Pamflet
atau
Sebaran Lipat
(atau dapat juga disebut
selebaran, sebaran, risalah, tebaran
[1]
) adalah tulisan yang dapat disertai dengan gambar atau tidak, tanpa penyampulan maupun penjilidan, yang dicantumkan pada selembar
kertas
di satu sisi atau kedua sisinya, lalu dilipat atau dipotong setengah, sepertiga, atau bahkan seperempatnya, sehingga terlihat lebih kecil. Pamflet dapat pula terdiri dari beberapa lembar kertas yang dilipat atau disatukan secara sederhana sehingga menjadi sebuah buku kecil. Untuk dapat dikategorikan sebagai sebuah pamflet,
UNESCO
mendefinisikannya sebagai keperluan publikasi yang bisa terdiri dari 5 sampai 48 halaman tanpa sampul, bila lebih dari itu disebut
buku
. Disebabkan oleh biayanya yang murah dan kemudahan produksi serta distribusi, pamflet sering digunakan untuk mempopulerkan ide-ide
politik
dan
agama
, atau untuk menyebarkan
berita
dan
promosi
/
iklan
.
Kata pamflet dalam
Bahasa Indonesia
berasal dari
Bahasa Inggris
, yakni
pamphlet
.
Pamphlet
tanpa sampul sampai di Inggris Tengah pada tahun 1387 dengan sebutan awal
pamphilet
atau
panflet
, yang diambil dari sebuah
puisi
lama berjudul
Pamphilus: seu de Amore
(
Pamphilus: Concerning Love
) yang ditulis dalam
Bahasa Latin
. Nama
Pamphilus
sendiri berasal dari
Bahasa Yunani
yang berarti “teman semuanya”. Puisi ini sangat terkenal di masanya dengan penyebaran yang sangat luas.
Konotasi modern dari kata pamflet terkait dengan isu komtemporer yang dibuat sebagai argumen kebencian mengarahkan pada terjadinya Perang Sipil Inggris; artian ini muncul pada tahun 1642.
Di
Jerman
,
Prancis
, dan
Italia
, pamflet biasanya memiliki konotasi negatif sebagai usaha
propaganda
agama atau semacamnya; terjemahan netral dari Bahasa Inggris
pamphlet
, termasuk “
flugblatt
” dan “
broschure
” dalam
Bahasa Jerman
, serta “
fascicule
” dalam
Bahasa Prancis
. Sedangkan dalam Bahasa Romawi, pamflet dapat dikonotasikan sebagai usaha propaganda atau
satire
, sehingga lebih cocok diterjemahkan menjadi “
brochure
” (
DEX online ? Cautare
: pamflet). Kemudian dapat disandingkan dengan kata
libelle
atau
libellus
dalam Bahasa Latin yang diartikan sebagai “buku kecil”.
Di
Spanyol
, “
panfleto
” diartikan sebagai tulisan yang jelas, atau pada umumnya agresif. Lalu diperluas menjadi tulisan propaganda politik. Tidaklah membingungkan terkait kata
pamphlet
dalam Bahasa Inggris, yang tidak memiliki konotasi negatif. Konotasi negatif di atas, dalam
Bahasa Spanyol
lebih tepat diterjemahkan sebagai “
folleto
”.
Sebenarnya kata pamphlet ini pertama kali muncul dalam buku
Philobiblon
(1344) karya Richard de Bury, seorang
uskup agung
Durham
, yang menyebutkan "
..panfletos exiguos..
" di bab 8. Pada abad ke-17, kata
pamphlet
disamaartikan dengan sekali pakai, puisi,
koran
, atau
surat kabar
(
Murray's New English Dict. vii. 410
).
Dengan segala contoh tersebut, pamflet sudah diproduksi secara massal, tidak seperti buku pada masa itu yang sangat terbatas produksinya.
[2]
[3]
Di
Indonesia
sendiri, kata
pamphlet
diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi pamflet. Berdasarkan sejarah yang disebutkan di atas, pamflet pada awalnya berkembang di Eropa. Kemudian dibawa ke Indonesia oleh bangsa
Portugis
dan
Belanda
. Proses adaptasi ini berlangsung selama masa perdagangan abad ke-17, dan masa
kolonialisme
abad ke-18.
