PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero)
|
| Injourney
|
---|
Sebelumnya
| Perusahaan Negara Aerial Survey (1961?1974)
Perusahaan Umum Survai Udara (Penas) (1974?1991)
PT Survai Udara (Penas) (Persero) (1991?2021)
|
---|
| Perusahaan perseroan
(
Persero
)
Perusahaan negara/Perusahaan umum
antara 1961 hingga 1991
|
---|
Industri
| Penerbangan
&
pariwisata
|
---|
Didirikan
| 31 Mei 1961
; 62 tahun lalu
(
1961-05-31
)
di
Jakarta
,
Indonesia
|
---|
Kantor
pusat
| Gedung Sarinah
,
Jakarta
,
Indonesia
|
---|
Wilayah operasi
| Indonesia
|
---|
Tokoh
kunci
| Dony Oskaria
[1]
(
Direktur Utama
)
Triawan Munaf
[1]
(Komisaris Utama)
|
---|
Jasa
| Pengelolaan
bandar udara
,
hotel
,
obyek wisata
, dan
pusat perbelanjaan
|
---|
Pendapatan
| Rp
9,733 triliun
(2021)
[2]
|
---|
| Rp
-7,536 triliun
(2021)
[2]
|
---|
Total aset
| Rp
94,538 triliun
(2021)
[2]
|
---|
Total ekuitas
| Rp
36,200 triliun
(2021)
[2]
|
---|
Pemilik
| Pemerintah Indonesia
|
---|
Karyawan
| 9.830
(2021)
[2]
|
---|
Anak
usaha
| PT
Angkasa Pura Indonesia
PT
Integrasi Aviasi Solusi
PT
Hotel Indonesia Natour
PT
Sarinah
PT
Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko
PT
Pengembangan Pariwisata Indonesia
|
---|
Situs web
| injourney
.id
|
---|
PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero)
, atau biasa disingkat menjadi
Aviata
dan
berbisnis sebagai
Injourney
(kepanjangan dari
Indonesia Journey
, atau dari kalimat
Bahasa Inggris
yang berarti
Dalam Perjalanan
) adalah sebuah
badan usaha milik negara
Indonesia
yang bergerak di bidang
aviasi
dan
pariwisata
.
[1]
[3]
Perusahaan ini sebelumnya bernama
PT Survai Udara Penas (Persero)
dengan sejarah yang merentang sejak Indonesia baru merdeka pada tahun 1945.
Perusahaan ini memulai sejarahnya setelah Indonesia merdeka sebagai "Skuadron Pemotretan Udara" dari
TNI Angkatan Udara
. Skuadron tersebut kemudian dipisah menjadi sebuah lembaga dengan nama "Lembaga Aerial Survey".
[4]
Pada tahun 1961, pemerintah Indonesia mengubah lembaga tersebut menjadi sebuah
perusahaan negara
dengan nama "Perusahaan Negara Aerial Survey" (Penas).
[5]
Penas bergerak di bidang pemetaan, pemotretan, dan survei dari udara. Untuk menjalankan bisnisnya, hingga tahun 1968, Penas menggunakan dua unit
North American B-25 Mitchell
yang dipinjamkan oleh
TNI Angkatan Udara
. Penas kemudian menggunakan tiga unit
C-130 Hercules
yang juga dipinjamkan oleh TNI-AU. Pada awal dekade 1970-an, Penas mulai membeli pesawat terbang sendiri, yakni
Cessna 402
,
Douglas C-47 Skytrain
,
Douglas DC-6
, dan
Dornier Do-28
.
[6]
Pada tahun 1974, pemerintah mengubah status perusahaan ini menjadi
perusahaan umum
dengan nama "Perum Survai Udara", tetapi tetap berbisnis dengan nama Penas.
[7]
Pada awal dekade 1980-an, Penas membeli
Beechcraft Super King Air
dan
Beechcraft Queen Air
.
[6]
Pada tahun 1991, pemerintah kembali mengubah status perusahaan ini menjadi
persero
dengan nama "PT Survai Udara Penas".
[8]
Perusahaan ini kemudian mulai menyewakan
pesawat terbangnya
jika tidak sedang dipakai.
Pada dekade 1990-an, Penas mulai mengalami kemunduran, karena munculnya jasa pemotretan udara via satelit yang hasilnya tidak berbeda jauh dengan pemotretan udara via pesawat terbang.
[6]
Pada tahun 2011, total utang perusahaan ini pun mencapai Rp 16,8 miliar dan pekerjanya tinggal 29 orang, padahal pada tahun 2000, perusahaan ini masih dapat mempekerjakan 100 orang. Pada bulan Agustus 2015,
Kementerian Perhubungan
akhirnya mencabut sertifikat operator udara dari perusahaan ini, karena perusahaan ini tidak dapat memenuhi persyaratan mengenai jumlah pesawat terbang minimum.
[4]
Pada bulan Juli 2021, pemerintah mengubah nama perusahaan ini menjadi seperti sekarang sebagai bagian dari persiapan untuk membentuk holding BUMN yang bergerak di bidang aviasi dan pariwisata.
[9]
Pada bulan Oktober 2021, pemerintah resmi menunjuk perusahaan ini sebagai
induk
holding BUMN bidang aviasi dan pariwisata, dengan menyerahkan mayoritas saham
Angkasa Pura I
,
Angkasa Pura II
,
Hotel Indonesia Natour
,
Sarinah
, dan
Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko
ke perusahaan ini.
[3]
Pada bulan Januari 2023, pemerintah juga menyerahkan mayoritas saham
Indonesia Tourism Development Corporation
(ITDC) ke perusahaan ini.
[10]
Pada bulan Januari 2024, perusahaan ini resmi mengambil alih mayoritas saham PT
Integrasi Aviasi Solusi
yang ditunjuk sebagai subholding di internal Injourney yang bergerak di bidang pendukung operasional bandara.
[11]
Pada bulan Februari 2024, perusahaan ini menyerahkan mayoritas saham Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II ke PT
Angkasa Pura Indonesia
yang didirikan sebagai subholding di internal Injourney yang bergerak di bidang pengelolaan bandara.
[12]
[11]
Pembentukan Angkasa Pura Indonesia juga sekaligus memulai proses merger antara Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II yang ditargetkan rampung pada akhir 2024.
[13]
|
---|
|
Energi dan sumber
daya mineral
| | |
---|
Industri pengolahan
| |
---|
Informasi dan
telekomunikasi
| |
---|
Jasa keuangan
dan asuransi
| |
---|
Jasa profesional,
ilmiah, dan teknis
| |
---|
Konstruksi
| |
---|
Aviasi dan pariwisata
| |
---|
Pengadaan air baku
| |
---|
Perdagangan
dan agroindustri
| |
---|
Transportasi
dan pergudangan
| |
---|
|