Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Nisyapur
atau
Naisabur
,
pengucapan
ⓘ
(
Persia
:
???????
, juga
N?sh?p?r
,
N?sh?b?r
, and
Neysh?b?r
berasal dari bahasa Persia abad pertengahan:
New-Syabuhr
, berarti "Kota
Syapur
yang baru"
[2]
adalah sebuah kota di Provinsi Razavi Khorasan, ibu kota dari Sahrestani Nishapur dan bekas ibu kota dari
Khurasan
, di timur laut Iran, terletak di dataran subur di kaki
Gunung Binalud
. Naisabur, bersama dengan
Marw
,
Herat
dan
Balkh
adalah salah satu dari empat kota besar dari
Khurasan Raya
dan juga merupakan salah satu kota terbesar pada abad pertengahan, sebagai pusat pemerintahan kekhilafahan Islam di timur, tempat tinggal bagi beragam kelompok etnis dan agama, sebagai jalur perdagangan pada
rute komersial
dari
Transoxiana
dan
Tiongkok
, Irak dan Mesir. Kota ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-10 M hingga dihancurkan oleh invasi pasukan Mongol pada tahun 1221 M, juga gempa besar pada abad ke-13 M.
Dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara’a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad pada abad pertengahan, Naisabur, juga
Bukhara
(kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan
Asia Tengah
. Di sana bermukim banyak ulama besar. Kaum muslimin menaklukannya pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan
dan gubernur
Abdullah bin Amir bin Kuraiz
pada 31
H
(651/652
M
).
[3]
Beberapa tokoh terkenal dari kota Naisabur adalah: