Pengolahan makanan
adalah proses pengolahan
makanan
dan
minuman
yang berasal dari
bahan baku
tumbuhan
atau
hewan
menjadi
produk
yang bisa
dikonsumsi
. Bahan baku yang diubah bisa berupa
biji-bijian
,
daging
, dan
susu
. Proses pengolahan makanan berbeda, tergantung dengan tujuan akhir makanan tersebut akan menjadi apa. Seperti
sayuran
yang
dibekukan
,
gandum
yang digiling untuk menghasilkan
tepung
,
kentang
yang digoreng untuk dijadikan
keripik
,
hewan
yang disembelih untuk diambil dagingnya.
[1]
Untuk menghasilkan makanan yang enak, diperlukan tahapan serta proses untuk mengolah
bahan mentah
agar siap untuk dikonsumsi. Tahapan tersebut dimulai dari proses persiapan bahan mentah, pengolahan, kemudian penyajian. Setelah selesai diolah, makanan tersebut disajikan sedemikian rupa agar menimbulkan
selera
untuk makan. Penyajian makanan disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan. Contohnya, ada beberapa makanan yang disajikan dalam
piring
atau
mangkuk
. Ada juga yang dibungkus menggunakan
daun
,
kertas
,
plastik
, dan ada yang menggunakan wadah tertentu, seperti toples.
[2]
Teknik pengolahan
makanan
yang paling umum yaitu pengolahan dengan memanfaatkan
panas
. Teknik tersebut sudah ada sejak tahun 1830. Tokoh yang memperkenalkan teknik tersebut bernama
Nicholas Appert.
Dahulu, Nicholas Appert mendapatkan sebuah tantangan dalam sebuah lomba
pengawetan
makanan pada saat
perang
antara
Prancis
dan
Inggris
. Pasukan Prancis lebih banyak memakan korban, karena kekurangan makanan. Nicholas pun bereksperimen dengan cara memanaskan
makanan kaleng
, yang membawanya dalam kemenangan dalam lomba tersebut. Teknik tersebut berkembang, hingga menjadi teknologi dalam pengembangan pengawetan makanan kemasan. Dasar teorinya,
mikroba
menyukai makanan yang bersifat basah seperti
ayam
,
daging
,
telur
, dan
susu
. Padahal, makanan tersebut mengandung
gizi
yang tinggi. Nicholas menemukan celah, bahwa mikroba tidak bisa hidup dalam lingkungan yang ekstrem. Dengan
suhu
yang tinggi, pemanasan dianggap efektif untuk mengawetkan makanan tersebut.
[3]
Namun, menurut
penelitian
yang dilakukan oleh Fransesco Berna yang diterbitkan dalam jurnal
Proceeding of National Academy of Sciences
bahwa
manusia
mulai melakukan pengolahan makanan dengan teknik
memasak
sudah dari zaman
manusia purba
sejak 1,9 juta tahun yang lalu.
Horminid
merupakan
spesies
Homo Erectus
, yang sudah bisa memasak serta mengolah makanan mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan jejak penggunaan
api
yang berjarak 30 meter dari
tempat tinggal
mereka. Selain itu, banyak ditemukan alat-alat seperti
batu
di lokasi tersebut. Berdasarkan penelitian,
Homo Eresctus
mampu menghabiskan aktivitasnya sebanyak 48% hanya untuk makan, sedangkan
manusia modern
menghabiskan waktu untuk makan hanya 5%.
[4]
Teknik
merebus
adalah cara memasak dengan cara memanaskan
air
atau
kaldu
hingga
mendidih
. Setelah air mendidih, makanan dimasukkan ke dalam air hingga
matang
. Makanan yang diolah dengan teknik merebus di antaranya, memasak
telur
,
sayuran
,
pasta
, hingga
nasi
pun menggunakan teknik ini.
[5]
Teknik memasak dengan cara merebus hingga mendidih dapat menghindarkan
lemak
dari
oksidasi
agar makanan lebih
sehat
. Namun, apabila merebus
daging
hingga mendidih berjam-jam akan mengakibatkan daging kehilangan
nutrisinya
, dan mengubah sifat
proteinnya
.
[6]
Poaching
merupakan salah satu jenis teknik memasak dengan cara merebus dengan
suhu
82˚C.
[7]
Perbedaan dengan teknik merebus yaitu, dalam perebusan makanan dimasukkan dengan cairan yang bukan
lemak
dengan suhu yang lebih tinggi.
Poaching
adalah proses memasak yang lembut dan prosesnya lebih lambat.
[8]
Simmering
merupakan cara memasak yang dilakukan dengan menggunakan
api
kecil. Umumnya, makanan yang berair akan dimasak dengan api kecil hingga muncul gelembung-gelembung di permukaan masakan.
[9]
Menggulai atau
stewing
merupakan teknik memasak makanan yang lebih dahulu ditumis bumbunya. Bahan yang sudah disiapkan direbus bersama cairan yang memiliki
bumbu
dengan menggunakan api sedang. Cairan yang digunakan di antaranya,
susu
,
santan
,
kaldu
, dll. Pemakaian
garam
sebaiknya dimasukkan pada akhir proses
stewing
.
[10]
Menumis
merupakan teknik memasak yang biasa digunakan untuk mengolah masakan khas
Tiongkok
. Menumis menggunakan
api
yang besar, karena akan menghasilkan masakan lebih cepat matang dan tidak
berminyak
.
