"Rukiah" beralih ke halaman ini. Untuk penyair Indonesia, lihat
S. Rukiah
.
Roekiah
(
EYD
Rukiah
;
[ru?kiah]
) (31 Desember 1917 – 2 September 1945) sering ditulis sebagai
Miss Roekiah
,
[a]
adalah
aktris
dan penyanyi
keroncong
Indonesia
. Seorang putri dari pasangan pemain sandiwara, ia memulai kariernya pada usia tujuh tahun; pada tahun 1932 ia terkenal di
Batavia
,
Hindia Belanda
(kini Jakarta, Indonesia), sebagai penyanyi dan pemain sandiwara. Pada masa ini, ia bertemu dengan
Kartolo
, yang ia nikahi pada tahun 1934. Pasangan ini bermain dalam film
Terang Boelan
pada tahun 1937. Dalam film tersebut, Roekiah dan
Rd Mochtar
berperan sebagai sepasang kekasih.
Setelah film tersebut sukses secara komersial, Roekiah, Kartolo, dan sebagian besar pemeran dan kru
Terang Boelan
dikontrak oleh
Tan's Film
, dan pertama kali bermain dalam film
Fatima
yang diproduksi oleh perusahaan tersebut pada tahun 1938. Roekiah dan Mochtar kembali beradu akting dalam dua film sebelum Mochtar hengkang dari Tan's Film pada tahun 1940; melalui film-film ini, Roekiah dan Mochtar menjadi pasangan layar lebar pertama di Hindia Belanda. Pengganti Mochtar,
Rd Djoemala
, beradu akting dengan Roekiah dalam empat film, meskipun film-film tersebut tidak begitu sukses. Setelah
Jepang menduduki Indonesia
pada tahun 1942, Roekiah hanya bermain dalam satu film menjelang kematiannya; sebagian besar waktunya ia habiskan untuk menghibur para tentara Jepang.
Semasa hidupnya, Roekiah adalah seorang ikon
mode
dan kecantikan, penampilannya dalam sejumlah iklan dan lukisan kerap dibandingkan dengan
Dorothy Lamour
dan
Janet Gaynor
. Meskipun sebagian besar film-film yang ia bintangi saat ini sudah hilang, ia tetap dikatakan sebagai seorang pelopor perfilman, dan sebuah artikel tahun 1969 menyatakan bahwa "pada zamannya [Roekiah] telah mencapai suatu popularitas yang boleh dikatakan sampai sekarang belum ada bandingannya".
Dari kelima anaknya dengan Kartolo, salah satunya ?
Rachmat Kartolo
? juga berkecimpung di dunia akting.
Kehidupan awal
Roekiah lahir di
Bandung
,
Priangan
,
Hindia Belanda
, pada tahun 1917, putri dari pasangan Muhammad Ali dan Ningsih, pemain sandiwara pada rombongan Opera Poesi Indra Bangsawan;
Ali berasal dari
Belitung
, sedangkan Ningsih berdarah
Sunda
dan berasal dari
Cianjur
.
[3]
Selain belajar akting dari kedua orang tuanya, Roekiah juga belajar kerajinan tangan bersama para anggota rombongan lainnya.
Roekiah dan kedua orang tuanya terus-terusan bepergian, sehingga Roekiah tidak mempunyai waktu untuk menempuh
pendidikan formal
.
Pada pertengahan 1920-an, mereka bergabung dengan rombongan sandiwara lain bernama Opera Rochani.
Meskipun ditentang oleh keluarganya, Roekiah bersikeras ingin ikut serta main sandiwara, dan meminta izin pada ibunya untuk tampil di atas panggung. Ningsih setuju, dengan syarat ia hanya diperbolehkan tampil sekali. Saat berusia tujuh tahun, Roekiah tampil di panggung untuk pertama kalinya, Muhammad Ali ? yang tidak mengetahui perjanjian antara istri dan putrinya ? bergegas ke atas panggung dan menyuruh Roekiah agar berhenti bernyanyi. Akibatnya, Roekiah menolak makan sampai kedua orang tuanya akhirnya mengalah.
