Jack Lesmana
(
ne
Lemmers; 18 Oktober 1930 – 17 Juli 1988) adalah seorang tokoh
gitar
musik jazz
Indonesia
.
Jack Lesmana terlahir dengan nama
Jack Lemmers
dari ayah seorang
Madura
dan ibu yang berdarah campuran
Jawa
dan
Belanda
. Ia menggunakan nama "Lemmers", mengikuti nama ayahnya yang diadopsi oleh seorang
Belanda
.
Ayah Jack adalah penggemar
biola
, sementara ibunya pernah menjadi
penyanyi
dan penari dalam kelompok opera
Miss Riboet
. Pada usia 10 tahun Jack telah pandai bermain
gitar
. Dua tahun kemudian ia berkenalan dengan musik
jazz
dengan bermain dalam sebuah kelompok musik
Dixieland
.
Pada usia 15 tahun, ia pernah bergabung sebagai gitaris pada
grup musik
Berger Quartet yang terdiri dari Berger (
piano
), Putirai (
drum
), dan Jumono (
bass
). Ia juga ikut memainkan boogie-woogie bersama Boogie-Woogie Rhytmics dengan para pemusik antara lain: Micki Wyt sebagai pemimpin dan pemain
piano
,
Oei Boeng Leng
(
gitar
), Jack Lesmana memainkan (
bass
) dan Benny Heynen (
klarinet
). Setelah itu bersama
Maryono
(
klarinet
), Andy Sayifin (
saksofon
alto),
Lody Item
(
gitar
, ayah dari musisi
Jopie Item
), Suwarto (
piano
), Tuharjo dan Kadam (
trompet
), bergabung dalam band Irama Samudra. Kemudian bersama Maryono dan
Bubi Chen
, Jack Lesmana mendirikan Jack Lemmers Quartet, yang kemudian pada akhirnya diubah namanya menjadi Jack Lesmana Quintet.
[1]
Nama terakir inilah yang sering muncul mengasuh program
musik
jazz
di
RRI Surabaya
. Pada tahun
1951
Jack diterima bekerja di
Angkatan Laut
Republik Indonesia
. Tugas sehari-harinya adalah menye-trika seragam pegawai. Di tempat ia bekerja, Jack bergabung pada kelompok musik pimpinan
R. Iskak
, ayah pemain film
Indriati Iskak
dan
Alice Iskak
. Beberapa tahun kemudian, pada tahun
1960
, atas ajakan Wim Gontha, ayah
Peter F. Gontha
, Jack berangkat ke
Jakarta
. Ia diterima sebagai teknisi rekaman di perusahaan PH Irama milik
Suyoso Karsono
(Soejoso Karsono) alias Mas Yos, seorang pensiunan
Angkatan Udara
RI
. Inilah perusahaan piringan hitam pertama di
Indonesia
. Jack pun bergabung dengan
grup musik
Gema Irama.
[2]
Pada awal dasawarsa 50-an, ayah dari
Indra
dan
Mira Lesmana
ini mulai terlihat berkutat dengan musik
jazz
dengan membentuk Jack Lesmana Quartet yang antara lain didukung pianis berbakat,
Bubi Chen
. Selanjutnya, grup ini lalu berubah menjadi Jack Lesmana Quintet.
[3]
Pada tahun
1959
, Jack Lesmana ikut mendukung album
Bubi Chen
bertajuk Bubi Chen With Strings yang dirilis PT
Lokananta
. Kabarnya, album ini pernah dibahas oleh Willis Connover, seorang pengamat
jazz
asal
Amerika Serikat
.
[3]
Di pertengahan era 60-an, Jack Lesmana (gitar) bersama
Bubi Chen
(
piano
),
Benny Mustapha
van Diest (
drum
),
Maryono
(
flute
,
saxophone
), dan
Jopie Chen
(
bas
), membentuk kelompok jazz Indonesian All Stars. Kelompok
jazz
ini memang sangat menjanjikan. Mereka bahkan mendapat undangan bermain jazz di
Australia
,
Amerika Serikat
, serta
Jerman
.
[3]
Melihat kualitas dan kiprah bermusik
Indonesian All Stars
, Tony Scott seorang peniup
clarinet
jazz
Amerika Serikat
yang kebetulan tengah berada di
Jakarta
tertarik untuk melakukan
kolaborasi
dalam pertunjukan maupun rekaman. Alhasil muncullah album
Djanger Bali
yang mereka rekam di MPS Studio
Villingen-Schwenningen
, Black Forest
Jerman
selama dua hari berturut-turut pada tanggal
27
dan
28 Oktober
1967
. Album ini berisikan empat tembang tradisonal Indonesia yaitu, "Ilir Ilir", "Burung Kakatua", "Gambang Suling", dan "Djanger Bali". Selebihnya adalah "Mahlke" karya gitaris Attila Zoller dan
Summertime
karya George dan Ira Gershwin dari Porgy & Bess.
