Penentuan Pendapat Rakyat
(
Pepera
;
bahasa Inggris
:
Determination of the People's Opinion
atau dikenal dengan sebutan
Act of Free Choice
;
bahasa Indonesia
:
Tindakan Pilihan Bebas
) adalah pemilihan umum yang diadakan pada tanggal 14 Juli?2 Agustus 1969 untuk menentukan status daerah
bagian barat Pulau Papua
, antara memerdekakan diri atau integrasi dengan
Indonesia
. 1.025 laki-laki dan perempuan yang diseleksi oleh
militer Indonesia
secara aklamasi memilih bergabung dengan
Indonesia
.
[1]
[2]
Hasilnya diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Resolusi 2504 (XXIV)
Majelis Umum
.
[3]
Keabsahan hasilnya masih dipersoalkan oleh berbagai pihak sampai sekarang. Nama Pepera yang sering disebut (
Act of Free Choice
) dalam bahasa Inggris dan sering dipelintir oleh stasiun berita Australia menjadi "
Act of No Choice
".
[4]
Referendum ini beserta pelaksanaannya dijelaskan dalam
Perjanjian New York
. Pasal 17 menyatakan:
- "Indonesia akan meminta
Sekretaris Jenderal
untuk menunjuk seorang Wakil yang" .. "akan mewakili Sekretaris Jenderal untuk memberikan saran, membantu, dan berpartisipasi dalam persiapan penentuan pendapat rakyat yang akan menjadi tanggung jawab Indonesia. Pada waktu yang tepat, Sekretaris Jenderal akan menunjuk Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa agar ia dan stafnya melanjutkan dinas mereka di wilayah ini satu tahun menjelang penentuan nasib sendiri." .. "Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan stafnya akan mendapatkan hak bebas bepergian (
freedom of movement
) yang sama seperti personel yang dimaksud dalam Pasal XVI".
Pasal 18 menyatakan:
- Pasal XVIII
- Indonesia akan melakukan persiapan, dengan bantuan dan partisipasi Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan stafnya, untuk memberikan kesempatan memilih secara bebas kepada masyarakat di wilayah ini. Persiapan yang dimaksud meliputi:
- a. Konsultasi (musyawarah) dengan dewan perwakilan mengenai prosedur dan metode yang harus diikuti untuk menjamin kehendak masyarakat yang dinyatakan secara bebas.
- b. Penentuan tanggal pelaksanaan penentuan pendapat rakyat dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Perjanjian ini.
- c. Perumusan pertanyaan yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat untuk memutuskan (a) apakah mereka ingin tetap dengan Indonesia; atau (b) apakah mereka ingin memutus hubungan dengan Indonesia.
- d. Kelayakan semua orang dewasa, laki-laki dan perempuan, yang bukan warga negara asing untuk berpartisipasi dalam penentuan nasib sendiri yang akan dilaksanakan sesuai dengan praktik internasional, yang bertempat tinggal di wilayah ini pada saat Perjanjian ini ditandatangani, termasuk penduduk yang pergi setelah 1945 dan pulang untuk tinggal di wilayah ini setelah pemerintahan Belanda berakhir.
Menurut Pasal 17 Perjanjian New York, plebisit baru bisa dilaksanakan satu tahun setelah utusan PBB Fernando Ortiz-Sanz, Duta Besar Bolivia untuk PBB, tiba di Irian Barat pada tanggal 22 Agustus 1968.
Perjanjian New York menggariskan bahwa semua laki-laki dan perempuan di Papua yang bukan warga negara asing punya hak memilih dalam Pepera. Jenderal
Sarwo Edhie Wibowo
malah memilih 1.025 laki-laki dan perempuan Melanesia untuk mewakili 800.000 penduduk Irian Barat.
[2]
[5]
Mereka diminta memilih dengan mengangkat tangan atau membaca kalimat yang sudah disiapkan di hadapan pengamat
Perserikatan Bangsa-Bangsa
. Mereka memilih secara terbuka dan semuanya mendukung pemerintahan Indonesia. PBB menerima hasilnya dengan mengesahkan
Resolusi 2504
di Majelis Umum.
[5]
Menurut
Hugh Lunn
, seorang wartawan
Reuters
, laki-laki yang dipilih sebagai peserta Pepera mengalami
pemerasan
supaya menolak kemerdekaan. Mereka beserta anggota keluarga mendapat ancaman kekerasan.
[1]
[2]
[6]
Beberapa
kawat diplomatik
mencantumkan bahwa para diplomat AS menduga Indonesia tidak akan menang apabila pemilihannya dilakukan secara jujur dan adil. Mereka juga menduga pemilihan ini tidak dilaksanakan secara bebas, tetapi mereka memandang Pepera "tidak bisa diapa-apakan lagi" dan "tidak terlalu menyangkut kepentingan Amerika Serikat".
[7]
Ortiz-Sanz menulis dalam laporannya bahwa "penentuan pendapat rakyat telah dilaksanakan sesuai praktik di Indonesia", tetapi ia tidak menyebutkan apakah pemilihan ini sesuai dengan praktik internasional yang dimandatkan.
[8]
Sebagai bagian dari perjanjian New York, Indonesia sebelum akhir tahun 1969 wajib menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat. Pada awal tahun
1969
, pemerintah Indonesia mulai menyelenggarakan Pepera. Penyelenggaraan Pepera dilakukan 3 tahap yakni sebagai berikut,
- Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 Maret 1969. Pada tahap ini dilakukan konsultasi dengan dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
- Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah Pepera yang berakhir pada bulan
Juni
1969
.
