Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Cendekiawan
atau intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, menggagas, serta mempertanyakan dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Kata "cendekiawan" sendiri berasal dari
Chanakya
, seorang
politikus
dalam pemerintahan Kekaisaran Maurya di bawah pemerintahan
Chandragupta
.
Secara umum, terdapat tiga pengertian modern untuk istilah "cendekiawan", yaitu:
- Mereka yang amat terlibat dalam ide-ide dan ruang diskusi;
- Mereka yang mempunyai keahlian dalam
budaya
dan
seni
yang memberikan mereka kewibawaan kebudayaan, yang kemudian mempergunakan kewibawaan itu untuk mendiskusikan perkara-perkara lain di khalayak ramai. Golongan ini dipanggil sebagai "intelektual budaya".
- Dari segi
Marxisme
, mereka yang tergolong dalam
kelas
dosen
,
guru
,
pengacara
,
wartawan
, dan sebagainya.
Oleh karena itu, cendekiawan sering kali dikaitkan dengan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi atau universitas. Namun,
Sharif Shaary
, seorang dramawan terkenal dari
Malaysia
, menekankan bahwa hakikatnya tidaklah sesederhana itu. Ia berpendapat bahwa:
- "
Belajar di universitas bukan jaminan seseorang dapat menjadi cendekiawan... seorang cendekiawan adalah pemikir yang sentiasa berpikir dan mengembangkan (serta) menyumbangkan gagasannya untuk kesejahteraan masyarakat. Ia juga adalah seseorang yang mempergunakan ilmu dan ketajaman pikirannya untuk mengkaji, menganalisis, merumuskan segala perkara dalam kehidupan manusia, terutama masyarakat di mana ia hadir khususnya dan di peringkat global umum untuk mencari
kebenaran
dan menegakkan kebenaran itu. Lebih dari itu, seorang intelektual juga
seseorang yang mengenali kebenaran dan juga berani memperjuangkan kebenaran itu, meskipun menghadapi tekanan dan ancaman
, terutama sekali kebenaran, kemajuan, dan kebebasan untuk rakyat
."
[1]
Tiga Tahap Perkembangan Intelektual
[
sunting
|
sunting sumber
]
Menurut
August Comte
ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya:
- Tahap teologis, yakni tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
- Tahap metafisis, yakni tahap manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
- Tahap positif, yakni tahap di mana manusia mulai berpikir secara ilmiah.
Seorang "cendekiawan" bukan hanya berpikir tentang kebenaran, tetapi harus menyuarakannya apapun rintangannya. Seorang cendekiawan yang benar tidak boleh netral dan harus memihak kepada kebenaran dan
keadilan
. Seorang cendekiawan tidak boleh menjadi cendekiawan bisu, kecuali dia benar-benar bisu atau dibisukan.
Jika betul-betul bisu, seorang cendekiawan masih dapat bertindak dengan menyatakan pikiran melalui penulisan yang akhirnya akan sampai juga kepada khayalak ramai. Inilah yang dikatakan
cendekiawan bisu yang tidak bisu
. Sebaliknya, terdapat
cendekiawan yang tidak bisu tetapi bisu
. Dia menjadi bisu mungkin karena
"dia takut atau berkepentingan"
.
[1]
Cendekiawan palsu akan mengelabui
mata
dan pikiran
rakyat
dengan kebenaran palsu melalui penyelewengan
fakta
dan pernyataan keliru. Cendekiawan palsu banyak menggunakan
retorika
kosong.
[1]
- ^
a
b
c
Faizal Yusup.
Bicara tentang Mahathir
, Pekan Ilmu Publications Sdn Bhd (2004).
ISBN 983-2567-30-0