Putra mahkota
atau
putri mahkota
adalah calon pewaris
tahta
pada suatu
monarki
. Di
Eropa
, konvensi
suksesi
garis keturunan biasanya menyatakan bahwa anak tertua (seperti di
Swedia
,
Belgia
,
Norwegia
,
Denmark
, dan
Belanda
) atau anak laki-laki tertua (
Britania Raya
,
Spanyol
,
Jerman
,dll) dari monarki saat ini akan mendapatkan
gelar
ini. Dalam monarki lain,
Arab
sebagai contoh, aturan suksesi dapat berbeda dan kedudukan ini dapat diberikan karena jasa-jasa seseorang, atau karena orang tersebut tidak dipandang sebagai ancaman terhadap rezim
monarki
yang sedang berkuasa.
Putera mahkota pada kerajaan-kerajaan di Jawa
[
sunting
|
sunting sumber
]
Dalam sejarah kerajaan-kerajaan di
Pulau Jawa
, terdapat beberapa jenis gelar yang kedudukannya setara dengan putra mahkota. Gelar-gelar tersebut antara lain:
Gelar ini lazim dipakai pada zaman
Kerajaan Mataram Hindu
sampai zaman
Kerajaan Kadiri
. Rakryan Mahamantri terdiri atas tiga jabatan, yaitu
Mahamantri i Hino
,
Mahamantri i Halu
, dan
Mahamantri i Sirikan
. Biasanya mahamantri i hino dijabat oleh putra sulung raja. Jika pejabatnya meninggal, maka putra kedua yang semula menjabat mahamantri i halu menggantikan posisinya.
Pada zaman ini jabatan mahamantri i hino sering juga disebut
mapatih hino
. Sedangkan jabatan
perdana menteri
saat itu setara dengan
rakryan kanuruhan
.
Sebagai contoh ialah, pada masa pemerintahan
Airlangga
, jabatan mahamantri i hino dipegang oleh putrinya, yang bernama
Sanggramawijaya Tunggadewi
, sedangkan jabatan perdana menteri dipegang oleh Rakryan Kanuruhan Mpu Narottama.
Yuwaraja artinya raja muda. Gelar ini lazim dipakai pada zaman
Kerajaan Singhasari
dan
Kerajaan Majapahit
. Pada zaman ini jabatan Rakryan Mahamantri hanya menjadi gelar kehormatan saja, yang dijabat oleh kerabat raja.
Misalnya, pada pemerintahan
Raden Wijaya
, yang menjabat sebagai yuwaraja atau calon raja adalah
Jayanagara
, sedangkan yang menjabat mahamantri hino adalah Dyah Pamasi.
Adipati Anom artinya juga raja muda. Gelar ini lazim dipakai zaman
Kesultanan Mataram
dan sesudahnya. Lembaga Putra Mahkota sering juga disebut Pare Anom (sedangkan lembaga raja yang berkuasa disebut Pare Sepuh).
Misalnya, pada masa pemerintahan
Amangkurat I
, yang menjabat Adipati Anom adalah Raden Mas Rahmat, yang kemudian naik takhta menjadi
Amangkurat II
.
Setelah Perjanjian Giyanti, gelar ini kemudian dilestarikan oleh kedua pecahan Mataram yang berbentuk monarki kerajaan, yakni
Kasunanan Surakarta Hadiningrat
dan
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
.
Putera mahkota pada kerajaan di Kalimantan
[
sunting
|
sunting sumber
]
"
Sebab perkara sepuluh, sebelas dan duabelas dari kontrak lama ada salah sedikit dari pada nama didalam dia punja Melaju maka diatur sekarang jang tersebut dibawah ini adanja. Selamanja pangiran jang Paduka Sri Sultan Bandjar dengan kesukaan geburmin sudah angkat akan mendjadi sultan punja ganti djikalo datang kehendak Allah kepada tuan Sultan nanti mesti pakai nama
Sultan Muda
atawa
Pangiran Ratu
bagaimana Paduka Sri Sultan punja suka minta kepada geburmin dan lagi siapa memegang keradjaan akan djadi
radja bitjara
pasti selamanja dapat nama
Pangiran Mangkubumi
adanja tetapi sebab Paduka
Panembahan Adam
sudah diterima geburmin akan djadi Sultan Muda maka itu berdjandji hari dibelakang baru ada berguna djikalo datang tuan Allah punja suka jang Paduka Sri Sultan2 mesti pulang kerachmatullah adanja."
? CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan
Sulaiman
al-Mu'tamid 'Ala Allah, pasal sepuluh, Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H).
[1]
Pangeran Ratu
merupakan gelar untuk
Pangeran Mahkota
dari sebuah
Kesultanan
yang umumnya digunakan di
Nusantara
khususnya di
pulau Kalimantan
, misalnya di Kesultanan Banjar, Sambas, Kerajaan Sanggau dan lain-lain. Gelar Pangeran Ratu tersebut lazimnya otomatis diberikan kepada putera sulung (tertua) Sultan yang bertahta. Gelar Pangeran Ratu kemudian ditingkatkan menjadi
Sultan Muda
ketika sudah resmi dinobatkan sebagai calon pewaris jabatan
Sultan
.
Namun ada pula gelar Pangeran Ratu yang dipakai sebagai gelar untuk raja-raja kecil atau raja-raja bawahan setingkat
Panembahan
atau
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
. Gelar Pangeran Ratu tersebut sejajar atau sama tingkatannya (selevel) dengan gelar Pangeran Ratu (Pangeran Mahkota/Sultan Muda) di Kesultanan induk, misalnya gelar Pangeran Ratu untuk Raja Kotawaringin (Kalimantan Tengah) sejajar dengan Pangeran Ratu untuk Pangeran Mahkota di
Kesultanan Banjar
(Kalimantan Selatan), karena Kesultanan Banjar merupakan induk dari Kerajaan Kotawaringin tersebut. Kotawaringin hanyalah salah satu daerah di dalam negara Banjar.
[2]
[3]
Penguasa
Kerajaan Kotawaringin
yang merupakan cabang keturunan dari negara
Kesultanan Banjar
sebenarnya tidak berhak memakai gelar
Sultan
, tetapi hanya pada level
Pangeran Ratu
Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga raja-raja Kotawaringin selalu memakai gelar
Pangeran
jika mereka berada di Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para
Pangeran (Pangeran Ratu)
yang menjadi raja juga disebut dengan "
Sultan
" karena kedudukannya sejajar dengan
Sultan Muda
di Kesultanan Banjar.
[4]
[5]
Gelar
Pangeran Ratu
otomatis untuk putera sulung Sultan yang bertahta, yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan Sultan (kepala negara) berikutnya, sedangkan putera kedua bergelar
Pangeran Mangkubumi
, yang bakal menjabat
mangkubumi
(kepala pemerintahan/perdana menteri).
Kontrak Perjanjian Kesultanan Banjar dengan Hindia Belanda
[
sunting
|
sunting sumber
]
Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal
13 September
1823
M (7
Muharam
1239
Hijriyah
) pada pasal sepuluh memuat tentang penamaan Pangeran Ratu untuk Putra Mahkota (Tengku Muda Mahkota/Pangeran Muda Mahkota).
[1]
Para
Pangeran
yang pernah atau sedang menjabat sebagai
Pangeran Ratu
(Pangeran Mahkota), diantaranya:
- Pangeran Tapa sana
[6]
- Sultan Muda Abdul Rahman bin Sultan Adam
(Pangeran Mahkota Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Adam, namun tidak sempat menjadi raja karena meninggal dunia).
