Pembantaian Banyuwangi 1998
|
---|
|
Peta Banyuwangi lalu menyebar ke pelosok jawa
|
Lokasi
| Banyuwangi
|
---|
Tanggal
| Februari 1998 - September 1998
|
---|
Sasaran
| Orang yang diduga dukun santet
|
---|
Jenis serangan
| Serangan hendap
|
---|
Senjata
| Senjata tajam
|
---|
Korban tewas
| 309
|
---|
Korban luka
| Tidak diketahui
|
---|
Pelaku
| Tidak diketahui
|
---|
Motif
| Tidak diketahui
|
---|
Pembantaian Banyuwangi 1998
adalah peristiwa pembantaian terhadap orang yang diduga melakukan praktik ilmu hitam (
santet
atau
tenung
) yang terjadi di
Banyuwangi
,
Jawa Timur
pada kurun waktu
Februari
hingga
September
1998
. Namun hingga saat ini motif pasti dari peristiwa ini masih belum jelas.
Pembunuhan pertama terjadi pada Februari 1998 dan memuncak hingga
Agustus
dan September 1998. Pada kejadian pertama di bulan Februari tersebut, banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa, dalam artian kejadian tersebut tidak akan menimbulkan sebuah peristiwa yang merentet panjang. Pembunuh dalam peristiwa ini adalah warga-warga sipil dan oknum asing yang disebut
ninja
. Dalam kejadian ini, setelah dilakukan pendataan korban. Ternyata banyak di antara para korban bukan merupakan dukun santet. Di antara para korban terdapat guru mengaji, dukun
suwuk
(penyembuh) dan tokoh-tokoh masyarakat seperti ketua RT atau RW.
Sasarannya malah komunitas
Using
dan komunitas santri. Dan ternyata yang terkena cuma guru ngaji, seorang tua yang tukang
suwuk
, kalau ada tokoh, ya tokoh lokal. Sehingga konseptor merasa gagal
Pada
6 Februari
1998,
Bupati
Banyuwangi saat itu
Kolonel
Polisi
(Purn)
HT. Purnomo Sidik
mengeluarkan
radiogram
yang ditujukan untuk seluruh jajaran aparat pemerintahan dari
camat
hingga
kepala desa
untuk mendata orang-orang yang ditengarai memiliki ilmu supranatural dan untuk selanjutnya melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap orang-orang tersebut. Radiogram selanjutnya dikeluarkan pada bulan September yang berisi penegasan terhadap radiogram sebelumnya. Namun yang terjadi, setelah radiogram dikeluarkan dan dilakukan pendataan, pembantaian malah semakin meluas. Dalam sehari ada 2-9 orang yang terbunuh. Sehingga masyarakat berasumsi bahwa radiogram bupati tersebut adalah penyebab dari pembantaian dan radiogram yang berisi perintah pengamanan tersebut adalah dalih pemerintah untuk membasmi tokoh-tokoh yang berlawanan ideologi dengan pemerintah. Selain itu muncul spekulasi bahwa pembantaian tersebut didalangi oleh oknum
ABRI
, tetapi hal itu tidak terbukti hingga saat ini.
Cepak! Cepak! Tentara itu yang nyuruh! Nah, kan. Tentara lagi yang dituduh. Jadi analisis kami bahwa itu untuk menumbuhkan rasa ketidakpercayaan terhadap aparat
Kemudian, terlepas dari spekulasi yang muncul akibat radiogram yang dikeluarkan bupati. Para ulama di Kabupaten Banyuwangi menganggap bahwa meskipun radiogram yang dikeluarkan dimaksudkan untuk maksud sebenarnya (benar-benar bertujuan untuk mengamankan orang-orang dengan ilmu supranatural), penerapannya kurang tersembunyi sehingga informasi mengenai orang-orang tersebut bocor ke pihak massa pembantai sehingga orang tadi kehilangan nyawanya sesaat setelah melapor ke aparat desa.
Seperti di daerah
Bubuk
itu. Mereka didata, malamnya ada yang nyerbu
?
Utomo Dauwis, anggota TPF NU. Wawancara TvOne.
Kami tidak menafsirkan berbeda
(radiogram),
jadi pelaksanaannya seperti itu dan kita lakukan pengamanan terhadap mereka
Berdasarkan hal tersebut para ulama tersebut menilai bahwa kepemimpinan Bupati Pur gagal dan membentuk
Gerakan 101
untuk menuntut Bupati Pur mundur dari jabatannya.
