Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dalam pemikiran
sosio
-
politik
Marxis
,
diktatur proletariat
merujuk pada
negara sosialis
di mana
kaum proletar
(kelas buruh) memegang kekuasaan politik. Istilah yang dicetuskan oleh
Joseph Weydemeyer
ini diadopsi oleh dua penggagas
Marxisme
,
Karl Marx
dan
Friedrich Engels
, pada
abad ke-19
. Penggunaan kata "
diktatur
" menimbulkan kontroversi dan sebenarnya tidak memiliki kaitan apa pun dengan konsep
Romawi Kuno
,
dictatura
, yang berarti negara yang dipimpin oleh kelompok kecil tanpa melibatkan proses
demokrasi
. Diktatur menurut Marxisme berarti semua
kelas sosial
memegang kendali
ekonomi
dan
politik
di dalam sebuah sistem yang demokratis.
Mengikuti teori-teori yang dikemukakan oleh Marx dan Engels, kaum Marxis percaya bahwa negara sosialis seperti itu merupakan suatu tahap yang pasti terjadi dalam proses
evolusi
masyarakat. Mereka berpendapat bahwa keadaan tersebut merupakan fase transisi yang muncul dari "diktatur
borjuis
" (masyarakat
kapitalis
) di mana kelas orang-orang kaya memiliki
alat-alat produksi
dan memanfaatkan kelas buruh untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dengan sendirinya, keadaan itu akan digantikan dengan
masyarakat yang seluruhnya tanpa kelas
dan tanpa negara yang disebut
komunisme murni
.
Baik Marx maupun Engels berpendapat bahwa
Komune Paris
yang hanya bertahan selama tiga bulan merupakan contoh diktatur proletariat. Pada
abad ke-20
, pemerintahan bercirikan
sosialisme revolusioner
berkuasa di beberapa negara, misalnya
Uni Soviet
dan
Republik Rakyat Tiongkok
yang mengklaim telah berhasil mendirikan negara sosialis dengan menerapkan diktatur proletariat.