[7]
- Pangeran Tamjidillah
bin
Sultan Muda Abdul Rahman
(Pangeran Mahkota Kesultanan Banjar versi Belanda pada masa pemerintahan Sultan Adam, dilantik Belanda menjadi Sultan Muda sejak
10 Juni
1852
menggantikan
Sultan Muda Abdul Rahman bin Sultan Adam
yang meninggal dunia, kemudian menjadi Sultan Banjar sejak
3 November
1857
).
[8]
[9]
- ^
a
b
Hindia-Belanda (1965).
Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860
(PDF)
. Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 158.
- ^
(Indonesia)
Kartodirdjo, Sartono (1993).
Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium
. Gramedia. hlm. 121.
ISBN
9794031291
.
ISBN 978-979-403-129-2
- ^
(Inggris)
Ooi, Keat Gin (2004).
Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East ...
3
. ABC-CLIO. hlm. 211.
ISBN
9781576077702
.
ISBN
1-57607-770-5
- ^
"Kerajaan Kotawaringin Yang Pertama"
. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2015-12-22
. Diakses tanggal
2017-07-18
.
- ^
Philippus Pieter Roorda van Eysinga (1841).
Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie
(dalam bahasa Belanda).
- ^
Ras, Johannes Jacobus
(1968).
Bibliotheca Indonesica
(dalam bahasa Inggris).
1
.
Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
.
ISSN
0067-8023
.
- ^
"Wolter Robert van Hoevell, H.A. Lesturgeon".
Tijdschrift voor Nederlandsch Indie 23st Jaargang
(dalam bahasa Belanda).
51
. Ter Lands-drukkerij. 1861. hlm. 70.
- ^
Landsdrukkerij (Batavia) (1854).
Almanak van Nederlandsch-Indie voor het jaar
(dalam bahasa Belanda).
27
. Lands Drukkery. hlm. 92.
- ^
Landsdrukkerij (Batavia) (1854).
Almanak van Nederlandsch-Indie voor het jaar
(dalam bahasa Belanda).
28
. Lands Drukkery. hlm. 94.
Ratu Anom
secara harfiah bermakna
raja yang muda
adalah
gelar
putra mahkota yang pernah dipakai di kesultanan Banjar. Pangeran
Muhammad Aliuddin Aminullah
pernah memakai gelar ini, karena saat itu yang menjadi Wali Sultan adalah pamannya Sultan
Tamjidullah I
yang sebenarnya hanyalah Penjabat Sultan. Kemudian Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah berhasil memaksa pamannya menyerahkan tahta. Sultan Tamjidullah kemudian tidak lagi memakai gelar Sultan, tetapi hanya memakai gelar
Panembahan
. Dalam perkembangannya selanjutnya Ratu Anom dipakai sebagai gelar bagi
mangkubumi
misalnya
Ratoe Anom Ismail
(sebelumnya Pangeran Ismail) dan
Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana
(sebelumnya Pangeran Noh).
Sultan Muda
atau
Pangeran Sultan Muda
gelar resmi bagi putra mahkota di sebuah
kesultanan
dan biasanya dilaksanakan pelantikan secara resmi karena kedudukannya yang sudah dipastikan sebagai pengganti sah seorang Sultan. Sultan Muda berasal dari gabungan dua istilah yaitu
Sultan
(
bahasa Arab
) dan
Muda
(
bahasa Sanskerta
), jadi di Tanah
Arab
digunakan istilah lain.
Di Kesultanan Banjar tempo dulu gelar ini pernah disandang oleh Sultan Muda
Abdul Rahman
(anak
Sultan Adam
), walaupun yang bersangkutan akhirnya tidak sempat menjadi Sultan karena meninggal dunia (pada
5 Maret
1852
). Sebelum menyandang gelar Sultan Muda, Pangeran Abdurrahman menggunakan gelar
Pangeran Ratu
(artinya Putera Mahkota), yang berarti gelar
Sultan Muda
lebih tinggi levelnya dari gelar
Pangeran Ratu
.
[1]
Gelar
Sultan Muda
ini juga masih dipakai di beberapa
kesultanan
seperti
Brunei
dan
Perak, Malaysia
.