[6]
Setelah itu, Roekiah tampil secara rutin bersama rombongan sandiwara.
Pada tahun 1932, saat bergabung dengan Palestina Opera di
Batavia
(kini Jakarta), Roekiah berhasil menjadi seorang aktris sandiwara dan penyanyi
keroncong
terkenal. Ia dikagumi tidak hanya karena suaranya, tetapi juga karena kecantikannya.
[7]
Saat bersama Palestina Opera, ia bertemu dengan calon suaminya,
Kartolo
; seorang aktor, pianis, dan penulis lagu dalam rombongan. Mereka berdua menikah saat Roekiah berusia tujuh belas tahun.
Pasangan baru ini mengambil cuti selama sebulan dan kemudian bergabung dengan grup Faroka untuk menjalani tur di
Singapura
, dan kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1936.
[8]
Karier film
Kemitraan dengan Rd Mochtar
Pada tahun 1937, Roekiah bermain film untuk pertama kalinya dengan berperan sebagai aktris utama dalam film
Terang Boelan
karya
Albert Balink
. Ia dan lawan mainnya,
Rd Mochtar
,
[b]
berperan sebagai sepasang kekasih yang kawin lari agar karakter Roekiah tidak dinikahi oleh seorang penyelundup
opium
;
Kartolo juga memiliki peran kecil. Film ini sukses secara komersial, meraup lebih dari 200.000
Dolar Selat
saat dirilis secara internasional;
sejarawan film Indonesia,
Misbach Yusa Biran
, menyebut Roekiah sebagai "dinamit" yang menyebabkan kesuksesan film.
Setelah kesuksesan
Terang Boelan
,
Algemeen Nederlandsch Indisch Filmsyndicaat
yang memproduksi film tersebut memutuskan untuk berhenti memproduksi
film fiksi
.
Menurut wartawan W. Imong, akibat tidak memiliki pekerjaan dan depresi setelah kematian ibunya, Roekiah "suka diam-diam, bermenung-menung sebagai seorang yang mengandung sakit jiwa".
[c]
Untuk mengalihkan perhatian istrinya, Kartolo mengumpulkan para pemeran
Terang Boelan
lainnya dan mendirikan Terang Boelan Troupe. Grup ini menggelar tur ke Singapura dan akhirnya berhasil membuat Roekiah melupakan kesedihannya.
Setelah rombongan ini kembali ke Hindia Belanda, sebagian besar pemeran bergabung dengan
Tan's Film
,
termasuk Roekiah dan Kartolo; pasangan ini juga bergabung dengan grup musik keroncong
Lief Java
.
[d]
Bersama Tan's Film, para pemeran
Terang Boelan
bermain dalam film sukses
Fatima
pada tahun 1938, yang dibintangi oleh Roekiah dan Rd Mochtar. Dalam film ini, Roekiah memainkan peran utama ? seorang gadis muda yang menolak rayuan seorang pemimpin geng karena jatuh cinta pada seorang
nelayan
(Rd Mochtar).
Fatima
secara teliti mengikuti pola produksi yang diterapkan pada
Terang Boelan
.
[e]
Akting Roekiah dalam film ini dipuji secara luas. Salah seorang pengulas dari
Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie
menulis bahwa "pemeranan Roekiah yang sederhana mengenai ketidakadilan dalam pernikahan
adat
Melayu bahkan telah memikat para penonton Eropa",
[f]
sedangkan pengulas lainnya dari
Bataviaasch Nieuwsblad
menyatakan bahwa penampilan Roekiah diapresiasi oleh semua orang.
Fatima
sukses besar secara komersial; dengan anggaran 7.000
gulden
, film ini berhasil meraup 200.000 gulden.
Setelah kesuksesan film ini, Tan's terus memasangkan Roekiah dan Rd Mochtar dalam film-filmnya.
Mereka berdua menjadi pasangan
selebriti
layar lebar pertama di Hindia Belanda, dan dijuluki dengan
Charles Farrell
?
Janet Gaynor
Indonesia.
Kepopuleran Roekiah-Rd Mochtar sebagai pasangan layar lebar menyebabkan studio-studio lainnya mengikuti jejak Tan's dengan membentuk pasangan romantis ciptaan mereka sendiri.
