Suku Madura
(
Bahasa Madura
:
Oreng Madhura
) merupakan salah satu etnis dengan populasi besar di
Indonesia
, jumlahnya sekitar 7.179.356 juta jiwa (sensus 2010). Mereka berasal dari
Pulau Madura
dan pulau-pulau sekitarnya (
Pulau Puteran
,
Pulau Gili Iyang
,
Pulau Sapudi
,
Pulau Gili Raja
,
Pulau Giligenting
,
Pulau Raas
, dan lain-lain). Suku Madura adalah suku perantau yang banyak tersebar di beberapa wilayah-wilayah Indonesia. Selain di Indonesia, beberapa orang Madura perantauan juga dapat ditemui di negara tetangga yaitu
Malaysia
dan
Singapura
.
[2]
Persebaran
Suku Madura berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti
Gili Raja
,
Sapudi
, dan
Raas
. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur
Jawa Timur
biasa disebut wilayah
Tapal Kuda
, dari
Pasuruan
sampai utara
Banyuwangi
. Orang Madura yang berada di
Situbondo
,
Bondowoso
, sebelah timur
Probolinggo
, utara
Lumajang
, dan utara
Jember
, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa
berbahasa Jawa
, juga Surabaya utara, serta sebagian Malang. ada juga yang menetap di
Bawean
, di negeri jiran
Malaysia
,
Timor Leste
,
Brunei Darussalam
misalnya juga ada, mereka ada yang menjadi penduduk tetap (sudah dapat IC/ surat tinggal selamanya.), Bahkan ada juga di negara negara
Timur Tengah
.
Demografi
Suku Madura hidup tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia
, terutama di wilayah bagian utara
Jawa Timur
yang meliputi
Pulau Madura
dan
Kawasan Tapal Kuda
.
[3]
Selain itu, orang Madura juga banyak yang merantau ke wilayah lain terutama ke
Kalimantan
,
Jabodetabek
,
Bali
, juga ke negara-negara di
Timur Tengah
khususnya
Arab Saudi
. Beberapa kota di
Kalimantan
seperti
Sampit
dan
Sambas
, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura disebabkan oleh kesenjangan sosial, tetapi sekarang kesenjangan itu sudah mereda dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun kembali.
[
butuh rujukan
]
Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi, ramah, giat bekerja dan ulet, mereka suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar. Namun, tidak sedikit pula di antara mereka yang menjadi tokoh nasional seperti:
Selain itu banyak juga terdapat tokoh pejuang kemerdekaan yang layak menjadi
Pahlawan nasional Indonesia
Seperti:
Madura masih menyimpan banyak tokoh ulama seperti
Kepercayaan
Mayoritas masyarakat suku Madura hampir 100 % beragama Islam, bahkan suku Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat taat dalam beragama Islam, seperti halnya
suku Melayu
atau
suku Bugis
yang juga sangat menjunjung agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pondok pesantren miftahul ulum panyepen, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, pondok pesantren Al hamidiy banyuanyar Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten Pamekasan, Pondok pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di desa Guluk-Guluk, Pondok Pesantren Al-Amin di Sumenep dan, Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok Pesantren Attaraqqi Sampang, dan pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri ribuan, ratusan, dan puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekadar mengajar ilmu agama tetapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan peduli pada nasib rakyat kecil.
Karakter
Suku Madura dikenal dengan intonasi bicaranya yang keras dan terdengar kasar. Walaupun begitu mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual
Pethik Laut
atau
Rokat Tasse
(sama dengan larung sesaji).
[
butuh rujukan
]
Sekali pun berpendapatan kecil pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji.
Budaya sosial
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa
lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata
. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi
carok
pada masyarakat Madura, tetapi tradisi lambat laun melemah seiring dengan terdidiknya kaum muda di pelosok desa, dahulu mereka memakai kekuatan emosional dan tenaga saja, tetapi kini mereka lebih arif dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada.
Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan) dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama daripada orang Madura Barat.
[
butuh rujukan
]
Orang Madura Barat lebih banyak merantau daripada Madura Timur.
[
butuh rujukan
]
Hal ini, disebabkan Madura Barat lebih gersang daripada Madura Timur yang dikenal lebih subur.
[
butuh rujukan
]
Referensi
Pranala luar