[11]
Memanggang
merupakan teknik memasak yang memanfaatkan
suhu
panas dari api untuk memasak makanan. Makanan ditempatkan secara langsung di atas sumber panas, seperti
oven
atau bara api. Manfaat dari teknik memanggang dalam proses memasak yaitu mengurangi lemak, menjaga nutrisi, serta rendahnya sodium karena dengan teknik memanggang garam yang diserap oleh makanan akan berkurang kadarnya.
[12]
Di
Indonesia
, pengaturan mengenai sikap ketika mengolah makanan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1096/ Menkes / PER/VI/ 2011. Peraturan tersebut berisi tentang bahwa tenaga pengolah makanan ketika sedang
bekerja
mengolah makanan tidak boleh melakukan kegiatan
merokok
,
makan
,
menguyah
. Selain itu, tidak boleh menggunakan
perhiasan
, dan memastikan selalu
mencuci tangan
. Para pekerja juga harus menggunakan pakaian pelindung yang benar ketika mengolah makanan, dan membiasakan diri untuk tidak banyak
bicara
dan menutup
mulut
pada saat
bersin
dan
batuk
atau menjauhi makanan dengan cara keluar
ruangan
. Sikap yang sudah diatur ketika mengolah makanan akan berdampak terhadap hasil akhir suatu makanan. Di
Amerika Serikat
, penyebaran
penyakit
melalui makanan sebanyak 25% disebabkan oleh proses pengolahan makanan yang terinfeksi dan
higiene
perorangan yang buruk.
[13]
Sanitasi
terhadap makanan merupakan kewajiban kepada seluruh elemen yang berhubungan dengan makanan, seperti tempat penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makanan,
penyimpanan makanan
, dan penyajian makanan. Makanan yang tidak diolah dengan baik akan berdampak terhadap kualitas makanan yang bisa menimbulkan
keracunan
karena
bahan kimia
,
tumbuhan
, atau
hewan
, juga dapat menimbulkan
alergi
.
[14]
Peralatan persiapan sebelum memasak di antaranya
talenan
,
parutan
kentang
,
panci
cekung,
timbangan
, pengocok,
pemarut
,
pengiris
,
pisau
,
jarum
, kasa penyaring
tepung
,
pengupas
, hingga alat untuk membuat lubang.
[15]
Alat memasak dalam pelaksanaannya, alat
perebus
, alat
penggoreng
, alat
penumis
, alat untuk membuat dadar, alat
pembakar
, alat untuk
broil,
alat panggang, alat rebus, hingga alat
uap
.
[15]
Jumlah kerusakan buah dan sayuran setelah panen dapat berdampak pada sektor hulu sampai ke hilir. Bagi petani dan pengusaha, kerusakan bahan pangan pascapanen akan sangat mempengaruhi kuantitas bahan pangan yang akan dipasarkan sehingga jumlah keuntungan yang didapat menjadi berkurang; sementara itu, bagi masyarakat yang membutuhkan pasokan bahan pangan yang cukup, jumlah bahan pangan yang sedikit yang tersedia di pasaran menyebabkan harga menjadi mahal serta
kelangkaan bahan pangan
mengakibatkan masyarakat tidak akan mendapatkan nutrisi yang cukup. Dengan demikian, pengetahuan tentang penanganan pascapanen sangat penting untuk meningkatkan
kesejahteraan petani
serta untuk menjamin adanya bahan pangan yang cukup untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.
[16]
Pemilihan bahan pangan mentah merupakan pertimbangan penting untuk menentukan kualitas dari produk yang akan diolah. Kualitas bahan pangan mentah jarang bisa diperbaiki selama proses pengolahan, namun bisa diatasi sebelumnya dengan proses
sortasi
dan
grading
.
[17]
Kontaminasi bahan pangan dapat berasal dari:
- Mikrobiologi (misalnya bakteri, virus dan kapang).
- Kimia (misalnya racun-racun, seperti timbal (Pb), arsen (As), merkuri (Hg), insektisida, rodentisida), komponen beracun yang diproduksi secara alami (misalnya jamur beracun, sebagian kerang, kentang "hijau").
- Fisik (misalnya benda-benda, kadang-kadang disebut kontaminan "kasar" seperti paku, perhiasan, sekrup, baut, kawat, tali rafia, serpihan kayu atau ijuk, potongan plastik).
[18]
Istilah sortasi dan
grading
seringkali tertukar dalam
industri pengolahan pangan
. Sortasi merupakan kegiatan pemisahan bahan pangan berdasarkan pada sifat-sifat bahan pangan yang dapat diukur, sementara itu
grading
merupakan keseluruhan kualitas dari bahan pangan menggunakan beberapa atribut.
[19]
Grading dilakukan oleh seorang yang telah berpengalaman dalam menilai variabel bahan pangan. Contohnya, penerawangan sebutir telur untuk dinilai kualitasnya; daging yang dianalisis menggunakan komputer untuk dilihat bagaimana warna daging tersebut, apakah ada memar atau tidak, apakah daging tersebut ada kerusakan sehingga tidak layak konsumsi; teh dinilai kualitasnya berdasarkan rasa, aroma, warna, dan lain sebagainya.
[15]
Sortasi dibedakan menjadi empat macam. Pertama, sortasi berdasarkan berat. Contoh komoditasnya adalah daging yang diiris;
fillet
ikan; buah-buahan seperti apel, pir, dan jeruk; sayuran seperti kentang, wortel, bawang; serta telur adalah komoditas yang disortasi berdasarkan berat. Kedua, sortasi berdasarkan ukuran. Pada umumnya, sortasi jenis ini menggunakan mesin atau peralatan yang dilengkapi dengan sistem ayakan. Ketiga, sortasi berdasarkan ketajaman. Contohnya adalah beras dan biji gandum. Keempat, sortasi secara fotometrik. sortasi jenis ini berguna untuk mengetahui tingkat kematangan produk dengan bantuan optik.