The Teng Chun
misalnya, memasangkan
Mohamad Mochtar
dan
Hadidjah
dalam film
Alang-Alang
pada tahun 1939.
Untuk mempertahankan bintang baru mereka, Tan's Film menghabiskan uang dalam jumlah besar. Roekiah dan Kartolo menerima gaji bulanan sebesar 150 dan 50 gulden masing-masingnya, dua kali lebih besar dari honor yang mereka terima saat bermain
Terang Boelan
. Mereka berdua juga diberi sebuah rumah di Tanah Rendah, Batavia.
Roekiah dan Kartolo terus bermain dalam film-film produksi Tan's; Kartolo sering diberi peran-peran kecil dan komedi, sedangkan Roekiah menyanyikan lagu-lagu yang ditulis oleh suaminya.
Pada tahun 1939, mereka bermain film bersama, dengan Rd Mochtar berperan sebagai pasangan Roekiah, yakni dalam film
Gagak Item
yang terinspirasi dari cerita
Zorro
. Meskipun tidak sesukses film-film sebelumnya, film ini masih menguntungkan.
Seorang pengulas dari
Bataviaasch Nieuwsblad
memuji akting Roekiah yang "bersungguh-sungguh".
[g]
Film terakhir Roekiah bersama Rd Mochtar adalah
Siti Akbari
, yang dirilis pada tahun 1940. Cerita film ini kemungkinan terinspirasi dari
syair berjudul sama
karya
Lie Kim Hok
, dan menampilkan Roekiah sebagai
pemeran utama
. Filmnya sendiri mengisahkan mengenai seorang istri teraniaya yang tetap setia kepada suaminya meskipun ia telah berselingkuh.
Siti Akbari
diterima dengan baik, memperoleh pendapatan sebesar 1.000 gulden pada malam pertama pemutarannya di
Surabaya
,
[23]
meskipun pada akhirnya tidak berhasil meraup keuntungan yang setara dengan
Terang Boelan
atau
Fatima
.
Kemitraan dengan Djoemala
Ditengah-tengah perselisihan mengenai upah, Rd Mochtar keluar dari Tan's Film dan bergabung dengan pesaingnya, Populair Films, pada tahun 1940. Oleh sebab itu, Tan's mulai mencari pasangan baru untuk Roekiah.
Kartolo meminta seorang kenalannya, pengusaha jahitan bernama
Ismail Djoemala
, untuk menjadi lawan main baru bagi Roekiah. Meskipun Djoemala tidak pernah berakting sebelumnya, ia telah bernyanyi bersama grup Malay Pemoeda pada tahun 1929. Setelah Kartolo memintanya enam kali, Djoemala akhirnya setuju.
Perusahaan menganggap bahwa Djoemala yang rupawan dan berperawakan tinggi adalah pengganti yang cocok,
dan mempekerjakannya dengan
nama panggung
Djoemala.
Roekiah dan Djoemala pertama kali beradu akting dalam film
Sorga Ka Toedjoe
pada akhir 1940. Dalam film ini, Roekiah berperan sebagai seorang gadis muda yang dengan bantuan kekasihnya mampu mempersatukan kembali bibinya yang buta (
Annie Landouw
) dengan suaminya (Kartolo) setelah bertahun-tahun berpisah.
Seperti film-film sebelumnya, film ini juga sukses secara komersial
dengan ulasan yang positif.
Soerabaijasch Handelsblad
berpendapat bahwa Djoemala berakting sebaik, jika tidak lebih baik dari Rd Mochtar.
[29]
Ulasan lainnya di
Singapore Free Press
menulis bahwa "Roekiah memainkan peran pahlawan wanita dalam cara yang paling terpuji".
Bulan April tahun berikutnya, Tan's merilis
Roekihati
, dibintangi oleh Roekiah yang berperan sebagai gadis muda yang pergi ke kota demi mencari uang untuk keluarganya yang melarat, dan akhirnya menikah.
Penampilannya dalam film ini dipuji oleh
Bataviaasch Nieuwsblad
, yang menulis bahwa ia berhasil dengan baik memerankan peran yang sulit.