Revolusi di Eropa dan Amerika Utara
[
sunting
|
sunting sumber
]
Pamflet adalah produk era
Renaisans
, dan juga sangat berperan pada pergolakan pada era itu. Sebelum ditemukan
mesin cetak
(
press
), pamflet sangat terbatas produksinya. Namun dengan penggunaan mesin cetak, maka pamflet dapat diproduksi dengan jumlah ribuan lembar dalam waktu singkat, begitu pula dengan literatur lainnya, yang secara masif menularkan
informasi
dan
ide-ide
pencerahan, terutama di bidang politik, sehingga mendorong terjadinya
revolusi
.
Revolusi Prancis
adalah pemicu timbulnya berbagai revolusi di
Eropa
. Terkuaknya kebangkrutan pemerintahan
monarki
Prancis karena gaya hidup elit (
borguese
) yang serba mewah, mendorong diterbitkannya ribuan pamflet di antara tahun 1788 hingga awal 1789. Pamflet-pamflet tersebut banyak mengecam
korupsi
Raja Louis XVI
dan
Permaisuri Marie Antoinette
. Pada Januari, 1789, Abbe Emmanuel-Joseph Sieyes's memberikan kontribusi
literatur
yang sangat keras berjudul “
Qu'est-ce que le Tiers Etat?
”. Literatur ini adalah adaptasi paling original dari pemikiran JJ. Rosseau mengenai isu pembentukan badan perwakilan yang sebenarnya di Prancis.
Di
Amerika Utara
, setelah tahun 1763, semua gerak-gerik
Parlemen Inggris
yang memengaruhi “
Thirteen Colonies
” di
Amerika
selalu mendapat respon tegas di pamflet maupun surat kabar. Para penulis politik saat itu percaya bahwa Parlemen Inggris sudah dipenuhi oleh orang-orang korup, yang terus merongrong konstitusi dan dapat mengancam kebebasan di Amerika. Sesudah tahun 1774, lahir implementasi
Britain's Coercive Acts
, yang semakin membatasi
otoritas
dewan
koloni
Massachusetts
, dan memberikan maksud jelas kepada rakyat Amerika, bahwa Amerika harus bebas dari Inggris.
Terkait krisis ini, pada awal 1776, Paine Thomas menerbitkan pamflet berjudul “
Common Sense
” yang sangat menghebohkan. Pamflet ini membantu menyadarkan publik Amerika akan pentingnya kemerdekaan dari Inggris. Ia menganjurkan terbentuknya sebuah
republik
yang tegas dan menolak segala argumen yang mendukung keseimbangan
konstitusi
Inggris kuno di tanah Amerika. Hal inilah yang ikut mendorong seluruh rakyat Amerika untuk bersatu merebut
kemerdekaan
yang nyata dengan satu ide dan tujuan yang sama.
Pada tahun 1913,
Indische Partij
menerbitkan sebuah pamflet yang ditulis oleh RM. Suwardi Suryaningrat (atau kemudian dikenal sebagai
Ki Hadjar Dewantara
), yang dalam Bahasa Indonesia berjudul "Jika Saya Menjadi Seorang Belanda," yang membuatnya terkenal sekaligus dicari. Pamflet tersebut berisi hal-hal yang dianggap
subversif
dan kurang ajar oleh pemerintahan kolonial dan orang-orang Belanda. Pamflet ini diterjemahkan ke dalam
Bahasa Melayu
, yang kemudian membuatnya beserta dua orang temannya,
EFE. Douwes Dekker
dan
Dr. Cipto Mangunkusumo
(mereka dikenal sebagai
Tiga Serangkai
) diasingkan ke Belanda.
Pada awal
kemerdekaan Indonesia
, yakni tahun 1945,
Sutan Syahrir
menerbitkan pamflet berjudul “Perjuangan Kita” (“
Our Struggle
”) yang sangat berpengaruh. Pamflet tersebut mengungkapkan secara khusus keinginannya untuk melihat Indonesia menghindari suatu sistem satu partai di bawah
eksekutif
yang monolitik. Dia takut jika nantinya berkembang pemerintahan
totaliter
di Indonesia karena warisan
otoritarianisme
feodal
yang telah hidup lama dan diperkuat oleh periode panjang pemerintahan
kolonial
.