[20]
Semua bahan pangan mentah mesti dibersihkan sebelum diolah yang tujuan utamanya untuk menghilangkan kontaminan, dari mulai kontaminan yang tidak terlalu berbahaya sampai kontaminan yang berbahaya seperti pasir, batu, kerikil, ataupun partikel-partikel logam.
[21]
Metode pembersihan kering yang utama berdasarkan ayakan/
screening
, hembusan/
aspiration
, atau pemisahan magnetis untuk membersihkan logam-logam yang menempel. Metode kering pada umumnya lebih murah daripada pembersihan metode basah, namun kurang efektif dan efisien pada proses pembersihan. Salah satu masalah utama adalah terkontaminasi kembali bahan pangan yang sudah dibersihkan karena debu.
[22]
Metode pembersihan secara basah sangat penting terutama jika pada bahan mentah terdapat banyak tanah. Perendaman sangat berguna jika bahan pangan mentah banyak terkontaminasi oleh akar tanaman, minyak, bebatuan, dan kontaminan lain. Metode lain dari pembersihan basah adalah penyemprotan. Efisiensi penyemprotan tergantung pada volume, temperatur air dan waktu yang dipakai untuk menyemprot bahan mentah. Sebagai contoh, volume kecil dari tekanan air yang tinggi lebih efisien untuk membersihkan kotoran. Jika bahan pangan mentah berukuran besar, maka mesin penyemprot yang dipakai mesti dilengkapi dengan alat yang bisa memutar/merotasi bahan mentah tersebut sehingga pembersihan dilakkan secara menyeluruh. Peralatan yang dipakai untuk menyemprot adalah
spray belt washer
dan
drum washer
.
[23]
Ada beberapa metode yang dipakai untuk mengupas bahan pangan mentah yaitu : Pertama, menggunakan uap bertekanan tinggi, sering digunakan untuk membuang akar-akar tanaman. Kedua, menggunakan
larutan alkali
dengan konsentrasi 1-2% untuk melunakkan kulit buah dan sayuran. Ketiga, menggunakan
larutan garam
seperti halnya larutan alkali, namun hal ini memberikan hasil yang kurang efektif. Keempat, pengupasan kering/abrasi dengan cara digesek. Kelima, menggunakan pisau untuk mengupas kulit buah dan sayuran.
[24]
Proses termal yang diaplikasikan pada bahan pangan memiliki tujuan yaitu untuk menginaktivasi enzim pada proses
blanching
; untuk membunuh
sel vegetatif
pada proses
pasteurisasi
; dan untuk membunuh
bakteri patogen
pada proses sterilisasi.
[25]
Blansing adalah proses pengolahan panas dengan prinsip
konduksi
dan
konveksi
yang menggunakan medium air, udara, ataupun uap air untuk menginaktivasi enzim. Contoh enzim yang dapat menurunkan kualitas bahan pangan adalah enzim
lipoksigenase
,
polifenoloksidase
,
poligalakturonase
,
katalase
, serta
klorofilase
.
[26]
Selain menginaktivasi enzim,
blanching
memiliki kegunaan yaitu untuk melunakkan jaringan yang terdapat dalam bahan pangan; untuk mengeluarkan udara yang ada dalam rongga sel, terutama jika akan dilakukan proses selanjutnya setelah
blanching
seperti pengemasan vakum; untuk menghilangkan pestisida yang masih menempel pada permukaan bahan pangan; serta untuk mengurangi senyawa beracun seperti
nitrit
,
nitrat
, dan
oksalat
.
[27]
Ada dua media yang digunakan dalam proes
blanching
yaitu uap dan air panas. Keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan.
Blanching
dengan menggunakan uap memiliki kelebihan yaitu : komponen yang larut dalam air tidak akan hilang, limbah yang dihasilkan hanya sedikit, peralatan
blanching
mudah untuk dibersihkan. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan energi yang besar dan modal yang cukup untuk peralatan
blanching
. Tidak demikian halnya dengan
blanching
yang menggunakan air panas sebagai medianya karena peralatannya cukup murah dan cara kerja dari alat tersebut cukup efisien. Sementara itu, kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkan volume air yang cukup besar, baik untuk proses
blanching
itu sendiri maupun untuk proses penanganan limbah; cukup berisiko untuk terkontaminasi oleh bakteri termofilik/bakteri yang tahan pada suhu tinggi.
[28]
Pasteurisasi merupakan proses pengolahan pangan yang menggunakan suhu panas di bawah 100
0
C. Untuk makanan yang berkadar asam rendah, pasteurisasi berguna untuk mencegah makanan dari mikroorganisme yang bersifat patogen sehingga dapat memperpanjang umur simpan makanan; untuk makanan berkadar asam cukup, pasteurisasi berguna untuk memperpanjang umur simpan dengan cara merusak mikroorganisme semacam ragi dan jamur dan/atau menginaktivasi enzim.