[3]
Sukses ini tidak lepas dari dukungan penuh perusahaan penerbangan
Belanda
, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (
KLM
), yang memungkinkan Jack dan kawan-kawan melanglang buana.
[2]
Pada tahun
1960-an
, sesuai dengan anjuran Presiden
Soekarno
tentang indonesianisasi nama-nama, Jack mengubah namanya menjadi
Jack Lesmana
. Tak hanya itu, hubungan antara
Bung Karno
dan Jack Lesmana bahkan bisa disebut dekat. Apalagi pada saat itu
Bung Karno
tengah gencar-gencarnya mengganyang musik ngak-ngik-ngok yang dianggap produk Barat yang dekaden. Gerakan budaya yang digencarkan
Bung Karno
adalah menggiatkan
musik
yang dianggap mewakili tata krama budaya Timur yaitu irama lenso.
[3]
Jack Lesmana pun menafsirkan dan memainkan irama lenso itu bersama kelompok yang dipimpinnya saat itu, yakni Orkes Irama. Kelompok yang juga didukung Mas Yos, pemilik perusahaan rekaman Irama Records ini, lalu merilis album
Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso
pada dasawarsa 60-an untuk mengimbangi derasnya budaya Barat yang diwakili musik
rock and roll
itu. Di album itu Orkes Irama mengiringi penyanyi top saat itu, seperti
Bing Slamet
,
Adikarso
,
Titiek Puspa
,
Lilis Suryani
, serta
Nien Lesmana
, adik kandung Mas Yos yang juga istri Jack Lesmana.
[3]
Di
Jakarta
, karier Jack rupanya semakin berkibar seiring dengan ramainya musik
jazz
memeriahkan tempat-tempat hiburan seperti kafe atau bar. Ia bergaul luas di kalangan komunitas
jazz
. Sahabatnya antara lain
Mus Mualim
dan dedengkot The Jazz Rider,
Bill Saragih
.
[2]
Kontribusi Jack Lesmana dalam industri musik Indonesia mulai tertuang ketika dia bergabung dengan perusahaan rekaman Irama Record milik pengusaha
Suyoso Karsono
. Di sini, Jack Lesmana memiliki peranan penting sebagai penata musik sekaligus supervisor musik. Jack tak hanya dikenal sebagai pemusik yang terampil bermain
jazz
saja. Dia juga bisa memainkan jenis musik apa saja termasuk musik
pop
. Dalam album yang dirilis Irama Record, Jack Lesmana yang terampil memainkan instrumen
gitar
,
bass
,
piano
, dan
trombone
, ini, mengiringi sederet penyanyi
pop
mulai dari
Oslan Husein
, Nien Lesmana,
Ivo Nilakrishna
, dan
Bing Slamet
.
[3]
Bahkan bersama Orkes Gita Karana, ia mengiringi penyanyi kanak-kanak Endi dan Adi atau memainkan musik Latin bersama Orkes Gema Irama. Jack juga mengiringi lagu-lagu bernuansa
Sunda
bersama Orkes Nada Kencana. Di awal dasawarsa
60-an
, Jack Lesmana pun mulai mengisi ilustrasi musik film antara lain film bertajuk
Malam tak Berembun
,
Djantung Hati
, dan masih banyak lagi. Jelas sudah bahwa Jack Lesmana adalah sosok pemusik serba bisa.
[3]
Untuk memomulerkan musik
jazz
, Jack Lesmana seolah tak berhenti berjuang. Dia banyak menghimpun
pemusik
-
pemusik
jazz
dalam sebuah komunitas yang dibentuknya secara konstruktif. Pria ini antara lain menggagas pertunjukan
jazz
di lahan seni budaya prestisius yaitu
Taman Ismail Marzuki
pada era
70-an
. Secara bersamaan pada tahun
1969
-
1979
, Jack pun mengelola acara
jazz
bulanan di layar kaca
TVRI
bertajuk Nada dan Improvisasi yang menampilkan banyak pemusik
jazz
baik dari kalangan yang telah mapan maupun pemula.
[3]
Saat itu di kediamannya di kawasan Tebet,
Jakarta Selatan
, seolah padepokan untuk mengasah para pemusik
jazz
. Di situ mereka berdiskusi dan bermain
jazz
, beberapa diantaranya seperti:
Benny Likumahuwa
,
Oele Pattiselanno
,
Perry Pattiselanno
,
Abadi Soesman
,
Candra Darusman
,
Jeffrey Tahalele
dan lain-lain. Jack Lesmana dengan disiplin yang tinggi menularkan ilmu jazznya. Ia memang merupakan sosok guru yang gigih.
[3]
Pada awal
1970-an
Jack pernah menjabat sebagai Direktur Pendidikan pada Yasmi Music School.
