Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Takhta Serunai
adalah istilah yang digunakan untuk merujuk singgasana dari Kaisar Jepang. Penggunaan istilah "Takhta Serunai" juga dapat digunakan untuk merujuk kepala negara dan Kekaisaran Jepang itu sendiri.
Bunga Seruni
(菊花,
kikuka
dalam
bahasa Jepang
), terpapar dalam tanda kepangkatan yang digunakan oleh
Kaisar Jepang
.
Kekaisaran Jepang merupakan monarki tertua di dunia. Menurut buku sejarah Jepang,
Nihonshoki
, Kekaisaran Jepang didirikan oleh
Kaisar Jinmu
pada
660 SM
dan kaisar yang terkini,
Akihito
, adalah kaisar yang ke-125. Ini berdasarkan catatan yang tertulis sejak masa pemerintahan
Kaisar Ojin
pada awal
abad ke-5
. Walaupun delapan orang
Maharani (kaisar wanita)
pernah memerintah Jepang pada suatu masa, ini tidak mungkin lagi terjadi pada masa kini akibat undang-undang yang dibuat oleh
Badan Rumah Tangga Kekaisaran
dan Badan Penasehat Raja pada pertengahan abad ke-19. Kaisar Jepang (天皇,
tenn?
, "penguasa surgawi") bertindak sebagai pendeta tertinggi dalam agama
Shinto
, walaupun kuasanya telah dikurangkan oleh konstitusi setelah
Perang Dunia II
.
Menurut konstitusi Jepang, sang Kaisar merupakan simbol kesatuan negara dan rakyat. Ia tidak memiliki kuasa politik yang sebenarnya dan dianggap sebagai kepala negara seremonial dan seorang
monarki konstitusional
.
Pemerintah Jepang saat ini tengah menyusun rancangan undang-undang guna merevisi Undang-Undang Rumah Tangga Kekaisaran yang terutama bermaksud untuk memungkinkan pengangkatan wanita menjadi Maharani (kaisar wanita), juga kaisar dari garis keturunan wanita. Rancangan undang-undang tersebut ditargetkan akan diserahkan pada badan legislatif/Diet bulan Maret 2006.
Badan konsultatif yang dibentuk Perdana Menteri
Koizumi
guna membahas revisi ini November 2005 mengajukan laporan pengajuan berupa Konferensi Pakar Mengenai Undang-Undang Rumah Tangga Kekaisaran, diketuai oleh Hiroyuki Yoshikawa, mantan Rektor Universitas Tokyo. Konferensi ini membahas hal-hal mengenai nama sebutan untuk pria yang masuk ke dalam keluarga kaisar dengan jalan menjadi suami dari Maharani. Muncul beberapa usulan untuk menetapkan gelar '
kouhai
'(皇配) atau '
kousei
' (皇?) bagi suami Maharani.
Poin-poin penting dalam laporan akhir itu, yakni:
- Gelar kaisar (天皇,
tenn?
) dan putra mahkota (皇太子,
k?taishi
) dapat dipergunakan untuk wanita.
- Suami Maharani menyandang sapaan resmi 'Baginda' (陛下,
heika
) sama seperti sapaan resmi untuk kaisar/Maharani dan permaisuri, sedangkan keluarga kaisar lain menyandang sapaan resmi 'Paduka' (殿下,
denka
),
- dan poin-poin lainnya.