[29]
Proses pasteurisasi bahan pangan
Pasteurisasi pada
jus buah
yang memiliki pH < 4.5 bertujuan untuk menginaktivasi enzim, terutama
enzim pektinesterase
dan
enzim poligalakturonase
; dan untuk membunuh mikroorganisme seperti
ragi
dan
fungi
. Jus buah tersebut dipasteurisasi pada suhu 65
0
C selama 30 menit atau 77
0
C selama 1 menit atau bisa juga pada suhu 88
0
C selama 15 detik. Sementara itu, pasteurisasi pada susu yang memiliki pH>4.5 bertujuan untuk membunuh bakteri patogen seperti
Brucella abortis,
Mycobacterium tuberculosis
,
Coxiela burnettii
; serta untuk menginaktivasi enzim. Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu 63
0
C selama 30 menit atau bisa juga pada suhu 71.5
0
C selama 15 detik.
[30]
Salah satu metode pasteurisasi adalah
Higher Temperature for Shorter Times (
HTST)
yang dioperasikan pada suhu 72
0
C selama 15 detik, metode ini cocok diterapkan untuk
susu
dan
krim
. Beberapa hal penting yang mempengaruhi keberhasilan pasteurisasi adalah kualitas bahan yang akan dipasteurisasi, waktu pemrosesan serta suhu yang dipakai, perlindungan terhadap kontaminan setelah pasteurisasi, dan suhu penyimpanan bahan pangan setelah proses pasteurisasi.
[31]
Sterilisasi merupakan satuan operasi yang melibatkan panas untuk membunuh mikroorganisme dan menginaktivasi enzim yang ada dalam produk pangan, sterilisasi juga merupakan perlakuan pendahuluan sebelum produk pangan dikemas/dikalengkan.
[32]
Pada umumnya, sterilisasi dioperasikan pada suhu 121
0
C selama 3 menit.
[33]
Contoh produk pangan yang mengalami sterilisasi pada umumnya berbentuk cairan seperti susu, jus buah,
konsentrat buah
, krim,
bir
,
yoghurt
,
adonan es krim. Ada pula produk pangan yang berbentuk padat yang dapat disterilisasi seperti
keju
, makanan bayi, produk olahan tomat, dan sebagainya. Produk pangan yang akan dikemas tersebut disterilisasi terlebih dahulu, proses ini disebut juga proses aseptik/
Ultra High Temperature
(UHT).
[34]
Peralatan untuk proses UHT terbagi ke dalam tiga jenis. Pertama, sistem langsung yang menggunakan uap yang diinjeksi atau diinfusi. Kedua, sistem tidak langsung dengan memakai alat penukar panas seperti
plate heat exchangers
,
tubular heat exchangers
, ataupun
scraped surface heat exchangers
. Ketiga, menggunakan alat lain seperti
microwave, dielectric, ohmic.
[35]
Evaporasi
bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan pangan dengan cara menguapkannya sehingga menaikkan kandungan padatan pada bahan tersebut, dan juga untuk mengurangi aktivitas air sehingga dapat mengawetkan bahan pangan. Contoh produk hasil evaporasi seperti konsentrat buah, konsentrat sup, pasta tomat, pasta bawang putih,
sirup gula
.
[36]
Beberapa bahan pangan yang sangat sensitif terhadap panas seperti susu dan jus buah, oleh karena itu untuk menghindari kerusakan akibat panas, maka tekanan yang berada di sekitar cairan dalam evaporator harus berada di bawah tekanan atmosfer dengan memanfaatkan alat kondensasi, pompa hampa udara, atau mesin penghilang uap. Pada umumnya, tekanan pada evaporator berada pada kisaran 7,5-85,0 kPa, dengan suhu berada pada kisaran 40-95
0
C.
[37]
Salah satu prinsip dari teknologi
ekstrusi
adalah pembentukkan/pencetakan dari bahan pangan yang diproses seperti adonan dan pasta. Aplikasi teknologi ekstrusi dipakai pada pembuatan sereal dan makanan berbasis protein ataupun pakan hewan seperti pelet.
[38]
Beberapa keunggulan dari ekstrusi adalah : makanan ekstrusi mampu menjawab kebutuhan konsumen yang menginginkan produk baru, pengolahan makanan ekstrusi menggunakan energi yang kecil sehingga lebih efisien dan biaya produksinya pun rendah, jumlah limbah yang dihasilkan dari pengolahan makanan ekstrusi relatif sedikit sehingga tidak mencemarkan lingkungan.
[39]
Pada jaman dahulu, pengeringan masih mengandalkan sinar matahari. Seiring berjalannya waktu dan adanya perkembangan teknologi, maka digunakanlah mesin pengerig seperti :
trucked-tray dryer,
drum dryer
,
spray dryer
,
vacuum dryer
,
dan
freeze dryer
. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam teknologi pengeringan. Pertama, laju pengeringan. Semakin cepat pengeringan dilakukan, maka biaya operasional semakin rendah. Kedua, energi yang dipakai. Sedapat mungkin harus diupayakan pemakaian energi yang dapat diperbarui. Ketiga, kualitas produk harus bermutu.
[40]
Peralatan pengeringan
Cabinet/tray driers
Pengering tipe kabinet ini berbentuk seperti baki yang dipakai sebagai tempat untuk mengeringkan bahan pangan, alat ini cocok digunakan pada skala kecil maupun besar.
[41]
Ada beberapa keistimewaan dari pengering tipe kabinet. Pertama, mesinnya cukup kokoh dan kuat sekalipun bentuk mesinnya sederhana. Kedua, mesin tipe ini cocok digunakan untuk mengeringkan bahan pangan seperti
tanaman herbal
, biji-bijian, dan cabe. Ketiga, mesin ini sangat mudah untuk dijalankan serta hasil pengeringannya lebih efektif.