Pada tahun 1941, Roekiah dan Djoemala menyelesaikan
Poesaka Terpendam
,
film aksi yang mengisahkan mengenai dua kelompok ? ahli waris yang sah (termasuk Roekiah) dan segerombolan penjahat ? yang berlomba menemukan
harta karun
terpendam di
Banten
.
Roekiah dan Djoemala terakhir kali bermain bersama dalam film
Koeda Sembrani
pada awal 1942. Dalam film tersebut, yang diadaptasi dari
Kisah Seribu Satu Malam
, Roekiah berperan sebagai Putri Shams al-Nahar yang menunggangi seekor kuda terbang.
Film ini masih belum rampung ketika
Jepang menduduki Hindia Belanda
pada bulan Maret 1942,
dan baru ditayangkan pada bulan Oktober 1943.
Secara keseluruhan, Roekiah dan Djoemala telah bermain dalam empat film dalam dua tahun. Biran berpendapat hal ini membuktikan bahwa Tan's Film telah "menyia-nyiakan hartanya", karena pesaingnya memanfaatkan bintang-bintangnya untuk bermain dalam lebih banyak film; Java Industrial Film misalnya, pada tahun 1941 saja mampu memproduksi enam film yang dibintangi oleh Moh. Mochtar.
Meskipun terus sukses secara komersial,
film-film tersebut masih belum mampu menghasilkan keuntungan sebesar yang dihasilkan oleh film-film Roekiah sebelumnya.
Pendudukan Jepang dan kematian
Produksi film di Hindia Belanda
menurun setelah pendudukan Jepang pada awal 1942; penguasa Jepang memaksa untuk menutup semua, kecuali satu, studio film.
Jepang membuka studio film milik mereka sendiri di Hindia Belanda bernama Nippon Eigasha, yang ditugaskan memproduksi film-film
propaganda
untuk kepentingan perang.
Tanpa Roekiah, Kartolo bermain dalam film satu-satunya yang diproduksi oleh studio tersebut,
Berdjoang
, pada tahun 1943.
Setelah absen selama beberapa tahun, Roekiah juga bermain dalam film produksi Nippon dengan membintangi sebuah film pendek propaganda Jepang berjudul
Ke Seberang
pada tahun 1944.
Meskipun demikian, Roekiah menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berpergian ke seluruh Jawa bersama perusahaan teater untuk menghibur para tentara Jepang.
Roekiah jatuh sakit pada bulan Februari 1945, tak lama setelah merampungkan film
Ke Seberang
. Meskipun sedang sakit, juga keguguran, ia tidak diperbolehkan beristirahat; tentara Jepang bersikeras bahwa ia dan Kartolo harus menjalani tur ke
Surabaya
,
Jawa Timur
. Sekembalinya ke Jakarta,
[h]
kondisinya semakin memburuk.
Setelah menjalani pengobatan selama beberapa bulan, ia meninggal dunia tak lama setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya
tanggal 17 Agustus 1945.
Roekiah dikebumikan di Kober Hulu,
Jatinegara
, Jakarta.
Pemakamannya dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Menteri Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara
.
Keluarga
Roekiah berkata bahwa Kartolo adalah pasangan yang tepat baginya, mengungkapkan bahwa pernikahannya mendatangkan "banyak rezeki". Pasangan ini dikaruniai lima anak.
Sepeninggal Roekiah, Kartolo membawa kelima anaknya ke kampung halamannya di
Yogyakarta
.
Untuk menafkahi keluarga, Kartolo bekerja di
Radio Republik Indonesia
sejak tahun 1946. Di sana, ia melewati
Revolusi Nasional Indonesia
yang sedang berlangsung, konflik bersenjata dan perjuangan diplomatik antara
Kerajaan Belanda
dengan Indonesia yang baru merdeka dan bertujuan untuk meraih pengakuan internasional atas kemerdekaannya. Setelah Belanda melancarkan
Agresi Militer II
pada 19 Desember 1948 dan berhasil merebut Yogyakarta, Kartolo menolak bekerja sama dengan penjajah. Tanpa adanya sumber penghasilan, ia jatuh sakit dan meninggal dunia pada tanggal 18 Januari 1949.