- Tahap ketiga dilaksanakan Pepera dari kabupaten Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.
Pelaksanaan Pepera itu turut disaksikan oleh utusan
PBB
, utusan
Australia
dan utusan
Belanda
. Ternyata hasil Pepera menunjukkan masyarakat Irian Barat menghendaki bergabung dengan
NKRI
. Hasil Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan pada tanggal
19 November
1969
, sidang umum PBB menerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera.
Penentuan Pendapat Rakyat
, PEPERA sering disebut sebagai
Act of Free Choice
;
bahasa Indonesia
:
Tindakan Pilihan Bebas
yang kemudian diubah menjadi
Act of No Choice
;
bahasa Indonesia
:
Tindakan Tanpa Pilihan
oleh aktivis separatis Papua.
[7]
Banyak aktivis tersebut menuntut referendum baru yang melibatkan setiap warga Papua. Setelah
jatuhnya Soeharto
tahun 1998, Uskup Agung
Desmond Tutu
dan sejumlah anggota
parlemen Eropa
dan Amerika Serikat meminta Sekretaris Jenderal
PBB
Kofi Annan
untuk meninjau ulang peran PBB dalam Pepera sekaligus keabsahan hasilnya.
[7]
Sejumlah pihak meminta PBB mengadakan referendumnya sendiri dengan kriteria pemilih yang telah tertuang dalam Perjanjian New York. Mereka juga menyoroti izin tambang yang dijual Indonesia ke
Freeport-McMoRan
pada 1967 dengan masa kontrak 30 tahun. Sikap resmi pemerintah Indonesia dan PBB adalah penerimaan hasil Pepera oleh
Majelis Umum PBB
merupakan bentuk pengakuan atas pelaksanaan dan hasil Pepera.
[9]
Referendum baru didukung oleh berbagai organisasi internasional, antara lain
Free West Papua Campaign
yang bekerja sama dengan separatis Papua di Indonesia untuk memperjuangkan penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan penuh dari Indonesia.
[10]
Organisasi
Republik Federal Papua Barat
, dibentuk tanggal 19 Oktober 2011 dalam Kongres Rakyat Papua Barat ke-3, menyatakan bahwa Perjanjian New York dan Penentuan Pendapat Rakyat batal tidak sah dan meminta pengakuan PBB sebagai negara merdeka berdasarkan hukum internasional dan hukum adat.
[11]
- The United Nations and the Indonesian Takeover of West Papua, 1962-1969: Anatomy of a Betrayal
by John Saltford (2002)
ISBN
0-415-40625-0
(
pdf 3.4 MB
)
- Drooglever, Pieter J.:
Een Daad van Vrije Keuze: De Papoea's van Westelijke Nieuw-Guinea en de grenzen van het zelfbeschikkingsrecht.
Uitgeverij Boom, Amsterdam, 2005.
ISBN
90-8506-178-4
(
Summary
)
- ^
a
b
"Breaking Free From Betrayal"
.
New Internationalist
. November 5, 1999
. Diakses tanggal
April 4,
2019
.
- ^
a
b
c
"48 years since the Act of No Choice"
. Free West Papua Campaign. August 2, 2017
. Diakses tanggal
April 4,
2019
.
- ^
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Deklarasi-tentang-Pemberian-Kemerdekaan-kepada-Negara-Kolonial-dan-Masyarakat.pdf
- ^
Clarke, Tom (2017-10-09).
"West Papua petition: Australia made a human rights promise that's about to be tested - ABC News (Australian Broadcasting Corporation)"
. Abc.net.au
. Diakses tanggal
2018-04-14
.
- ^
a
b
"Act of Free Choice"
.
West Papua Information Kit
. Diakses tanggal
April 4,
2019
.
- ^
"West Papua's 'Act of Free Choice' - 45 years on"
.
The Ecologist
. The Resurgence Trust. March 7, 2014
. Diakses tanggal
April 4,
2019
.
- ^
a
b
c
Simpson, Brad, ed. (2004-07-09).
"Indonesia's 1969 Takeover of West Papua Not by "Free Choice
"
"
.
National Security Archive
.
Diarsipkan
dari versi asli tanggal 6 January 2011
. Diakses tanggal
2010-12-28
.
- ^
[29 Id. At 44-45. 30 BUDIARDJO & LIONG, WEST PAPUA, supra note 10, at 24-26. See also OSBORNE, INDONESIA’S SECRET WAR, supra note 4, at 46-48.]
- ^
Hidayat, Mochamad S. (Summer 2003).
"The Act of Free Choice: a retrospective look"
.
New York
.
[
pranala nonaktif permanen
]
- ^
Free West Papua Campaign
- ^
"perayaan hari kemerdekaan negara republik federal papua barat nrfpb ke-8 19 oktober 2011-19 oktober 2019"
.
tanahku west papua
. 2 oktober 2019. Diarsipkan dari
versi asli
tanggal 2021-05-23
. Diakses tanggal
23 mei
2021
.
|
---|
Latar belakang
| |
---|
Pihak terlibat
| |
---|
Operasi militer
| |
---|
Insiden/pelanggaran HAM
| |
---|
Tokoh Papua
| |
---|
Tokoh non-Papua
| |
---|
Lihat pula
| |
---|