[2]
Pada tahun
1978
, Jack Lesmana bersama
Indra Lesmana
berkesempatan pergi ke
Australia
untuk tampil dalam pekan budaya ASEAN Trade Fair. Saat itulah, Indra mencoba untuk mengikuti ujian masuk di New South Wales Conservatory School of Music di
Sydney
dan akhirnya diterima. Atas bantuan Kedutaan
Australia
, Indra mendapatkan beasiswa penuh untuk sekolah di koservatorium tersebut. Tak hanya itu, Kementrian luar negeri
Australia
juga memberikan izin menetap bagi Jack,
Indra
dan keluarganya. Pada tahun
1979
berangkatlah Jack bersama keluarganya pindah ke
Australia
selama lima tahun. Jack mengajar di
konservatorium
, sementara
Indra
menimba ilmu pada Don Burrows, Roger Frampton dan Paul Mc Namara di sekolah tersebut.
[3]
[4]
Sepulangnya dari
Australia
pada tahun
1984
, Jack Lesmana sempat mendirikan sekolah musik yang bernama Forum
"Musik Indra & Jack Lesmana"
. Tercatat beberapa
pemusik
sempat mengajar di sekolah tersebut, antara lain seperti:
Benny Likumahuwa
,
Fariz RM
,
Gilang Ramadhan
,
Tito Sumarsono
,
Donny Suhendra
, Pra Budi Dharma,
Riza Arshad
dan lain-lain. Jack Lesmana juga sempat menulis buku yang isinya seputar teori musik yang berjudul
"IMPRO 1"
dan
"IMPRO 2"
.
[2]
Jack Lesmana meninggal dunia di Jakarta pada
17 Juli
1988
setelah lama menderita penyakit
Cryoglobulinemia
,
[2]
semacam kekacauan dimana cryoglobulins menyerang peredaran darah manusia. Selain itu, penyakit
diabetes
juga telah lama bersarang dalam tubuhnya. Ia meninggalkan seorang istri,
Nien Lesmana
, yang seorang penyanyi, dan empat orang anak, di antaranya adalah
Indra Lesmana
, yang melanjutkan karier ayahnya sebagai pemusik jazz dan
Mira Lesmana
yang menjadi produser
Film Indonesia
.
- Mengenangkan Sutedjo
- Jack Lemmers (Irama Record)
- Perina Merdeka
- Jack Lesmana (PT Perina Utama Indonesia,1977)
- Jawaban Api Asmara
- Jack Lesmana (Hidajat & Co,1977)
- Belajar Gitar
- Jack Lesmana (Birama,1977)
- Merpati Putih
- Jack Lesmana (Atlantic Record,1978)
- Jazz Guitar
? Jack Lesmana (AR, 1978)
- Luka
- Jack Lesmana (MusicBox, 1986)
- Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso
- Orkes Irama & Various Artist (Irama Record)
- Djanger Bali
- Tony Scott & Indonesian All Stars (MPS, 1967)
- Lagu Untukmu
- Bubi Chen Quartet (Irama Records)
- Bubi Chen & His Fabulous 5
(Irama Records)
- Latin Beat Vol 2 Day By Day
- Gema Irama (Irama Record)
- Tamanku
- Gita Karana (Irama Record)
- Njanjian Kanak-kanak
- Gita Karana (Irama Record)
- Split Album
- Jack Lesmana & Nick Mamahit
- Lagu Natal & Hiburan
- Jack Lesmana & Nick Mamahit
- Oslan Husein
- Oslan Husein (Irama Records)
- Nien
- Nien Lesmana (Irama Records)
- Balonku
- Adi & Endi (Irama Records)
- Api Asmara
- Rien Djamain ( Hidajat & Co,1975)
- Semua Bisa Bilang
- Margie Segers (Hidajat & Co,1975)
- Jazz Masa Lalu & Masa Kini
(Hidajat & Co 1976)
- Pop Jazz
- Margie Segers/Broery P. (Remaco,1976)
- Bintang dan Bunga
- Ati Pramono (Hidajat & Co,1976)
- Manisku
- Broery Pesolima (Hidajat & Co,1976)
- Air Mata
- Rien Djamain (Hidayat & Co., 1976)
- Kau dan Aku
-Bubi Chen (Hidajat & Co,1976)
- Tuan Dan Kami
- Rien Djamain (Hidayat & Co.,1977)
- Selembut Kain Sutera
- Bubi Chen (Hidajat & Co,1977)
- Mengapa Kau Menangis
- Bubi Chen (Irama)
- Bubi Chen Plays Soft & Easy
- Bubi Chen (AR,1978)
- Wanodya
- Rien Djamain (Irama Tara 1978)
- Rein Djamain in Jazz
- Jack Lesmana Combo (Irama Tara)
- Yang Pertama
- Mus Mudjiono (Aquarius 1987)
- Diabadikan oleh majalah Rolling Stone Indonesia sebagai salah satu dari
The Immortals
: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa pada tahun 2008