Dr.
(H.C.)
Ali Alatas
,
S.H.
(4 November 1932 – 11 Desember 2008) adalah seorang
diplomat
Indonesia
yang pernah menjabat sebagai
Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia tahun 1988?1999 di bawah Presiden
Soeharto
dan
BJ Habibie
. Hingga kematiannya, ia menjabat sebagai Utusan Khusus Sekjen
PBB
untuk
Myanmar
, Utusan Khusus Presiden RI untuk masalah
Timur Tengah
, dan Ketua
Dewan Pertimbangan Presiden
.
Ali Alatas lahir dari keluarga yang cukup berpengaruh di lingkungannya. Beberapa teman masa kanak-kanaknya mengatakan bahwa kakek Ali Alatas adalah orang terpandang sehingga men
cium tangan
orang tua itu dinilai sebagai sebuah berkah. Namun Ali Alatas sendiri lebih menyukai bermain dengan teman sebayanya. Ia suka bermain di tepian
Sungai Ciliwung
di dekat Gedung Kumidi (Gedung Kesenian Pasar Baru), dan terkadang juga suka menyusuri sungai yang membelah kota Jakarta itu dengan menggunakan rakit dari batang
pisang
. Pada masa kecilnya ini juga ia dikenal suka bermain bola di sebuah lapangan di Cikini. "Tidak sulit mencari Ali, cari saja lapangan bola seperti di Cikini sana, cari yang paling jangkung itulah si Ali," ujar salah seorang temannya semasa
SD
dalam wawancara pada tahun
1988
.
[3]
Pendidikan dasar kediplomatan diperoleh di Akademi Dinas Luar Negeri Jakarta (lulus 1954) dan di Fakultas Hukum
UI
(lulus 1956). Selanjutnya ia menggeluti dunia pers hingga awal 1950, kemudian ia masuk Direktorat Ekonomi Antarnegara departemen Luar Negeri. Karier sebagai diplomat dijalaninya di berbagai perwakilan Indonesia, seperti
Thailand
,
Amerika Serikat
, dan
PBB
. Ia pernah juga menjadi seketaris
Adam Malik
ketika Adam Malik menjadi
Menteri Luar Negeri
(1970?1976) dan
Wakil Presiden RI
(1978?1982).
Kariernya mulai berkembang sewaktu menjabat sebagai staf perwakilan Indonesia di
PBB
. Di sana ia aktif dalam menggalang suara
G77
, kelompok negara-negara berkembang di lembaga dunia tersebut.
Namanya mulai dikenal luas setelah ia aktif sebagai fasilitator perundingan perdamaian terhadap pihak-pihak yang bertikai dalam
Perang Kamboja?Vietnam
, melalui pertemuan-pertemuan informal yang dikenal sebagai Jakarta Informal Meeting (JIM) hingga beberapa kali. Kegiatan diplomatis ini berakhir dengan sukses setelah tercapainya
Perjanjian Perdamaian Kamboja Komprehensif
yang ditandatangani di
Paris
pada tahun 1991.
The Guardian
menyebut bahwa perjanjian perdamaian ini merupakan keberhasilan terbesar Ali Alatas.
[4]
Sumbangsih lain yang tidak terlalu diamati luas oleh pers tetapi signifikan adalah sebagai mediator atau penengah dalam perundingan pemerintah
Filipina
dengan
Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF)
yang berakhir dengan
ditandatanganinya Perjanjian Jakarta pada tahun 1996.
[5]
Ali Alatas adalah orang terdepan dalam kepemimpinan Indonesia di
Gerakan Non-Blok
(NAM) pada tahun 1992?1995. Lewat usahanya, Indonesia dapat ikut melobi
G7
yang merupakan kelompok negara-negara maju dengan perekonomian terbesar, untuk bersedia menghapus hutang beberapa negara berkembang dan bekerja sama dengan mempertimbangkan kesetaraan. Namun, sebagai diplomat ia harus menghadapi ujian berat membela kebijakan yang ditempuh Indonesia terhadap permasalahan
Timor Timur
.