Literatur berbentuk pamflet sudah digunakan selama berabad-abad sebagai penggerak
ekonomi
serta sarana
distribusi
informasi yang cepat dan luas, terutama kepada pelanggan. Selain itu, pamflet juga telah menjadi alat penting bagi
protes politik
dan
kampanye
, karena alasan yang sama. Pamflet dapat menjadi bukti fisik dari
sejarah
kehidupan manusia, yang mampu memulai maupun menandakan perubahan zaman dalam sebuah gerakan
rakyat
. Hal itu dapat dilihat pada koleksi
New York Public Library
,
the Tamiment Library of New York University
, dan koleksi
Jo Labadie di University of Michigan
, mengenai
sejarah politik
Amerika.
Dalam perkembangannya, pamflet mulai berisi beragam informasi, dari informasi
perlengkapan dapur
sampai
obat-obatan
, ataupun
publikasi hasil penelitian ilmiah
. Wujud dari pamflet sendiri semakin beragam. Pamflet pada zaman modern juga dianggap sebagai
karya seni
dan patut dikoleksi. Telah diadakan lomba-lomba membuat pamflet sebagai ajang ekspresi dan kreasi di berbagai negara. Dalam dunia periklanan, pamflet adalah salah satu sarana promosi acara,
jasa
, dan
produk
, yang mudah, efektif, dan murah, sehingga masih terus digunakan sampai sekarang.
- ^
Tesaurus Bahasa Indonesia.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
- ^
Dalam Bahasa Inggris, "
this leud pamflet
" (
Test. of Love, bk. iii.
), dalam
Occleve
"
Though that this pamfilet
" (
Reg. of Pr. 2060
), dalam
Lydgate
"
Whiche is a paunflet
" (
Minor Poems, 180
), dan dalam
Caxton
"
paunflettis and bookys
" (
Book of Eneydos, 1490, Prologue
). Lalu pada 1495, disebutkan "
this pampelet
" (
Test. Ebor. iv. 26
).
- ^
Di dalam tulisan “
Curiosities of Literature
”, oleh Isaac D’Israeli (1766-1848), dengan mengutip tulisan Myles Davies berjudul “
Icon Libellorum
”, dijelaskan bahwa etimologi kata pamphlet dapat dibedakan ke dalam 4 asal. Pertama, pamflet dapat dihubungkan dengan kisah “
Nine Worthies of the World, of the Seven Champions of Christendom
”, oleh Tom Thumb, Valentine dan Orson, &c. Penjelasan etimologi ini dapat dilihat pada tradisi
Rabbinik
,
Talmud
, serta berkenaan dengan legenda Paus, “
Lives of the Saints
” yang semuanya berbentuk pamflet. Kedua, arti kata pamflet dapat dikaitkan dengan
π?ν
,
all
, dan
φιλ?ω
,
I love
(aku cinta), menandakan sesuatu yang dicintai oleh semua orang; berbentuk kecil dan ringkas, serta murah, lalu diadaptasikan pada pemahaman dan bacaan semua orang. Ketiga, berdasarkan pemikiran Dr. Skinner dalam bukunya, “
Etymologicon Linguæ Anglicanæ
”, kata pamflet berasal dari Bahasa Belgia, “
pampier
” yang berarti kertas kecil. Keempat, pamflet berasal dari pengakuan seragam mengenai segala jenis buku kecil, baik sedikit atau banyak, disatukan dengan jahitan atau diikat, baik atau buruk, maupun yang serius atau sekadar lelucon.
- Briggs, Asa.
Sejarah Sosial Media
. Yayasan Obor Indonesia.
ISBN 979-461-551-X
, 9789794615515.
- Gezar, Langitantyo Tri.
Pamflet: Sejarah Eropa dan Indonesia
. CTD 2011 Press.
ISBN 100-669-50-85
.