[42]
Tunnel driers
Pengering tipe terowongan ini cocok digunakan untuk mengeringkan sayuran seperti
kentang
,
kubis
,
wortel
, dengan catatan bahwa sayuran tersebut sudah di-
blanching
. Pada saat bahan pangan dimasukkan ke dalam mesin pengering melalui pintu masuk, harus dapat dipastikan suhunya berkisar antara 99-104
0
C, setelah itu bahan pangan bergerak menuju pintu keluar dan suhunya berkisar antara 65-71
0
C. Udara panas dihembuskan melalui kisi-kisi pada terowongan.
[43]
Spray driers
Mesin pengering jenis ini pada umumnya digunakan untuk mengeringkan produk pangan hingga menjadi bentuk serbuk/bubuk. Salah satu contoh produknya adalah
susu bubuk
. Cara kerja mesin ini terdiri dari beberapa tahap, dimulai dari
proses atomisasi
, setelah itu udara disemprotkan ke bahan pangan yang akan dikeringkan. Bahan pangan perlahan akan berkurang kadar airnya karena ada proses penguapan cairan. Tahap selanjutnya yaitu proses pemisahan antara udara yang menguap dengan produk yang berbentuk bubuk.
[44]
Pemanggangan adalah proses pengolahan pangan yang membutuhkan panas supaya bahan pangan tersebut menjadi matang tanpa bantuan
minyak goreng
maupun air sebagai medium pemindah panas, akan tetapi menggunakan oven dengan suhu yang berbeda-beda tergantung dari jenis produk yang akan dipanggang. Pada umumnya pemanggangan dilakukan pada suhu di atas 100
0
C.
[45]
Pemanggangan roti
Ada dua metode yang dipakai pada saat membuat adonan roti yaitu
the sour dough
yang menggunakan asam sebagai bahan pengembang, dan
the straight dough
yang menggunakan ragi sebagai bahan pengembang.
[46]
Pada metode
sour dough
, bahan baku yang perlu disiapkan adalah tepung terigu, air, ragi, serta garam, dan
bakteri asam laktat
yang berfungsi untuk menghasilkan gas karbondioksida selama proses fermentasi.
[47]
Pada metode
straight dough
, setelah adonan sudah menyatu lalu dilakukan proses fermentasi selama 2-3 jam. Adonan yang telah mengembang karena gas karbondioksida lalu dikempiskan kembali dan dibentuk, setelah itu difermentasikan kembali.
[48]
Suhu yang diaplikasikan pada pemanggangan
roti tawar
berada pada kisaran 200
0
C ? 210
0
C selama 20-35 menit; sedangkan kisaran suhu yang diaplikasikan pada pemanggangan
roti manis
antara 180
0
C-200
0
C selama 11-15 menit.
[49]
Minyak goreng lazim dijumpai dalam bentuk cair pada suhu ruang. Lemak juga dapat digunakan untuk menggoreng makanan. Lemak adalah minyak yang berbentuk padat pada suhu ruang. Minyak dan lemak mempunyai kesamaan dalam hal senyawa penyusun utamanya, yaitu
triasilgliserol
yang dicirikan oleh sebuah gugus
gliserol
dan tiga gugus
asam lemak
. Minyak pangan ditandai dengan derajat kejenuhan yang tinggi, sedangkan lemak pangan ditandai dengan derajat kejenuhan yang tinggi.
[50]
Minyak goreng yang dipakai dalam industri pangan harus memenuhi syarat yaitu : mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi terhadap proses oksidasi, tidak mudah berbuih, memiliki titik asap yang tinggi, serta titik leleh yang rendah.
[51]
Saat bahan pangan dimasukkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan akan naik dengan cepat sementara air akan menguap. Suhu permukaan yang telah naik tersebut berpindah kepada minyak panas lalu suhu internal bahan pangan pelan-pelan mendekati 100
0
C. Laju perpindahan panas dikendalikan oleh perbedaan suhu antara minyak dan makanan dan juga koefisien perpindahan panas pada permukaan. Laju penetrasi panas dikendalikan oleh konduktivitas termal makanan.
[52]
Suhu yang diaplikasikan pada penggorengan bervariasi, tergantung pada alasan-alasan ekonomis serta persyaratan dari produk. Pada suhu tinggi (180-200
0
C), waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng relatif singkat sehingga laju produksi meningkat. Namun demikian, suhu tinggi mempercepat kerusakan minyak dan membentuk asam lemak tidak jenuh. Suhu penggorengan pun ditentukan oleh persyaratan produk. Makanan yang renyah atau garing dan bagian dalam makanan mesti matang, maka sebaiknya menggunakan suhu tinggi pada saat menggoreng.
[15]
Ada empat metode penggorengan tergantung pada jenis bahan pangan dan tujuan penggorengan. Pertama,
Shallow frying
.
Metode penggorengan ini cocok untuk bahan pangan yang perbandingan antara luas permukaan dan volume cukup besar misalnya telur atau burger. Perpindahan panas terjadi dari permukaan wajan yang sudah dilapisi minyak secara konduksi. Kedua,
Deep fat frying
.
Perpindahan panas pada metode ini terjadi secara konveksi dalam minyak dan secara konduksi di dalam bahan pangan. Bahan pangan terendam seluruhnya dalam minyak sehingga hasil penggorengan lebih merata ke seluruh bagian makanan; dan dengan terendam seluruhnya, penguapan air di dalam bahan akan semakin cepat sehingga dihasilkan produk yang renyah dan kering. Ketiga,
Spray frying
.