Salah seorang anak Roekiah dan Kartolo meninggal di Yogyakarta saat berusia sepuluh tahun.
Anak yang selebihnya dibawa ke Jakarta setelah Revolusi Nasional Indonesia berakhir pada tahun 1950. Di Jakarta, mereka dirawat oleh teman dekat Kartolo bernama Adikarso. Salah seorang anak mereka,
Rachmat Kartolo
, kelak menjadi penyanyi dan aktor yang aktif pada tahun 1970-an,
ia dikenal atas lagu-lagu seperti "Patah Hati" dan film-film seperti
Matjan Kemajoran
(1965) dan
Bernafas dalam Lumpur
(1970).
Dua putra mereka yang lainnya, Jusuf dan Imam, membentuk sebuah grup musik sebelum berkarier di tempat lain. Putri mereka, Sri Wahjuni, tidak ikut berkecimpung dalam industri hiburan.
Peninggalan
Media memandang Roekiah dengan penuh kasih, dan film-film terbarunya secara konsisten selalu menerima ulasan positif.
Di puncak popularitasnya, para penggemar meniru busana yang dikenakan oleh Roekiah di film-filmnya.
Roekiah muncul secara rutin dalam berbagai iklan,
[i]
dan sejumlah
rekaman
yang berisikan suaranya tersedia di pasaran. Dalam wawancara pada tahun 1996, salah seorang penggemar mengungkapkan bahwa Roekiah adalah "idola setiap pria",
sedangkan penggemar lainnya menyebut Roekiah sebagai
Dorothy Lamour
-nya Indonesia.
Penggemar lain, yang telah menyaksikan film-filmnya lima puluh tahun sebelumnya, menyatakan:
Roekiah selalu membuat penonton terlena di bangkunya saat ia mengalunkan lagu keroncong. Ia selalu mendapatkan tepuk tangan, sebelum atau sesudah bernyanyi. Bukan hanya kalangan pribumi. Banyak Belanda yang rajin menonton pertunjukan Roekiah!
Setelah kematian Roekiah, industri perfilman Indonesia berupaya untuk mencari pengganti dirinya. Pakar film Ekky Imanjaya memberi contoh ketika sebuah film diiklankan dengan kata-kata "Roekiah? Bukan! Tetapi
Sofia
dalam film Indonesia baru:
Air Mengalir di Tjitarum
".
Film-film Roekiah dulunya ditayangkan secara rutin,
namun saat ini sebagian besarnya sudah hilang. Film-film Hindia Belanda direkam dalam bentuk
film nitrat
yang mudah terbakar, dan setelah kebakaran memusnahkan sebagian gudang
Produksi Film Negara
pada tahun 1952, film-film lama yang direkam dalam bentuk nitrat juga ikut musnah.
JB Kristanto dari Katalog Film Indonesia menyatakan bahwa dari keseluruhan film-film Roekiah, hanya
Koeda Sembrani
yang masih tersimpan di
Sinematek Indonesia
.
Tulisan-tulisan mengenai Roekiah yang diterbitkan setelah kematiannya sering kali menyebutkan bahwa ia adalah idola dalam industri perfilman Indonesia.
Imanjaya menggambarkan Roekiah sebagai ikon kecantikan pertama dalam industri perfilman Indonesia; ia juga menyebut Roekiah dan Rd Mochtar sebagai selebriti yang memperkenalkan konsep "bintang pelaris" pada perfilman dalam negeri.
Pada tahun 1969, Majalah
Moderna
menulis bahwa "di dalam zamannya [Roekiah] telah mencapai suatu popularitas yang boleh dikatakan sampai sekarang belum ada bandingnya".
[j]
Pada 1977, majalah
Keluarga
menjulukinya sebagai salah seorang "
bintang film
Indonesia perintis",
[k]
menyatakan bahwa "bakat permainannya dalam film adalah bakat alam yang merupakan perpaduan pribadinya dengan pancaran kelembutan keayuan wajahnya yang penuh romantik".
