Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing
adalah sebuah
Film pendek
Indonesia
yang mengadaptasi cerita rakyat
Jawa Barat
yaitu
Dayang Sumbi
. Film pendek
eksperimental yang berusaha mengaplikasikan treatment film bisu ini dirilis pada tahun 2004 dan meraih banyak penghargaan.
[1]
Karya ini dibuat sebagai film bisu
karena di Indonesia saat itu tidak ada
laboratorium pemroses suara analog.
Film ini lolos seleksi dan penayangan:
Film ini merupakan pembaruan dari
legenda Sangkuriang yang kita sudah
kenal selama ini. Pembaruan ini ada dua
macam. Dari segi penuturan sinematik,
Dajang Soembi dibuat layaknya sebuah
film bisu yang sempat hilang dan
ditemukan lagi. Ia didesain dalam warna
hitam-putih, diiringi dengan sebuah
lagu orkestra, dan disusun dengan teks
pengantara (intertitle) dengan huruf
zaman kolonial, plus sejumlah cacat
visual (goresan di beberapa adegan)
yang sengaja diadakan pembuat film
dengan merusak seluloid. Dari segi isi
cerita, Dajang Soembi menihilkan
banyak bagian dari legenda
Sangkuriang, dan berfokus pada
ketegangan seksual antara
Sangkuriang, Dayang Sumbi, dan
Tumang (bapak Sangkuriang, manusia
setengah dewa yang dikutuk menjadi
seekor anjing).
Sebuah cerita penting bukan saja
karena apa yang diceritakan, tapi juga
apa yang tidak diceritakan. Dengan
meminimalisir legenda Sangkuriang ke
tiga tokoh utama saja, Edwin
menghadapkan penonton pada fakta
bahwa legenda rakyat kita ternyata
dipenuhi hal-hal yang sekarang kita
anggap menyimpang. Ada bestiality
(hubungan seksual dengan hewan),
yang mendasari pernikahan Dayang
Sumbi dengan Tumang. Ada incest
(hubungan seksual dengan insan
sedarah), yang memotivasi Sangkuriang
untuk membunuh Tumang dan
menjadikan Dayang Sumbi sebagai
kekasihnya. Ada kanibalisme, yang
menjadi klimaks film ketika
Sangkuriang mempersembahkan hati
Tumang untuk makan malam ibunya.
Propaganda Orde Baru tentang
keluarga ideal hanyalah rekaan pihak
penguasa untuk menutupi kenangan
buruk tentang tradisi rakyat kita.
[2]