Metode ini banyak dipakai di perusahaan dan industri skala besar. Mekanismenya adalah minyak dipanaskan pada mesin yang terpisah dengan bahan pangan pada rentang suhu antara 180-270
0
C, lalu bahan pangan yang akan digoreng ditempatkan di atas konveyor berjalan dalam ruangan yang hampa udara. Setelah itu, minyak panas disemprotkan mengenai bahan pangan tersebut dalam waktu yang cukup cepat. Keempat,
Vacuum frying
.
Metode penggorengan ini beroperasi pada tekanan dan temperatur yang rendah serta dalam kondisi hampa udara. Setelah semua syarat dipenuhi, bahan pangan dimasukkan ke dalam minyak yang telah mencapa suhu 70
0
C. Metode ini cocok dipakai untuk bahan pangan yang jika terkena suhu tinggi maka akan merusak bahan pangan itu sendiri.
Suhu panas yang diaplikasikan pada metode penggorengan ini sebesar 70
0
C, dan itu sudah mencapai titik didihnya. Setelah dicapai suhu 70
0
C serta dalam kondisi hampa udara, maka setelah itu bahan dimasukkan ke dalam alat penggorengan. Kadar air yang terdapat pada bahan yang digoreng akan dihisap oleh mesin
vaccuum frying
.
[53]
Iradiasi pangan
bertujuan untuk mencegah terjadinya kebusukan bahan pangan serta mencegah kerusakan karena
aktivitas mikroorganisme
dengan cara menyinari bahan pangan menggunakan zat radioaktif. Iradiasi pangan sudah diterapkan di banyak negara dan dianggap aman. Ada tiga sumber iradiasi yang boleh digunakan yaitu : sinar Gamma dari radionuklida 60Co atau 137Cs; sinar X yang berasal dari pengoperasian mesin memakai energi sebesar 5 MeV atau di bawah itu; elektron yang bersumber dari pengoperasian mesin yang memakai energi sebesar 10 MeV atau di bawah itu.
[54]
Pengolahan pangan dengan suhu rendah
[
sunting
|
sunting sumber
]
Terkait pendinginan, ada dua istilah yang dipakai yaitu pembekuan dan
chilling
. Pada proses pembekuan, kristalisasi air berfungsi untuk menghilangkan panas laten, sehingga dibutuhkan lebih banyak waktu dan energi untuk menyempurnakan prosesnya; sementara itu, pada proses
chilling
, panas dapat dimanfaatkan pada prosesnya.
[55]
Suhu yang dibutuhkan dalam proses
chilling
berkisar antara (-1)-(8)
0
C.
Chilling
berfungsi untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan mengurangi pengaruh dari mikrobiologi serta biokimia. Makanan yang mengalami proses
chilling
, terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan kisaran suhunya. Pertama, ikan segar, nuget ikan; daging segar beserta dengan produk turunannya seperti sosis, daging giling, serta daging asap yang didinginkan pada kisaran suhu (-1)-(+1)
0
C. Kedua, daging yang telah dipasteurisasi; susu beserta produk turunannya seperti krim dan
yoghurt
; roti beserta produk turunannya seperti roti lapis/
sandwich
, donat. Ketiga, jus buah; produk turunan susu seperti margarin, keju, dan mentega yang disimpan pada rentang suhu 0-8
0
C.
[56]
Pengolahan secara biokimia/mikrobiologis
[
sunting
|
sunting sumber
]
Secara umum,
fermentasi
adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengubah gula menjadi
asam organik
atau
alkohol
. Sementara itu, ada pengertian fermentasi yang berbeda di dalam ilmu biokimia dan mikrobiologi. Dalam ilmu biokimia, fermentasi diartikan sebagai pemecahan senyawa organik yang menghasilkan energi; dalam ilmu mikrobiologi, fermentasi merupakan pertumbuhan sel baik pada kondisi aerob (membutuhkan okigen), maupun kondisi anaerob tanpa oksigen.
[57]
Fermentasi tradisional
Fermentasi tradisional di Indonesia menerapkan prinsip bioteknologi yang sederhana dengan memanfaatkan mikroorganisme baik seperti bakteri, ragi, dan kapang.
[58]
Fermentasi yang khas dari Indonesia dapat dibagi ke dalam empat kelompok. Pertama, fermentasi yang memecah protein dari ikan, udang secara enzimatis dengan kadar garam yang cukup tinggi. Contohnya terasi. Kedua, fermentasi yang bahan bakunya berasal dari kacang-kacangan. Contohnya tempe yang berasal dari kacang kedelai dengan memanfaatkan kapang
Rhizopus
; oncom yang berasal dari kacang tanah dengan bantuan kapang
Rhizopus. Ketiga,
fermentasi yang menghasilkan asam organik. Contoh produknya adalah dadih yang berasal dari susu kerbau dan difermentasi menggunakan bakteri asam laktat, dadih berasal dari di wilayah Sumatera Barat; acar yang merupakan sayuran yang difermentasi, acar banyak ditemukan di beberapa kota di Indonesia; tempoyak yang memiliki perpaduan rasa asam dan asin berasal dari daging durian yang sudah matang, tempoyak banyak ditemukan di Sumatera Selatan dan Kalimantan. Keempat, fermentasi yang menghasilkan alkohol. Contoh produknya adalah tape ketan dan brem. Nasi ketan dihidrolisis/dipecah menjadi maltosa dan glukosa dengan bantuan kapang
Amylomyces rouxii
dan khamir
Endomycopsis burtonii
, dan jika dilakukan fermentasi lebih lanjut, akan menghasilkan etanol dan asam organik dari gula. Brem berasal dari jus tape ketan.
