Kehidupan awal
Rossy Pratiwi Dipoyanti lahir di
Bandung
,
Jawa Barat
sebagai anak pertama dari enam bersaudara.
[2]
Dia berasal dari keluarga
Arab
Hadhrami
golongan
Alawiyyin
bermarga Aal bin Syechbubakar (
Arab
:
?? ?? ??? ??? ???
,
translit.
A?l bin Sh??kh Ab? Bakr
;
pelafalan dalam
bahasa Arab
:
[?aːl
bin
?æjx
aːbuː
bakr]
), ayahnya bernama Ali Umar Syechbubakar, sedangkan ibunya adalah seorang perempuan
Sunda
bernama Neni Nurlaeni.
[3]
Kehidupan pribadi
Pada tahun 2001, Rossy menikah dengan pria
Jawa
bernama Rany Kristiono.
Rany adalah seorang atlet
basket
yang bermain di klub Hadtex Bandung (sekarang
Garuda Flexi Bandung
), dan terakhir kali bermain di klub
Satya Wacana Angsapura
Salatiga.
[5]
Keduanya dipertemukan di Century Park Hotel Jakarta ketika Rossy sedang mengikuti pelatnas
Asian Games 1994
, sedangkan Rany sedang mengikuti
Kompetisi Bola Basket Utama
tahun 1994 dan menginap di hotel yang sama.
Dari pernikahannya dengan Rany, Rossy dikaruniai 4 orang anak perempuan, di antaranya Diva Marcella Maharani, Najwa Julianoer Qayrani, Jasmine Aprillia Khirani, dan Nayla Julia Aisyahrani.
Dia tidak memaksakan anak-anaknya untuk menggeluti tenis meja ataupun basket, seperti anak tertuanya, Diva Marcella Maharani mengaku lebih tertarik kepada dunia seni daripada olahraga. Meski begitu, Rossy tetap berharap salah satu di antara keempat anaknya akan ada yang mengikuti jejak kedua orangtuanya sebagai seorang atlet.
[7]
Karier awal
Kecintaan Rossy terhadap tenis meja bermula ketika ayahnya, Ali Umar Syechbubakar bermain di halaman rumahnya.
[2]
Rossy kemudian dikenalkan kepada dunia
tenis meja
sejak kelas II SD oleh ayahnya. Dia mengawali karier bermain tenis meja dari perlombaan-perlombaan antarkampung. Saat kelas IV SD dia masuk klub Triple V,
di sana dia kemudian mengenal
Diana Wuisan
, salah satu atlet tenis meja legendaris Indonesia. Diana yang melihat Rossy berpotensi besar, lalu mengajak masuk ke klub Persatuan Tenis Meja Sanjaya Gudang Garam di
Kediri
. Atas dukungan orang tuanya, Rossy kemudian meninggalkan tempat kelahirannya, Bandung karena harus tinggal di asrama Gudang Garam, Kediri hingga lulus SMA (selama sekitar tujuh tahun).
[3]
Di Kediri, Rossy mulai digembleng lewat berbagai kompetisi, termasuk saat akan mengikuti Asian Junior Championship ke-II di
Nagoya
,
Jepang
, pada tanggal 1?6 April 1986. Di turnamen itu, tim putri Indonesia hanya sanggup berada di peringkat enam, di bawah
Taiwan
, Jepang,
Korea Utara
,
Korea Selatan
dan
Tiongkok
.
Pekan Olahraga Nasional
Pada tahun 1985, saat usianya masih 13 tahun, Rossy mulai menggapai prestasi di beragam turnamen nasional, mulai dari kejuaraan tingkat daerah hingga
Pekan Olahraga Nasional
. Sepanjang kariernya dari tahun 1985 hingga 2008 di PON, Rossy pernah mewakili
Jawa Timur
,
Kalimantan Timur
,
Jawa Barat
,
Lampung
, dan
Sumatera Selatan
. Selain itu, dia juga berhasil mengumpulkan 7 medali emas, 7 medali perak, dan 9 medali perunggu selama kariernya di Pekan Olahraga Nasional.
Pencapaian
SEA Games
Debut Rossy di
SEA Games
bermula ketika usianya baru 15 tahun, tepatnya pada
Pesta Olahraga Asia Tenggara 1987
di
Jakarta
.
[10]
Saat akan mengikuti SEA Games 1987, Rossy dan tim Indonesia lainnya terebih dahulu mengikuti pemusatan latihan nasional yang diadakan Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia di
Korea Utara
.
Di bawah asuhan Kang Nung-ha, Rossy tidak hanya dilatih secara fisik tapi juga mental.
Hasilnya, dia berhasil meraih dua emas dari nomor tunggal putri dan ganda campuran, sedangkan dua perak dia peroleh dari beregu putri dan ganda putri.
[3]
Selama kariernya sepanjang tahun 1987?2001 pada Pesta Olahraga Asia Tenggara, dia berhasil mengumpulkan 13 medali emas, 8 medali perak, dan 8 medali perunggu.
Pada
Pesta Olahraga Asia Tenggara 1989
di
Kuala Lumpur
, karena kecurangan wasit yang memberikan angka gratis kepada atlet tuan rumah, Rossy yang saat itu bermain sebagai atlet tenis meja Indonesia dari nomor tunggal putri akhirnya memilih
walkout
di final melawan Leong Mee Wan pada tanggal 25 Agustus 1989.
