Batu Satam
Batu Satam
adalah batuan khas
Indonesia
yang ditemukan di pulau
Belitung
, Provinsi
Bangka Belitung
.
[1]
Batu ini berwarna hitam dan memiliki urat-urat yang khas.
[1]
Batu Satam termasuk kedalam batuan langka.
[1]
Batu ini terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi tabrakan
meteor
dengan lapisan bumi yang mengandung
timah
tinggi jutaan tahun lalu.
[1]
Serpihan batu meteor itu tersebar keseluruh pelosok dunia seperti
Australia
,
Cekoslovakia
,
Arab
, dan di Indonesia tepatnya di pulau
Belitung
.
[2]
Saat jatuh diatas tanah pulau Belitung, meteor ini bereaksi dengan kandungan
timah
yang sangat banyak yang terdapat dipulau Belitung, sehingga membentuk batu hitam yang kemudian dinamakan
Batu Satam
. Karena proses inilah Batu Satam hanya terdapat di
Indonesia
dan menjadi batuan langka yang diburu para kolektor batu diseluruh dunia.
[2]
Di Belitung sendiri batu satam ini di jadikan sebagai ikon dari ibu kota Belitung yaitu
Tanjung Pandan
.
[3]
Batu Satam pertama kali ditemukan di Pulau Belitung pada tahun 1973.
[4]
Di
Desa Buding
, Kecamatan
Kelapa Kampit
.
[5]
Batu ini ditemukan secara tidak sengaja oleh penambang timah beretnis
China
dalam penambangan timah dengan kedalaman 50 meter.
[6]
Menurut Sejarah, penamaan Baru Satam ini didasari dua suku kata, yaitu Sa dan Tam yg berasal dari bahasa china suku Khek yg ada di Belitung.
[6]
Jika diartikan secara harfiah, Sa berarti
pasir
dan Tam berarti
empedu
. Sehingga Satam memiliki arti empedu pasir.
[6]
Batu Satam memiliki beberapa nama yakni
Tektite
dan
Billitonite
.
[4]
Istilah Tektite digunakan oleh para ilmuan yang meneliti Batu Satam, sedangkan istilah Billitonite digunakan oleh seorang peneliti dari Belanda bernama Ir. N.
Wing Easton
yang melakukan penelitian terhadap Batu Satam pada tahun 1922.
[4]
Batu satam sudah diuji oleh Fakultas MIPA
Universitas Padjajaran
dan
Laboratorium Kimia Mineral dan Lingkungan
.
[4]
Menurut penelitian ilmiah, sekitar 700 ribu tahun lalu sebuah meteor jatuh ke bumi Indonesia.
[4]
Meteor inlah yang kemudian menjadi cikal bakal Batu Satam.
[4]
Sekitar 780.000 tahun yang lalu sebuah
asteroid
yang besar menabrak bumi di
Laut Cina Selatan
(kemungkinan di Teluk Tonkin).
[7]
Asteroid ini bergerak dari
barat laut
ke
tenggara
dan menabrak
bumi
dengan sudut tabrakan yang kecil.
[7]
Pada tahap awal dari tabrakan,
energi kinetis
dari asteroid yang menabrak bumi ini melelehkan dan menghantarkan momentum kepada lapisan atas dari batuan di permukaan bumi (seperti pasir dan lumpur) di daerah tabrakan.
[7]
Lapisan yang meleleh, terdiri dari batuan yang mencair, meninggalkan
atmosfer
bumi dan pecah menjadi batu semi cair berbentuk bulatan-bulatan kecil (
globules
) yang bernama
tektite
. Globules ini membentuk bola,
dumbbells
atau air mata, tergantung pada kecepatan
rotasi
yang terjadi saat pembentukan batu
tektites
atau batu satam itu.
[7]
Batu Satam yang berbentuk bola, dumbbells dan air mata mendingin dengan cepat, begitu cepat sehingga mereka membentuk kaca (sama dengan kaca, tetapi tidak murni, seperti di botol anggur atau bir modern).
[7]
Sekitar lima hingga enam menit setelah tabrakan dengan asteroid terjadi, bola yang sekarang telah membeku dan menjadi solid mulai masuk kembali ke atmosfer bumi dan jatuh di Belitung.
[7]
Karena Batu Satam itu memasuki kembali atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi, gaya gesekan yang dialaminya memanaskan bagian depan dari batu ini.
[7]
Bila kaca dipanaskan dengan tidak merata (perbedaan
temperatur
yang besar antara bagian depan dan belakangnya), ia akan pecah.
[7]
Seperti menuangkan air mendidih kedalam gelas minum.
[7]
Bagian depan dari Batu Satam ini akan membentuk pecahan-pecahan kecil.
[7]
Pecahan ini ditingkatkan juga oleh tekanan yang intens karena perlambatan kecepatan.
[7]
Kecepatan kosmik yang dibawa oleh momentum Batu Satam ini pada akhirnya akan berkurang dan pecahnya batuan juga akan berkurang.
[7]
Karena ini Batu Satam akan jatuh ke bumi dengan gravitasi dengan gerakan yang lebih vertikal.
[7]
Di bumi Batu Satam dibawa oleh air sungai dan mungkin tererosi.
[7]
Pada akhirnya Batu Satam akan tergabung dengan endapan sediment yang biasanya juga mengandung timah (tererosi dari deposit panas bumi yang terkait dengan
intrusi
batu
granit
).
[7]
Di dalam tumpukan pasir yang berporositas tinggi, air tawar akan dengan sangat perlahan mengukir Batu Satam tersebut.
[7]
Retakan setipis kertas (terbentuk karena gelas itu dipanaskan saat memasuki kembali atmosfer bumi) akan diperbesar dan membentuk parit kecil berbentuk U.
[7]
Perhatikan bahwa parit berbentuk U ini hanya terbentuk di bagian yang terpanaskan, bagian depan dari Batu Satam (Tektite).
[7]
Bagian belakang dari Batu Satam ini tetap seperti aslinya, berbentuk bola.
[7]
Batu Satam memiliki ciri-ciri berbentuk fisik bulat,lonjong,dan ada pula yang berbentuk tak beraturan atau dalam bentuk sudah pecah atau terbelah yang sering di sebut dengan
suiseki
.
[6]
Ciri khas batu ini adalah pada permukaan batu memiliki goretan yang terukir secara alami,tergesek melalui arus air di bawah tanah pada lapisan tanah dengan kedalaman kurang lebih 50 meter.
[6]
Batu satam menjadi kebanggan Pulau
Belitung
.
[5]
Kini, produksi Batu Satam digunakan sebagai cindera mata khas pulau Belitung, seperti, perhiasan terutama untuk dipakai wanita berupa
cincin
,
giwang
, atau
liontin
.
[5]
Dalam kreasi yang beragam bisa juga dibuat tongkat yang bermata batu satam, cincin pria, dan sebagainya.
[5]
Selain sebagai
cindera mata
, beberapa orang mempercayai bahwa batu satam memiliki kekuatan tersendiri, yaitu sebagai penangkal
racun
, penolak
jin
, dan
setan
.
[5]