[59]
Fermentasi skala industri
Fermentasi dibedakan menjadi lima jenis berdasarkan produk yang dihasilkan. Pertama, produksi biomassa mikroorganisme. Produksi jenis ini terbagi menjadi dua yaitu produksi ragi yang digunakan pada pembuatan roti, dan produksi sel mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk sel protein tunggal. Kedua, produksi enzim mikroorganisme. Enzim dapat berasal dari tanaman, hewan, maupun mikroorganisme. Enzim dari mikroorganisme jauh lebih efektif karena mampu menghasilkan produk dalam jumah yang besar. Enzim yang diproduksi secara komersial dari yang berasal dari mikroorganisme adalah enzm amilase, protease, laktase, serta selulose. Ketiga, produksi metabolit mikroorganisme. Produk metabolit primer dibuat secara komersial, contoh produknya seperti etanol, asam sitrat, asam glutamat, lisin, nukleotida, polisakarida, serta vitamin. Sementara itu, kultur mikroorganisme mensintesis metabolit sekunder yang tidak dibuat pada tahap trofofase contoh metabolit sekunder yaitu antibiotik, pigmen, dan steorid. Keempat, produksi produk rekombinan. Produk yang dibuat pada proses ini adalah interferon, epidermal, insulin, dan serum albumin manusia. Kelima, produk biotransformasi. Produk biotransformasi dihasilkan oleh mikroorganisme pada suhu dan tekanan yang rendah. Contoh produknya adalah antibiotik dan steroid.
[60]
- ^
Winarsih, Devy Sri (2016).
"Bagaimana Kamu Mengartikan Pengolahan Makanan?"
.
IAAS Indonesia
(dalam bahasa Inggris)
. Diakses tanggal
2022-01-23
.
- ^
Handayani, Titin Hera Widi; Marwanti (2011).
"Pengolahan Makanan Indonesia"
(PDF)
.
Staff New UNY
. hlm. 14
. Diakses tanggal
2022-01-23
.
- ^
Rezkisari, Indira (2017).
"Ini Dia Sejarah Pengolahan Makanan dengan Panas"
.
Republika Online
. Diakses tanggal
2022-01-23
.
- ^
Wening, Tyas (2018).
"Sejak Kapan Manusia Mulai Memasak Makanannya? Ayo Cari Tahu! - Bobo"
.
bobo.grid.id
. Diakses tanggal
2022-01-23
.
- ^
Sari, Siska Permata (2021).
"5 Teknik Merebus yang Bikin Makanan Lezat dan Sehat"
.
iNews.ID
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Khoiri, Agniya (2016).
"Lima Teknik Memasak yang Bisa Berbahaya bagi Kesehatan"
.
CNN Indonesia
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Zahra, Salma Mahjatina (2020).
"Kenali 4 Teknik Memasak dan Pengaruhnya pada Nutrisi Makanan"
.
Tirto.id
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Ramsay, Gordon (2021).
"Cooking 101: What Is Poaching? How to Poach an Egg and Other Poaching Techniques"
.
Master Class
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Amadea, Azalia (2020).
"Jangan Salah Sebut, 10 Istilah Teknik Memasak yang Perlu Kamu Tahu"
.
Kumparan
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Lahmudin; Susanty, Sri; Yulendra, Lalu; Hulfa, Ihyana (2021).
"Teknik Pengolahan Bumbu Dasar Masakan Indonesia di STP Mataram"
.
STP Mataram
. hlm. 20.
- ^
Lyliana, Lea (2021). Lyliana, Lea, ed.
"4 Jenis Minyak Goreng yang Cocok untuk Menumis, Tidak Mudah Gosong"
.
Kompas.com
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Ananda, Kun Sila (2014). Ananda, Kun Sila, ed.
"Ini alasan memanggang makanan lebih menyehatkan"
.
Merdeka.com
. Diakses tanggal
2022-01-29
.
- ^
Mulyani, Roza (2014).
"Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Higiene Pengolah Makanan"
.
Jurnal Ilmiah Sai Betik
. hlm. 6-7
. Diakses tanggal
2022-01-23
.
- ^
Fatmawati, Suci; Rosidi, Ali; Handarsari, Erma (2013).
"Perilaku Higiene Pengolah Makanan Berdasarkan Pengetahuan Tentang Higiene Mengolah Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan Di Pusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah"
.
Jurnal Gizi
(dalam bahasa Inggris).
2
(2): 30?31.
doi
:
10.26714/jg.2.2.2013.%p
.
ISSN
2580-4847
.
- ^
a
b
c
d
Faridah, Anni; Pada, Kasmita S.; Yulastri, Asmar; Yusuf, Liswarti (2008).
"Patiseri: Jilid 2"
(PDF)
.
E-Book BSE
. hlm. 204-207.
[
pranala nonaktif permanen
]
- ^
Gardjito, Murdijati (2018).
Fisiologi Pascapanen Buah dan Sayur
. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm. 1.
ISBN
978-979-420-945-5
.
- ^
Grandison, Alistair S (2012).
"Postharvest Handling and Preparation of Foods for Processing"
(PDF)
: 20.
- ^
Laksmi Jenie, Betty Sri (2022).
Sanitasi Dalam Penanganan Pangan (Edisi 2)
(PDF)
. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 5.
ISBN
9786234808261
.
- ^
Grandison, Alistair S (2012).
