Lembaga Kebudajaan Rakjat
Singkatan
| Lekra
|
---|
Tanggal pendirian
| 17 Agustus 1950
; 73 tahun lalu
(
1950-08-17
)
|
---|
Tanggal pembubaran
| c.
1965
|
---|
Tipe
| Organisasi non-pemerintah
|
---|
Tujuan
| Budaya Demokrasi Rakyat
|
---|
Bahasa resmi
| Indonesia
|
---|
Afiliasi
| Partai Komunis Indonesia
|
---|
Jumlah sukarelawan
| 100.000 anggota yang tersebar di 200 cabang, 1963
|
---|
Lembaga Kebudajaan Rakjat
(
EYD
:
Lembaga Kebudayaan Rakyat
) atau dikenal dengan akronim
Lekra
, adalah sebuah organisasi kebudayaan yang didirikan pada 17 Agustus 1950 oleh tokoh pimpinan
Partai Komunis Indonesia
(PKI),
D.N. Aidit
dan
Njoto
, bersama dengan penulis M.S. Ashar dan
A.S. Dharta
.
Organisasi kebudayaan ini merupakan respon terhadap kelompok budaya “Gelanggang” yang di awal tahun 1950 menerbitkan sikap kebudayaan mereka dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang” sebagai pewaris kebudayaan dunia. Berbeda dengan Seniman Gelanggang, Lekra mengusung konsep kebudayaan kerakyatan seperti dijelaskan dalam pernyataan sikap yang mereka sebut Mukadimah: “Menjadari bahwa rakjat adalah satu-satunja pentjipta kebudajaan, dan bahwa pembangunan kebudajaan Indonesia baru hanja dapat dilakukan oleh rakjat, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 didirikan Lembaga Kebudajaan Rakjat yang disingkat Lekra”. Lebih jauh lagi, kebudayaan rakyat ini untuk merombak kebudayaan penjajahan yang “…mewariskan kebodohan, rasa rendah serta watak lemah pada bangsa kita”.
Mukadimah kemudian direvisi pada Konferensi Nasional Pertama bulan Juli 1955, dan selanjutnya diresmikan pada Kongres di
Solo
tahun 1957. Untuk Kongres Nasional pertama Lekra, yang memilih susunan pengurus, diadakan pada tahun 1959. Pada tahun-tahun 1950-an awal, Lekra telah memiliki 21 cabang. Pada tahun 1963 Lekra tercatat telah memiliki 200 cabang dengan anggotanya mencapai 100.000 orang. Sejak tahun 1952, Lekra telah secara aktif mengulas berbagai tema kebudayaan di koran
Harian Rakjat
, koran resmi
PKI
, dalam “Ruangan Kebudayaan” dan majalah bulanan
Zaman Baru
yang terbit tahun 1956. Sementara itu penerbitan buku dan pamflet baru dimulai belakangan yaitu pada 1959.
Dalam merumuskan konsep kebudayaannya, Lekra mengetengahkan metode 1-5-1 yang artinya meluas meninggi, tinggi mutu dan ideologi, tradisi baik dan kekinian
revolusioner
, kreativitas individual dan kearifan massa,
realisme sosial
dan romantis revolusioner. Dalam konsep “meluas meninggi”, meluas maksudnya memperluas kegiatan kesenian kebudayaan seniman Lekra ke berbagai daerah di Indonesia; Meninggi maksudnya peningkatan kualitas seni budaya yang dihasilkan oleh seniman Lekra.
Di bidang senirupa, terdapat sejumlah seniman Lekra Indonesia yang menonjol seperti
Basuki Resobowo
(1916-1999), pelukis dari era revolusi 1945;
Sudjojono
(1913-1985), pelopor seni rupa modern Indonesia;
Henk Ngantung
(1921-1991), pelukis dan juga gubernur DKI (1964-1965); dan
Hendra Gunawan
(1918-1983) pelukis dari era revolusi 1945. Dalam bidang seni sastra, seniman Lekra yang terkemuka antara lain
Pramoedya Ananta Toer
(1925-2006),
Utuy Tatang Sontani
(1920-1979),
S. Rukiah Kertapati
(1927-1996). Dalam bidang film adalah
Bachtiar Siagian
(1923-2002). Dalam bidang musik adalah
Sudharnoto
(1925-2000), penggubah lagu mars Garuda Pancasila.
Seniman Lekra dikenal dekat dengan
Presiden
Soekarno
sebagai seorang pencinta seni. Seniman Lekra juga tercatat berpartisipasi dalam kunjungan misi budaya ke
Cekoslowakia
,
Polandia
,
Hungaria
,
Uni Soviet
, dan
Mesir
pada bulan Agustus-November 1957.
Pada tahun 1962, para penulis Lekra dalam kolom budaya di
Harian Rakjat
dan
Bintang Timur
terlibat polemik kebudayaan dengan seniman non-Lekra yang menulis dalam
Sastra
, yang berpendapat sastra harus bebas dari politik. Polemik berikutnya dengan para penandatangan
Manifes Kebudayaan
tahun 1963. Setelah Peristiwa 1965, Lekra dibubarkan penguasa
Orde Baru
.
- Catatan kaki
- Daftar pustaka
- Bodden, Michael (2010). "Modern Drama, Politics, and the Postcolonial Aesthetics of Left-Nationalism in Sumatra: The Forgotten Theater of Indonesia's Lekra, 1955-1965". Dalam Day, Tony.
Cultures at War: The Cold War and Cultural Expression in Southeast Asia
. Studies on Southeast Asia. Ithaca, New York: Southeast Asia Program Publications.
ISBN
978-0-8108-4935-8
.
- Cribb, Robert; Kahin, Audrey (2004).
Historical Dictionary of Indonesia
. Historical dictionaries of Asia, Oceania, and the Middle East. Lanham, Maryland: Scarecrow Press.
ISBN
978-0-8108-4935-8
.
- Rampan, Korrie Layun (2000).
Leksikon Susastra Indonesia
(dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Balai Pustaka.
ISBN
978-979-666-358-3
.