Hanbok
(
Korea Selatan
) atau
Chos?n-ot
(
Korea Utara
) adalah pakaian tradisional
masyarakat Korea
. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea",
hanbok
pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya
Dinasti Joseon
" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.
Hanbok masyarakat Korea banyak terpengaruh oleh budaya Cina kuno. Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti
jeogori
atau baju,
baji
(celana) dan
chima
(rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman
Tiga Kerajaanlah
pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam
Goguryeo
menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai
celana panjang
yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.
Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang.
Pada masa ini, pakaian berbahan
sutra
dari
Tiongkok
(
Dinasti Tang
) diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut
Gwanbok
, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.
Ketika Dinasti
Goryeo
(918?1392) menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok (
chima
) jadi sedikit lebih pendek. Sedangkan Jeogori (baju untuk tubuh bagian atas) diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping.
Pejabat pemerintahan berpangkat rendah mengenakan sejenis jubah bernama
jiknyeongpo
yang kemudian diperkenalkan sebagai pakaian rakyat jelata pada era Dinasti Joseon.
[1]
Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita Korea secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang.
Chima
pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau
heorimari
yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori.
Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas baik.
Mulai masa pertengahan Dinasti Joseon, pria mengenakan
dopo
(道袍).
[1]
Dopo dipakai sebagai jubah atau jas luar oleh kaum bangsawan dan ilmuwan.
[1]
Rakyat biasa hanya dapat mengenakannya untuk melakukan jesa.
[1]
Kaum bangsawan Joseon mempunyai varian pakaian yang cukup beragam.
Shimui
dikenakan dalam waktu senggang. Nama pakaian ini mengandung kata
shim
yang bermakna "berpikir" atau "merenung".
[1]
Hakchangeui
merupakan pakaian khas kaum ilmuwan dan bangsawan sejak era
Dinasti Goryeo
(918-1392).
[1]
Pakaian ini dianggap melambangkan pikiran yang mulia dan keluhuran budi orang yang mengenakannya. Pada akhir abad ke-19,
Heungseon Daewongun
memperkenalkan
magoja
, jenis mantel bergaya Manchu yang masih dipakai hingga saat ini.
Durumagi
semacam jaket berukuran panjang akan dikenakan saat keluar rumah, terutama oleh pria dewasa.
Baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai atas kepala (
sangtu
), sedangkan wanita mengkonde sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang. Wanita yang berprofesi sebagai penghibur seperti
kisaeng
, memakai aksesori
wig
yang disebut
gache
. Gache sempat dilarang di istana pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-19, gache semakin populer di antara kaum wanita dengan bentuk yang semakin besar dan berat.
Tusuk konde
binyeo
, ditusukkan melewati konde rambut sebagai pengencang atau aksesori. Bahan pembuatan binyeo bervariasi sesuai kedudukan sosial pemakainya. Wnita juga mengenakan
jokduri
pada hari pernikahan mereka dan memakai
ayam
untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin.
Pria menggunkan
gat
, topi yang dianyam dari rambut kuda, yang juga bervariasi model dan bentuknya sesuai status atau kelas.
Hanbok digunakan diklasifikasikan berdasarkan peristiwanya: pakaian sehari-hari, termasuk untuk hari ulang tahun pertama anak.
Hanbok modern untuk anak-anak terbagi atas 2 atau 3 bagian dan bisa dipakai dengan mudah. Hanbok anak-anak dipakai biasanya satu atau dua kali setahun dalam perayaan
Chuseok
atau tahun baru
imlek
(
seollal
). Pada ulangtahun pertamanya (
doljanchi
)
anak-anak memakai hanbok pertama mereka.
[2]
-
Gonryongpo
: pakaian raja
-
Hongryongpo
: pakaian raja sehari-hari
-
Hwangryongpo
: pakaian raja sehari-hari Raja Gojong biasanya memakai pakaian ini.
-
Tongcheonggwan
dan
Gangsapo
-
Hwangwonsam
:pakaian ratu sehari-hari
Gwanbok
(
官
服
) adalah pakaian pegawai kerajaan yang pertama kali dipakai sejak zaman kerajaan
Silla
.
[3]
[4]
-
Gwanbok pada masa Goryeo, abad ke-11.
-
Gwanbok pada masa Goryeo, abad ke-14.
-
Gwanbok pada abad ke-16
-
Gwanbok abad ke-17
-
Heuk danryeongpo
pada akhir abad ke-18
-
Geumgwan Jobok
pada akhir abad ke-18
-
Sibok
pada akhir abad ke-18
Hanbok untuk pria yangban (bangsawan)
[
sunting
|
sunting sumber
]
-
Waryeonggwan
dan
Hakchangeui
pada tahun 1863.
-
Bokgeon
dan
Simeui
pada tahun 1880.
-
Bokgeon
hitam dan
dopo
biru pada tahun 1880.
-
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Hanbok
.