"Postharvest Handling and Preparation of Foods for Processing"
(PDF)
: 20.
- ^
Sivasankar, B (2009).
Food Processing and Preservation
. New Delhi: PHI Learning Private Limited. hlm. 173?174.
ISBN
978-81-203-2086-4
.
- ^
Grandison, Alistair S (2012).
"Postharvest Handling and Preparation of Foods for Processing"
(PDF)
: 13.
- ^
Grandison, Alistair S (2012).
"Postharvest Handling and Preparation of Foods for Processing"
(PDF)
: 14.
- ^
Grandison, Alistair S (2012).
"Postharvest Handling and Preparation of Foods for Processing"
(PDF)
: 17?18.
- ^
Grandison, Alistair S (2012).
"Postharvest Handling and Preparation of Foods for Processing"
(PDF)
: 20.
- ^
Richardson, Philip (2004).
Improving the Thermal Processing of Foods
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 33.
ISBN
1-85573-730-2
.
- ^
Waziiroh, Elok (2017).
Proses Termal pada Pengolahan Pangan
. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 1?2.
ISBN
978-602-432-105-5
.
- ^
Waziiroh, Elok (2017).
Proses Termal pada Pengolahan Pangan
. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 3?4.
ISBN
978-602-432-105-5
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 235.
ISBN
1-85573-533-4
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 241.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 242.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Lewis, Michael (2000).
Continuous Thermal Processing of Foods
(PDF)
. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publishers, Inc. hlm. 195?196.
ISBN
0-8342-1259-5
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 250.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Lewis, Michael (2000).
Continuous Thermal Processing of Foods
(PDF)
. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publishers, Inc. hlm. 237.
ISBN
0-8342-1259-5
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 264.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 268.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Fellows, P (
https://www.webpal.org/SAFE/aaarecovery/2_food_storage/Food%20Processing%20Technology.pdf
).
Food Processing Technology
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 278.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Brennan, James G (2006).
Food Processing Handbook
. Weinheim: Wiley VCH Verlag. hlm. 71.
ISBN
978-3-527-30719-7
.
- ^
Guy, Robin (2001).
Extrusion Cooking
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 1.
ISBN
1 85573 559 8
.
- ^
Riaz, Mian N (2002).
Extruders in Food Applications
. New York: CRC Press. hlm. 3.
ISBN
1 56676 779 2
.
- ^
Asiah, Nurul (2021).
Konsep Dasar Proses Pengeringan Pangan
. Malang: AE Publishing. hlm. 4.
ISBN
978-623-306-469-9
.
- ^
Greensmith, Maurice (1998).
Practical Dehydration
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 67.
ISBN
1 85573 394 3
.
- ^
Mesin, Aneka.
"Mesin Pengering Cabinet Dryer"
. Diakses tanggal
10 Januari
2022
.
- ^
Greensmith, Maurice (1998).
Practical Dehydration
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 68.
ISBN
1 85573 394 3
.
- ^
Mesin, Jual.
"Mesin spray Dryer"
. Diakses tanggal
10 Januari
2022
.
- ^
IPB, Himitepa (2016).
"Baking, Grilling, or Roasting?"
. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2022-01-29
. Diakses tanggal
17 Januari
2022
.
- ^
Kamel, Basil S (1993).
Advances in Baking Technology
. Ohio: Chapman and Hall. hlm. 30.
ISBN
978-1-4899-7256-9
.
- ^
Cauvain, Stanley P (2018).
Baking Technology and Nutrition
. Hoboken, NJ: Jogn Wiley and Son, Ltd. hlm. 28.
ISBN
9781119387121
.
- ^
Friend, Baker's (2020).
"Metode Pembuatan Roti"
. Diakses tanggal
17 Januari
2022
.
- ^
Cakefever, Ferona.
"Tips Membuat Roti Empuk"
. Diakses tanggal
17 Januari
2022
.
- ^
Rahardjo, Ag. Pamudji (2021).
Minyak Goreng untuk Pengolahan Pangan
. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm. 1.
ISBN
978-602-386-926-8
.
- ^
Rosell, JB (2001).
Frying
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 88.
ISBN
1 85573 556 3
.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 355.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Setiarto, Haryo Bimo (2021).
Teknik Menggoreng Makanan yang Baik untuk Kesehatan
. Bogor: Guepedia. hlm. 22?30.
ISBN
978-623-270-885-3
.
- ^
POM, Badan (2006).
"Pangan Iradiasi, Alternatif yang Menjanjikan"
. Diakses tanggal
20 januari
2022
.
- ^
Pardo, Jose Mauricio (2006).
"Freezing"
(PDF)
: 1.
- ^
Fellows, P (2000).
Food Processing Technology
(PDF)
. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm. 387.
ISBN
1 85573 533 4
.
- ^
Nurhadianty, Vivi (2018).
Pengantar Teknologi Fermentasi Skala Industri
. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 1.
ISBN
978-602-432-592-3
.
- ^
Kristiandi, Kiki (2021).
Teknologi Fermentasi
. Yayasan Kita Menulis. hlm. 2.
ISBN
978-623-6840-79-5
.
- ^
Setiarto, Haryo Bimo (2020).
Teknologi Fermentasi Pangan Tradisional dan Olahannya
. Guepedia. hlm. 10?13.
ISBN
978-602-443-769-5
.
- ^
Nurhadianty, Vivi (2018).
Pengantar Teknologi Fermentasi Skala Industri
. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 3?5.
ISBN
978-602-432-592-3
.