Filmografi
Catatan penjelas
- ^
Di Hindia Belanda pada awal abad ke-20, para pemain panggung, khususnya penyanyi keroncong, disebut "Miss" pada iklan (
JCG, Roekiah, Miss
).
- ^
Rd
adalah singkatan dari
Raden
,
gelar kebangsawanan
pada
suku Jawa
.
- ^
Asli: "
... soeka diam-diam, bermenoeng-menoeng sebagai seorang jang mengandoeng sakit djiwa.
"
- ^
Grup ini menyediakan musik bagi film-film Tan pada tahun 1940 dan 1941.
- ^
Pola ini akhirnya diikuti oleh semua film-film yang dibintangi Roekiah.
- ^
Asli: "
Haar sobere verpersoonlijking van het onrecht in de Maleische huwelijks adat boeit en pakt zelfs den Europeeschen toeschouwer.
"
- ^
Asli: "
... ingetogen ...
"
- ^
Batavia berganti nama menjadi Jakarta saat pendudukan Jepang.
- ^
Termasuk iklan mesin jahit
Singer
dan sandal merek Matjan produksi
Bata
(
Biran 2009
, hlm. 24).
- ^
Asli: "
... di dalam djamannja telah mentjapai suatu popularitas jang boleh dikatakan sampai sekarang belum ada bandingnja".
- ^
Asli: "
... Perintis Bintang Film Indonesia...
"
Referensi
- ^
Imanjaya 2006
, hlm. 109;
Imong 1941, Riwajat Roekiah?Kartolo
, hlm. 24
- ^
Berita Buana 1996, Roekiah
, hlm. 1, 6;
Imong 1941, Riwajat Roekiah?Kartolo
, hlm. 24
- ^
Keluarga 1977, Miss Roekiah
, hlm. 4;
van der Heide 2002
, hlm. 128
- ^
Biran 2009
, hlm. 204;
Imong 1941, Riwajat Roekiah?Kartolo
, hlm. 26
- ^
Soerabaijasch Handelsblad 1940, Film Sampoerna
.
- ^
Soerabaijasch Handelsblad 1940, Sampoerna
.
Daftar pustaka
- "A Malay Film"
.
The Singapore Free Press and Mercantile Advertiser
. 10 Maret 1941. hlm. 7
. Diakses tanggal
11 Juni
1941
.
- Biran, Misbach Yusa
(2009).
Sejarah Film 1900?1950: Bikin Film di Jawa
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Komunitas Bamboo working with the Jakarta Art Council.
ISBN
978-979-3731-58-2
.
- Biran, Misbach Yusa
(2012). "Film pada Masa Kolonial".
Indonesia dalam Arus Sejarah: Masa Pergerakan Kebangsaan
(dalam bahasa Indonesia).
V
. Jakarta: Ministry of Education and Culture. hlm. 268?93.
ISBN
978-979-9226-97-6
.
- "Fatima"
.
filmindonesia.or.id
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Konfiden Foundation.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-07-24
. Diakses tanggal
24 Juli
2012
.
- "Filmaankondiging Cinema: Fatima"
.
Bataviaasch Nieuwsblad
(dalam bahasa Belanda). Batavia: Kolff & Co. 25 April 1939. hlm. 3. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2013-12-30
. Diakses tanggal
4 Maret
2013
.
- "Filmaankondiging Cinema Palace: 'Gagak Item
'
"
.
Bataviaasch Nieuwsblad
(dalam bahasa Belanda). Batavia: Kolff & Co. 21 Desember 1939. hlm. 12. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2013-12-30
. Diakses tanggal
4 Maret
2013
.
- "Filmaankondiging Rex: ?Roekihati
"
"
.
Bataviaasch Nieuwsblad
(dalam bahasa Belanda). Batavia: Kolff & Co. 23 April 1941. hlm. 3. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2013-12-30
. Diakses tanggal
4 Maret
2013
.
- "Film Sampoerna: Siti Akbari"
.
Soerabaijasch Handelsblad
(dalam bahasa Belanda). Surabaya. 7 Mei 1940. hlm. 6. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2013-12-29
. Diakses tanggal
28 Desember
2013
.