Kronologi kecurangan terjadi pada set kedua atas ulah Goh Kun Tee sebagai wasit asal
Malaysia
yang mengeluarkan keputusan kontroversi, padahal pada set pertama pertandingan berjalan normal walau pertandingan dimenangkan oleh Rossy dengan skor tipis 17?16.
Set kedua tersebut berjalan dengan sengit, saat bola pengembalian Mee Wan jatuh di sisi kanannya, Rossy melancarkan
forehand drive
. Bola pukulan Rossy menyambar tipis bibir meja, namun wasit mengatakan keluar dan memberikan angka bagi Leong Mee Wan. Manajer tim Indonesia, RM Nuryanto langsung memprotes keputusan kontroversi tersebut, namun wasit tetap pada keputusannya. Walaupun sudah meraih dua emas (pada nomor beregu putri & ganda putri) dan satu perunggu (pada nomor ganda campuran), Rossy tetap kecewa dan menangis kepada pelatihnya,
Diana Wuisan
karena nomor tunggal putri adalah andalannya.
Di tengah ramai penonton, ketua Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia saat itu,
Ali Said
yang berada di arena pertandingan langsung menginstruksikan agar atlet dan ofisial tenis meja Indonesia mengundurkan diri. Dengan meneteskan air mata dia berkata bahwa Indonesia tidak ingin diinjak-injak oleh Malaysia, maka dari itu mereka memilih untuk meninggalkan pertandingan.
Ketua Dewan Olimpiade Malaysia saat itu, Hamzah Abu Samah justru mengecam aksi walkout yang dilakukan tim tenis meja Indonesia. Dia menilai tindakan itu akan merusak tujuan SEA Games, yaitu untuk menambah semangat persahabatan antarnegara di
Asia Tenggara
.
Yap Yong Yih sebagai wasit kehormatan kemudian melaporkan kejadian itu kepada panitia penyelenggara SEA Games. Meskipun pada akhirnya Goh Kun Tee mengubah keputusannya setelah berdiskusi dengan asisten wasit Cyril Sen, namun hal tersebut tidak berarti apa-apa karena Rossy dan ofisial tim sudah terlanjur meninggalkan pertandingan. Hasilya, Leong Mee Wan tetap diputuskan mendapat emas, sedangkan Rossy mendapat medali perak.
Asian Games, Kejuaraan Asia, dan Kejuaraan Dunia
Pada
Asian Games 1994
di
Hiroshima
, Rossy membawa tim tenis meja putri Indonesia berada di peringkat ke 6.
Selain itu, Rossy juga berulangkali membawa tim putri Indonesia masuk 10 besar pada
Kejuaraan Tenis Meja Asia
?[
en
]
.
[3]
Di
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1987
,
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1989
,
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1991
,
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1993
,
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1995
,
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1997
tim tenis meja putri Indonesia selalu berada di Divisi 2. Kemudian pada Kejuaraan Tenis Meja Dunia
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 2000
dan
Kejuaraan Tenis Meja Dunia 2001
, tim tenis meja putri Indonesia naik ke Divisi 1 dan berada di peringkat 17?20.
[19]
Olimpiade Musim Panas
Sepanjang kariernya, Rossy pernah dua kali mewakili
Indonesia
untuk mengikuti
Olimpiade
, yaitu pada
Olimpiade Musim Panas 1992
di
Barcelona
dan
Olimpiade Musim Panas 1996
di
Atlanta
.
Pada Olimpiade Musim Panas 1992 di Barcelona, Rossy tampil di nomor tunggal putri dan ganda putri yang berpasangan dengan
Ling Ling Agustin
.
Empat Minggu sebelum Olimpiade, Rossy mengalami kendala karena harus dirawat selama satu minggu di rumah sakit ketika menjalani operasi usus buntu. Setelah pulang dari rumah sakit, dia kemudian menjalani pemulihan selama satu minggu di rumah. Sebenarnya dokter menganjurkan Rossy untuk tidak beraktivitas fisik terlebih dulu, namun anjuran tersebut diabaikan olehnya. Tanpa izin dari dokter Rossy pun tetap melakukan latihan selama dua minggu menjelang Olimpiade.
Meski begitu Rossy tetap mengharumkan nama Indonesia, karena meski dia tidak membawa pulang medali, tetapi dia berhasil menduduki peringkat ke-17 dunia untuk nomor tunggal putri, dan menduduki posisi yang sama untuk nomor ganda putri bersama
Ling Ling Agustin
.
Sedangkan pada nomor tunggal putri yang diwakili
Ling Ling Agustin
dan tunggal putra yang diwakili Anton Suseno, Indonesia meraih peringkat ke-33.
Pada Olimpiade Musim Panas 1996 di Atlanta, Rossy tampil di nomor tunggal putri dan menduduki peringkat ke-49.
Meski gagal membawa pulang medali, namun Rossy tetap bangga karena dipercaya menjadi pembawa obor olimpiade bersama atlet lari
Ethel Hudson
. Mereka ikut membawa obor dengan berlari sepanjang rute 500 meter sebagai wakil dari Indonesia.