Pada masa pembantaian muncul sosok yang disebut
ninja
. Ninja tersebut memakai pakaian serba hitam dan kedapatan memakai
handy-talky
dalam beroperasi. Ada dua versi mengenai ninja ini. Ada yang menyebutkan bahwa ninja tersebut adalah orang yang hanya berkostum hitam dan membawa senjata, sedangkan yang lain menceritakan bahwa sosok ninja yang mereka lihat adalah seperti ninja di
Jepang
dan mampu bergerak ringan melompat dari sisi ke sisi yang tidak akan bisa dilakukan oleh manusia biasa. Mereka sangat terlatih dan sistematis. Saat itu, yang terjadi adalah listrik tiba-tiba mati dan sesaat kemudian terdapat seseorang yang sudah meninggal karena dibunuh. Keadaan mayat pada saat itu ada yang sudah terpotong-potong, patah tulang ataupun kepala yang pecah.
Karena santri itu panik, ada yang bilang berpakaian hitam, ada yang bilang berpakaian biru. Sambil jerit-jerit, kata mereka itu yang tiga (orang) di dalam yang tiga di luar
?
H. Ali Sudarji, target pembunuhan yang berhasil lolos. Wawancara TvOne
Munculnya gelandangan dan orang gila
[
sunting
|
sunting sumber
]
Pada masa pembantaian ini muncul sekelompok gelandangan dan orang gila di penjuru kabupaten. Baik di desa maupun di kota. Para orang gila ini menunjukkan hal yang janggal seperti mampu menjawab dengan baik pertanyaan penanya, tetapi ketika ditanya mengenai asal usulnya, mereka akan bertingkah seperti orang gila. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa orang-orang gila ini terlibat dalam peristiwa pembantaian. Dugaan tersebut semakin diperkuat dengan menghilangnya orang-orang gila tersebut tanpa upaya apapun dari pihak berwenang saat pembantaian mulai mereda.
Berkut ini data korban dari versi, yakni versi Pemkab dan Tim Pencari Fakta
Nahdlatul Ulama
[1]
Beberapa penyelidikan pernah dilakukan untuk mengungkap kronologi, dalang, dan motif dibalik peristiwa ini. Seperti beberapa mahasiswa datang untuk melakukan penelitian dan
Menteri Pertahanan
dan
Panglima Angkatan Bersenjata
saat itu,
Jenderal
Wiranto
datang ke Banyuwangi untuk memantau penyelidikan. Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) waktu itu juga telah membentuk tim untuk menyelidiki dan telah mengumumkan pernyataan bahwa terdapat indikasi pelanggaran HAM berat pada kasus ini. Namun karena kurangnya keseriusan, akhirnya penyelidikan dihentikan. Selain itu, dalam kasus ini telah ditangkap puluhan orang dan ditetapkan sebagai tersangka dan menerima sanksi kurungan dengan kurun waktu yang bervariasi. Meskipun begitu, dalang utama atau orang yang mencetuskan pertama kali tidak pernah tertangkap ataupun terungkap.
Kejahatan kemanusiaan itu adalah kejahatan yang dilakukan oleh warga-warga sipil dalam keadaan tidak perang. Dalam kasus Banyuwangi ini memenuhi sebagai pelanggaran HAM berat karena terdapat dua unsur yaitu unsur sistematis dan unsur meluas
?
Ahmad Baso, komisioner
Komnas HAM
. Wawancara TvOne
Sistem hukum di negara kita ini kan menuduh, mendakwa dan memidanakan orang perorang. Kalo itu dikerjakan secara massal, orang bisa sembunyi di balik massa itu
?
Soetandyo Wignjosoebroto, sosiolog. Wawancara TvOne
Pada
Desember
2007
, tim dari Nahdlatul Ulama membuka kembali investigasi kasus ini dengan memberikan pengaduan kepada Komnas HAM dengan maksud agar peristiwa tersebut bisa diurai, dalang-dalangnya bisa diseret ke pengadilan dan keluarga korban yang tertuduh sebagai dukun santet bisa dibersihkan nama baiknya. Namun hal ini terkendala dari keluarga korban yang sudah tidak ingin jika kasus ini dibuka lagi. Keluarga korban hanya meminta rehabilitasi atas kejadian tersebut dan tidak menginginkan aktor-aktor dari peristiwa ini diadili.
- ^
Buku Geger Santet Banyuwangi
|
---|
|
Politik & Pemerintahan
| | |
---|
Sejarah
| Pra kemerdekaan
| |
---|
Pasca kemerdekaan
| |
---|
|
---|
Lokasi terkenal dan Wisata
| Wisata Sejarah dan Religi
| |
---|
Wisata Kota
| |
---|
Pantai dan Laut
| |
---|
Gunung
| |
---|
Air Terjun dan Pemandian
| |
---|
Agrowisata
| |
---|
|
---|
Transportasi
| |
---|
Seni & Budaya
| Bahasa dan Kesusastraan
| |
---|
Drama dan Tarian
| |
---|
Upacara Adat
| |
---|
|
---|
Banyuwangi Festival
| |
---|
Kuliner
| |
---|
|
---|
Agama dan
kepercayaan
| |
---|
Ireligiusitas
| |
---|
Sejarah
| |
---|
Kajian agama
| |
---|
Hukum dan hak
| |
---|