Pada 2003, Alatas diangkat sebagai utusan khusus
Sekretaris Jendral
Perserikatan Bangsa-Bangsa
. Ia berkunjung selama tiga hari ke
Myanmar
pada 18 Agustus 2005 untuk mendesak pembebasan
Aung San Suu Kyi
. Ia merupakan utusan khusus pertama yang diijinkan berkunjung ke negara itu sejak 2004. Sumbangsihnya yang terakhir bagi
Asia Tenggara
adalah dalam merumuskan
Piagam ASEAN
(ASEAN Charter) yang berlaku mulai Januari 2009. Ia adalah anggota dari dewan perumus dokumen tersebut.
Penghargaan yang diterimanya, di antaranya, adalah
Bintang Mahaputera Utama
dan beberapa penghargaan dari luar negeri dan gelar
Doktor Honoris Causa
dari
Universitas Diponegoro
pada tahun 1996.
Ali Alatas merupakan keturunan blasteran dari
Arab
Hadhrami
(
Yaman
) dan
Sunda
. Ia memiliki kakek yang merupakan pedagang pada era Hindia Belanda, yakni
Abdullah bin Alwi Alatas
. Alex, begitu ia akrab dipanggil, menikah dengan Junisa dan pasangan ini dikaruniai tiga orang anak. Sebagai diplomat, ia dikenal akrab kepada semua kalangan, baik pejabat maupun petugas keamanan. Ia dilaporkan biasa mengobrol dengan petugas keamanan di PBB sewaktu merokok di luar gedung.
Ia wafat di
Rumah Sakit Mount Elizabeth
di
Singapura
pada tanggal
11 Desember
2008
pukul 07.30 waktu setempat setelah mendapat serangan jantung pada tanggal
20 November
2008
. Ia dibawa ke Singapura setelah beberapa hari dirawat di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di
TMP Kalibata
dengan upacara militer dipimpin langsung oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
.
[6]
|
---|
|
Menko Polkam
:
Feisal Tanjung
•
Menko Ekuin
:
Ginandjar Kartasasmita
,
Hartarto Sastrosoenarto
(
) •
Menko PP-PAN
:
Hartarto Sastrosoenarto
•
Menko Kesra
:
Haryono Suyono
•
Mendagri
:
Syarwan Hamid
,
Feisal Tanjung
(
) •
Menlu
:
Ali Alatas
•
Menhankam
/
Panglima ABRI
:
Wiranto
•
Menhak
:
Muladi
•
Menteri Penerangan
:
Yunus Yosfiah
•
Menkeu
:
Bambang Subianto
•
Menperindag
:
Rahardi Ramelan
•
Mentan
:
Soleh Solahudin
•
Mentamben
:
Kuntoro Mangkusubroto
•
Menhutbun
:
Muslimin Nasution
•
Menteri PU
:
Rachmadi Bambang Sumadhijo
•
Menhub
:
Giri Suseno Hadihardjono
•
Menparsenbud
:
Marzuki Usman
,
Giri Suseno Hadihardjono
(
) •
Menkopukm
:
Adi Sasono
•
Menaker
:
Fahmi Idris
,
A.M. Hendropriyono
(
) •
Menteri Trans-PPH
:
A.M. Hendropriyono
•
Menkes
:
Faried Anfasa Moeloek
•
Mendikbud
:
Juwono Soedarsono
•
Menag
:
Abdul Malik Fadjar
•
Mensos
:
Justika Baharsjah
•
Menteri PPN
:
Boediono
•
Menristek
:
Muhammad Zuhal
•
Menteri BUMN
:
Tanri Abeng
•
Menteri P dan H
:
A.M. Saefuddin
,
Soleh Solahudin
(
) •
Menteri Kependudukan
:
Ida Bagus Oka
•
Menves
:
Hamzah Haz
,
Marzuki Usman
,
Muhammad Zuhal
(
) •
Menteri Agraria
:
Hasan Basri Durin
•
Menpera
:
Theo L. Sambuaga
,
Rachmadi Bambang Sumadhijo
(
) •
Menteri LH
:
Panangian Siregar
•
Menperwan
:
Tuti Alawiyah
•
Menpora
:
Agung Laksono
,
Juwono Soedarsono
(
) •
Jaksa Agung
:
Soedjono C. Atmonegoro
,
Andi Muhammad Ghalib
•
Mensesneg
:
Akbar Tandjung
,
Muladi
(
)
|
|
---|
|
|
|
|
|
|
|
Menteri muda yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden:
|
|
Menteri dan pejabat setingkat menteri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden:
|
|
|