"Buddha" beralih ke halaman ini. Untuk agama, lihat
Agama Buddha
.
Untuk kegunaan lain, lihat
Buddha
.
Siddhartha Gautama
|
---|
Patung Siddhartha Gautama, menyampaikan khotbah pertamanya di Sarnath. Periode Gupta, sekitar 475 M. Museum Arkeologi Sarnath (B(b) 181).
|
|
Nama lain
| Sakyamuni ("Sage dari Sakya")
|
---|
|
Lahir
| Siddhartha Gautama
563 SM atau 480 SM
Lumbini, Republik Sakya (menurut tradisi Buddhis)
|
---|
Meninggal
| 483 SM atau 400 SM (berusia 80)
Kushinagar, Republik Malla (menurut tradisi Buddhis)
|
---|
Makam
| Dikremasi; abu dibagi di antara pengikut
|
---|
Pasangan
| Yashodhara
|
---|
Anak
| R?hula
|
---|
Orang tua
| - ?uddhodana (ayah)
- Maya Devi (ibu)
|
---|
Dikenal sebagai
| Pendiri Buddhisme
|
---|
|
Pendahulu
| Kassapa Buddha
|
---|
Penerus
| Maitreya
|
---|
|
Siddhartha Gautama
(
bahasa Sanskerta
) atau
Siddhattha Gotama
(
bahasa P?li
), juga dikenal sebagai
Sakyamuni,
adalah seorang guru pertapa dan spiritual Asia Selatan yang hidup pada paruh kedua milenium pertama sebelum Masehi.
Dia adalah pendiri Buddhisme dan dihormati oleh umat Buddha sebagai makhluk yang sepenuhnya tercerahkan
yang mengajarkan jalan menuju Nirwana (secara harfiah "lenyap atau padam"), kebebasan dari ketidaktahuan, nafsu keinginan, kelahiran kembali dan penderitaan.
Menurut tradisi Buddhis, Sang Buddha lahir di Lumbini di tempat yang sekarang disebut Nepal, kepada orang tua bangsawan dari klan Shakya, tetapi meninggalkan keluarganya untuk hidup sebagai pertapa pengembara.
Memimpin kehidupan mengemis, pertapaan, dan meditasi, ia mencapai pencerahan di Bodh Gaya. Sang Buddha kemudian mengembara melalui dataran Gangga yang lebih rendah, mengajar dan membangun sebuah ordo monastik. Dia mengajarkan jalan tengah antara pemanjaan indria dan asketisme yang parah,
sebuah pelatihan pikiran yang mencakup pelatihan etis dan praktik meditatif seperti usaha, perhatian, dan
jhana
. Dia meninggal di Kushinagar, mencapai parinirvana. Sang Buddha sejak itu dihormati oleh banyak kepercayaan dan komunitas di seluruh Asia.
Beberapa abad setelah kematian Sang Buddha, ajarannya disusun oleh komunitas Buddhis di Vinaya, kodenya untuk praktik monastik, dan Sutta, teks berdasarkan khotbahnya. Ini diturunkan dalam dialek Indo-Arya Tengah melalui tradisi lisan.
Generasi-generasi selanjutnya menyusun teks-teks tambahan, seperti risalah sistematis yang dikenal sebagai "Abhidharma", biografi Sang Buddha, kumpulan cerita tentang kehidupan masa lalunya yang dikenal sebagai
kisah Jataka
, dan khotbah tambahan, yaitu sutra Mahayana.
Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun
623 SM
[15]
di
Taman Lumbini
, saat Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan
pohon sala
. Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga
teratai
.
Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Pangeran kelak akan menjadi seorang
Chakrawartin
(Maharaja Dunia) atau akan menjadi seorang
Buddha
. Hanya pertapa Kondanna yang dengan tegas meramalkan bahwa Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan kelak menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:
- Orang tua,
- Orang sakit,
- Orang mati,
- Seorang pertapa.
Sejak kecil sudah terlihat bahwa Pangeran adalah seorang anak yang cerdas dan sangat pandai, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang masih muda dan cantik rupawan di
istana
yang megah dan indah. Pada saat berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta mempunyai 3 kolam bunga teratai, yaitu:
- Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (
Uppala
)
- Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (
Paduma
)
- Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (
Pundarika
)
Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Pangeran Siddharta menguasai semua pelajaran dengan baik. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri
Yasodhara
yang dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai
sayembara
. Dan saat berumur 16 tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:
- Istana Musim Dingin (
Ramma
)
- Istana Musim Panas (
Suramma
)
- Istana Musim Hujan (
Subha
)
Kata-kata pertapa
Asita
membuat Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.
Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, di mana pada kesempatan yang berbeda dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha bersedih dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lebih-lebih mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua jawaban tersebut.
Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat pada saat putra tunggalnya
Rahula
lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Channa. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup suci sebagai pertapa.
Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan
istana
, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia
tua
,
sakit
dan
mati
. Pertapa Siddharta berguru kepada Al?ra K?l?ma dan kemudian kepada Uddaka Ram?putta, tetapi tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian dia bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya dia juga meninggalkan cara yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.
Di dalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa
Bhagava
dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa
Alara Kalama
dan pertapa
Udraka R?maputra
. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai
Pencerahan Sempurna
. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke
Magadha
untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela, di tepi Sungai
Nairanjana(Naranjara)
yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan
Uruvela
, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.
Pada suatu hari dalam pertapaannya, pertapa Gotama kedatangan seorang roh pemusik/gandharva yang kemudian melantunkan sebuah syair:
“
|
Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.
|
”
|
Nasihat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah
pohon bodhi
(
Asattha
) di Hutan Gaya, sambil ber-
prasetya
, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Dia putus asa menghadapi godaan Mara, dewa penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan keyakinan yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.
Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Samma sam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Siddhi pada bulan
Waisak
ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut
kalender lunar
. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna
biru
(nila) yang berarti bhakti;
kuning
(pita) mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan;
merah
(lohita) yang berarti kasih sayang dan belas kasih;
putih
(Avadata) mengandung arti suci;
jingga
(mangasta) berarti semangat ; dan campuran sinar tersebut (prabhasvara)
Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang antara lain: Buddha Gautama,
Buddha Sakyamuni
,
Tathagata
('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang mendampingi Dia di hutan Uruvela merupakan murid pertama Buddha yang mendengarkan khotbah pertama
Dhammacakka Pavattana Sutta
, di mana Dia menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".
Buddha Gautama berkelana menyebarkan
Dharma
selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai
Parinibbana
.
Buddha dalam keadaan sakit terbaring di antara dua pohon
sala
di Kusinagara, memberikan
khotbah
Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana (versi Buddhisme
Mahayana
, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM). Seorang tabib pribadi dan pengikutnya yang setia,
Jivaka
, merawat Sang Buddha pada masa sakitnya.
[16]
Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dimiliki oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia telah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu
- Berusaha menolong semua makhluk.
- Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.
- Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
- Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.
Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan kepada semua makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tindakan yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan pikiran, yaitu
- Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, perbuatan jinah.
- Ucapan (vaci): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, percakapan tiada manfaat.
- Pikiran (mano): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.
Cinta kasih dan kasih sayang seorang
Buddha
adalah cinta kasih untuk kebahagiaan semua makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Buddha menganjurkan supaya mereka berjalan di atas jalan yang benar dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".
Sebagai
Buddha
, Dia telah mengenal semua orang dan dengan menggunakan berbagai cara. Dia telah berusaha untuk meringankan penderitaan banyak makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakikat dunia, Ia menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana adanya. Buddha Gautama mengajarkan agar setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan watak, perbuatan dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan melalui ucapan, akan tetapi juga melalui perbuatan. Dalam mengajar umat manusia yang mendambakan lenyapnya Dukkha, Dia menggunakan jalan pembebasan dari kelahiran dan kematian untuk membangunkan perhatian mereka.
Pengabdian Buddha Gautama telah membuat diri-Nya mampu mengatasi berbagai masalah di dalam berbagai kesempatan yang pada hakikatnya adalah Dharma-kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakikat yang hakiki dari seorang Buddha. Buddha adalah perlambang dari kesucian, yang tersuci dari semua yang suci. Karena itu, Buddha adalah Raja Dharma yang agung. Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak mau memperhatikan dan mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Agung Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.
Sumber-sumber awal menggambarkan Sang Buddha mirip dengan biksu Buddhis lainnya. Berbagai wacana menggambarkan bagaimana dia "memotong rambut dan janggutnya" ketika meninggalkan dunia. Demikian juga, Digha Nikaya 3 memiliki seorang brahmana yang menggambarkan Sang Buddha sebagai pria yang dicukur atau botak (
mundaka
).
[17]
Digha Nikaya 2 juga menjelaskan bagaimana Raja Ajatashatru tidak dapat membedakan
bhikkhu
mana yang merupakan Sang Buddha ketika mendekati
sangha
dan harus meminta menterinya untuk menunjukkannya. Demikian pula, dalam MN 140, seorang pengemis yang melihat dirinya sebagai pengikut Sang Buddha bertemu dengan-Nya secara langsung tetapi tidak dapat mengenalinya.
[18]
Berbagai teks Buddhis mengaitkan Buddha dengan serangkaian karakteristik fisik yang luar biasa, yang dikenal sebagai "32 Tanda Manusia Agung" (Sanskerta:
mah?puru?a lak?a?a
).
Menurut An?layo, ketika mereka pertama kali muncul dalam teks-teks Buddhis, tanda fisik ini awalnya dianggap tidak terlihat oleh orang biasa, dan membutuhkan pelatihan khusus untuk mendeteksinya. Namun kemudian, mereka digambarkan terlihat oleh orang-orang biasa dan sebagai keyakinan yang mengilhami Buddha.
Karakteristik ini dijelaskan dalam Digha Nikaya
Lakkha?a Sutta
(D, I:142).
- ^
L. S. Cousins (1996),
"The dating of the historical Buddha
Diarsipkan
2011-02-26 di
Wayback Machine
.: a review article", Journal of the Royal Asiatic Society (3)6(1): 57?63.
- ^
Chen, TSN; Chen, PSY (2002).
"Jivaka, Physician to the Buddha"
.
Journal of Medical Biography
(10(2)): 88?91.
doi
:
10.1177/096777200201000206
.
- ^
Olivelle, Patrick (1974),
"The Origin and the Early Development of Buddhist Monachism"
, p. 19.
- ^
Mazard, Eisel (2010).
"The Buddha was bald,"
New Mandala.
Wikisumber
memiliki karya asli dari atau mengenai:
|
---|
|
|
| |
---|
|
|
---|
| |
---|
| Buddha penting sebelumnya
| |
---|
Buddha saat ini dan keluarga
| |
---|
4 tempat suci utama
| |
---|
Buddha selanjutnya
| |
---|
Bawahan
| |
---|
Mah?y?na
-
Vajray?na
| |
---|
|
---|
| |
---|
| |
---|
| |
---|
| |
---|
|
---|
Umum
| |
---|
Perpustakaan nasional
| |
---|
Basis data ilmiah
| |
---|
Lain-lain
| |
---|