- van der Heide, William (2002).
Malaysian Cinema, Asian Film: Border Crossings and National Cultures
. Amsterdam: Amsterdam University Press.
ISBN
978-90-5356-580-3
.
- Imanjaya, Ekky (2006).
A to Z about Indonesian Film
(dalam bahasa Indonesia). Bandung: Mizan.
ISBN
978-979-752-367-1
.
- Imong, W. (Juli 1941). "Riwajat Roekiah?Kartolo".
Pertjatoeran Doenia dan Film
(dalam bahasa Indonesia). Batavia.
1
(2): 24?26.
- "Ismail Djoemala: Dari Doenia Dagang ke Doenia Film".
Pertjatoeran Doenia dan Film
(dalam bahasa Indonesia). Batavia.
1
(9): 7?8. Februari 1942.
- "Kartolo"
.
filmindonesia.or.id
(dalam bahasa Indonesia). Konfiden Foundation.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-09-22
. Diakses tanggal
22 September
2012
.
- "Koeda Sembrani"
.
filmindonesia.or.id
(dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Konfiden Foundation.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-07-26
. Diakses tanggal
25 Juli
2012
.
- L. (1940).
Sorga Ka Toedjoe
(dalam bahasa Indonesia). Yogyakarta: Kolff-Buning.
OCLC
41906099
.
(book acquired from the collection of Museum Tamansiswa Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta)
- "Miss Roekiah: Artis Teladan".
Moderna
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta.
1
(6): 30, 34. 1969.
- "Miss Roekiah: Perintis Bintang Film Indonesia".
Keluarga
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta (4): 4?7. 24 Juni 1977.
- "Nieuwe Films, Cinema-Palace"
.
Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie
(dalam bahasa Belanda). Batavia. 25 April 1939. hlm. 6. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2013-12-29
. Diakses tanggal
28 Desember
2013
.
- "Pertoendjoekan Bioskop-Bioskop di Djakarta Ini Malam (28 Oktober 2603)"
.
Pembangoen
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta. 28 Oktober 1943. hlm. 4. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2014-01-02
. Diakses tanggal
4 Maret
2013
.
- "Poesaka Terpendam".
Pertjatoeran Doenia dan Film
(dalam bahasa Indonesia). Batavia.
1
(4): 40. September 1941.
- "Roekiah"
.
filmindonesia.or.id
(dalam bahasa Indonesia). Konfiden Foundation.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-08-13
. Diakses tanggal
13 Agustus
2012
.
- "Roekiah"
(dalam bahasa Indonesia).
Taman Ismail Marzuki
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-08-13
. Diakses tanggal
13 Agustus
2012
.
- "Roekiah Bintangtonil, Film, dan Musik Pujaan Semua Orang".
Berita Buana Minggu
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta. 13 Oktober 1996. hlm. 1, 6.
- "Roekiah Kartolo: Primadona Opera "Palestina" dan Pelopor Dunia Layar Perak".
Berita Minggu Film
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta: V, XI. 12?18 Desember 1982.
- "Roekiah, Miss"
.
Encyclopedia of Jakarta
(dalam bahasa Indonesia). Jakarta City Government.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-08-13
. Diakses tanggal
13 Agustus
2012
.
- "Roekihati"
.
filmindonesia.or.id
. Jakarta: Konfiden Foundation.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-07-25
. Diakses tanggal
25 Juli
2012
.
- "Sampoerna: Sorga ka Toedjoe (In den zevenden hemel)"
.
Soerabaijasch Handelsblad
(dalam bahasa Belanda). Surabaya: Kolff & Co. 30 Oktober 1940. hlm. 6. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2013-12-31
. Diakses tanggal
11 Juni
2013
.
- "Siti Akbari"
.
filmindonesia.or.id
(dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Konfiden Foundation.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2012-07-24
. Diakses tanggal
24 Juli
2012
.
- "Studio Nieuws".
Pertjatoeran Doenia dan Film
(dalam bahasa Indonesia). Batavia.
1
(9): 19?21. Februari 1942.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Roekiah
.