Kerajaan Kutai Martapura
adalah kerajaan bercorak
Hindu
di
Nusantara
prasasti Yupa
dan berdiri sekitar
abad ke1-4
[1]
.
Pusat kerajaan ini terletak di
Muara Kaman
,
Kalimantan Timur
. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya
prasasti
yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Informasi nama
Martapura
diperoleh dari
kitab
Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara
.
[2]
Sumber primer sejarah Kerajaan Martapura adalah tujuh
prasasti yupa
yang ditemukan di
Bukit Brubus
,
Muara Kaman
.
[3]
Penemuan batu bertulis ini tidak sekaligus, melainkan dalam dua tahap dengan rentang waktu lebih dari setengah abad. Tahap pertama, empat
prasasti
ditemukan pada tahun 1879. Setahun kemudian, keempat prasasti tersebut diangkut ke
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
(kini
Museum Nasional
,
Jakarta
). Tahap kedua, tiga prasasti lainnya ditemukan berselang 61 tahun kemudian, yakni pada 1940. Ketiganya disimpan di
museum
yang sama.
[4]
.
[5]
Hanya ada lima nama raja yang tercatat dalam sumber sejarah, yakni 3 orang di Prasasti Yupa beraksara
Pallawa
dan 2 orang dalam kitab
Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara
beraksara Arab Melayu. Adapun informasi lain yang menyebutkan daftar lebih dari 20 raja tidak berdasarkan sumber sejarah yang autentik, melainkan dari ucapan meranyau seorang dukun dalam upacara adat belian.
[6]
[7]
Pada awalnya kedudukan Kundungga adalah sebagai
kepala suku
, setelah masuk pengaruh Hindu ke Indonesia kemudian ia mengubah struktur menjadi kerajaan dan dirinya menjadi
raja
, dan dilakukan secara turun temurun.
[8]
.
Merupakan Raja Kedua dari Kerajaan Martapura sekaligus anak dari Raja Kundungga.
Aswawarman
diduga telah terpengaruh budaya
Hindu
. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari
bahasa Sanskerta
. Kata itu biasanya digunakan untuk akhiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.
[5]
[9]
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh
bahasa Sanskerta
bila dilihat dari cara penulisannya. Kundungga sendiri diduga belum menganut
agama Hindu
.
Masa Kejayaan Kerajaan Kutai Martapura
[
sunting
|
sunting sumber
]
Berdasarkan
Prasasti Yupa
, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman.
Mulawarman disebut-sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum
Brahmana
yang bertempat di "Waprakecvara".
Waprakecvara adalah tempat suci (
keramat
) yang merupakan sinkretisme antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia.
Sebagai keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara "Vratyastoma", yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, upacara penghinduan ini dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli.
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, karena Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat sehari-hari.
Selain itu, di bawah kekuasaan Raja Mulawarman kehidupan ekonomi kerajaan mengalami perkembangan pesat dari sektor pertanian dan perdagangan karena letaknya sangat strategis.
Kerajaan Kutai Martapura berakhir saat rajanya yang bernama Dermasatia terbunuh dalam peperangan melawan Kerajaan Kutai Kertanegara, dipimpin oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa. Atas penaklukan Kutai Martapura, Aji Pangeran Sinum Mendapa menggabungkan nama dari kedua kerajaan tersebut menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara ing Martapura.
Kutai Martapura sendiri berbeda dengan Kerajaan Kutai Kertanegara yang saat itu berpusat di
Kutai Lama
. Di lain sisi, Kutai Martapura berpusat di
Muara Kaman
. Menilik
negarakertagama
, Tanjung Kutai yang dimaksud adalah Kutai Kertanegara.
Kutai Kertanegara ing Martapura selanjutnya menjadi kerajaan Islam dan pada tahun 1735, Raja Kutai Kertanegara ing Martapura,
Aji Muhammad Idris
mengadopsi gelar
Sultan
sekaligus mengubah nama kerajaan menjadi
Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura
hingga sekarang.
- ^
Vogel, J. Ph. (1918). "The Yupa Inscription of King Mulawarman, from Koetei (East Borneo)".
BKI
.
74
.
- ^
Muhammad Sarip (2018).
Dari Jaitan Layar sampai Tepian Pandan Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara
. Indonesia: RV Pustaka Horizon.
ISBN
9786025431159
.
- ^
"Keputusan Mendikbud RI Nomor 279/M/2014 tentang Tujuh Prasasti Yupa Koleksi Museum Nasional Nomor Inventaris D.2A, D.2B, D.2C, D.2D, D.175, D.176, dan D.177 Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional"
(PDF)
.
munas.kemdikbud.go.id
. Diakses tanggal
24 Agustus
2020
.
- ^
Vlekke, Bernard H.M (2008).
Nusantara Sejarah Indonesia
[
Nusantara: A History of Indonesia (1961)
]. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
- ^
a
b
Poesponegoro, Marwati Djoened; Notosusanto, Nugroho (Ed.) (2008).
Sejarah Nasional Indonesia II Zaman Kuno (Awal M?1500 M)
. Jakarta: Balai Pustaka.
- ^
M. Asli Amin dkk, Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai, Tenggarong: Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kalimantan Timur, 1975
- ^
- ^
Abdullah, Taufik; Lapian, A.B. (2012).
Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 2: Hindu-Buddha
. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
- ^
Minattur, Joseph (2009). "A Note on the King Kundungga of the East Borneo Inscriptions".
Journal of Southeast Asian History
.
5
(2): 181?183.
doi
:
https://doi.org/10.1017/S0217781100000995
.
|
---|
Kalimantan Barat
| |
---|
Kalimantan Tengah
| |
---|
Kalimantan Selatan
| |
---|
Kalimantan Timur
| |
---|
Kalimantan Utara
| |
---|
Malaysia Timur
dan
Brunei
| |
---|