan untuk mendobrak sikap rezim orde baru yang dianggap feodal dan munafik. Dalam bahasa Jawa mbeling berarti nakal atau memberontak terhadap kemapanan dengan cara cara yang menarik perhatian
[5]
. Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Puisi mbeling berciri mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
- Sajak Sikat Gigi
- Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
- Di dalam tidur ia bermimpi
- Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
- Ketika ia bangun pagi hari
- Sikat giginya tinggal sepotong
- Sepotong yang hilang itu agaknya
- Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
- Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
- (
Yudhistira Ardi Nugraha
dalam
Sajak Sikat Gigi
,
1974
)
Selain itu, puisi mbeling juga menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan, dan menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini,
Taufik Ismail
menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Puisi konkret
adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya. Contoh:
- Doktorandus Tikus I
- selusin toga
- me
- nga
- nga
- seratus tikus berkampus
- diatasnya
- dosen dijerat
- profesor diracun
- kucing
- kawin
- dan bunting
- dengan predikat
- sangat memuaskan
- (
F.Rahardi
dalam
Soempah WTS
,
1983
)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
- Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (
rima
) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
- Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
- Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
- Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
Puisi santai adalah puisi yang tidak terlalu ambisius untuk menjadi puisi. Ia lahir dari pengalaman sehari-hari yang tidak dapat diremehkan. Ia tidak bersaing dengan puisi kontemporer yang masih mengandung unsur dialog keras dengan para pendahulunya, seperti kelahiran kembali mantra pada puisi Sutardji Calzoum Bachri.
Puisi-puisi santai ini belum banyak dibuat jadi buku, namun kemunculannya dapat dipandang sebagai gejala yang disebabkan oleh budaya baru masyarakat digital. Para penyair ini menukil karya mereka di wahana
media sosial
mengasah peristiwa sehari-hari dalam sajian bahasa puitis. Mereka bebas memilih gaya: mantra, pantun, lirik, dramatik, humor dan sebagainya.